tag:blogger.com,1999:blog-1828297821034020882024-03-19T15:16:35.097-07:00#RUMAH PULANGHanya menulis, satu-satunya hal yang membuatku merasa pulang.Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.comBlogger35125tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-50540215104152158212017-04-12T23:53:00.000-07:002017-04-12T23:53:51.977-07:00MADURA DAN BESI TUA<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOHctGVh6zMPxqnZ50qlajZ41qVX4dDaf_lco-YaHXN5sOxQ6xEuhFVDAKcsXcS8JcMc-hg08gDO8pUvYL6POt8AYaiQXPI1PnSCv24imW89J9Q8MHtyfp8SQciwgFttfPJjzWNjG-N7Y/s1600/Supplier-Besi-Tua-di-Malang.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="219" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOHctGVh6zMPxqnZ50qlajZ41qVX4dDaf_lco-YaHXN5sOxQ6xEuhFVDAKcsXcS8JcMc-hg08gDO8pUvYL6POt8AYaiQXPI1PnSCv24imW89J9Q8MHtyfp8SQciwgFttfPJjzWNjG-N7Y/s320/Supplier-Besi-Tua-di-Malang.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: left;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: left;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Oleh:
Fajar Saputro</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Konon, pada akhir abad ke
15 dan awal abad ke 16, tepatnya ketika masa keruntuhan impermium Majapahit—para
pengikut yang masih setia hingga berakhirnya masa kejayaan Majapahit akhirnya lari
dan berpencar ke berbagai wilayah Nusantara: prajurit lari ke Bali, para Kesatria
dan Punggawa memilih lari ke arah utara dan selatan, sedangkan Empu lari ke
Madura dan berkumpul dalam sebuah desa yang bernama Aeng Tongtong, Soengenep
(Sumenep). Hingga hari ini, desa itu dikenal sebagai desa penghasil keris.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada suatu masa, saya
pernah bingung ketika membedakan antara <i>Pandhe</i>
dan <i>Empu</i>. Untuk menemukan perbedaan
antara keduanya, saya memilih jalan yang berputar-putar.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Begini.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="background: white; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Profesi
tukang kayu, dalam budaya Jawa disebut <i>Undhagi</i></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">.
<span style="background: white;">Ahli kuningan disebut <i>Gemblak</i>. Ahli tembaga disebut <i>Sayang</i>.</span>
<i><span style="background: white;">Jlagra</span></i><span style="background: white;"> adalah seorang yang mempunyai keahlian dalam
bangunan, terutama pada struktur batunya; sederhanya adalah tukang batu. <i>Kundhi</i></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"> adalah </span><span style="background: white; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">pengrajin gerabah, pembuat batu bata, genteng, dan lain-lain.
<i>Pandhe</i> sebutan untuk seorang ahli
besi</span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">.</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">
Sedangkan <i>Empu</i>, satu tingkat di atas <i>Pandhe</i>.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kemampuan Empu dalam
bidang metalorgi, dunia perbesian—dalam konteks khasanah keilmuan Nusantara
yang notabene bukan wilayah penghasil besih (terbesar)--sungguh merupakan pengetahuan
yang sangat ampuh dan misterius. Keris adalah salah satu produknya, merupakan senjata
tusuk yang memiliki kekuatan magi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bagaimana tidak, dari
bahannya saja, keris diciptakan dari dua unsur semesta: unsur bumi (pasir besi)
dan langit (meteor). Saya tidak tahu, apakah ini ada kaitannya dengan konsep
‘Ibu Bumi Bapa Angkasa’ yang merupakan simbol kesempurnaan? Yang jelas, hingga
hari ini, sebagian dari masyarakat kita masih percaya bahwa, keris adalah benda
yang memiliki kekuatan supranatural.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Mengapa demikian?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ya
ndak tau</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">. Tapi, menurut informasi dari salah seorang karib,
cara pembuatan keris mirip dengan—ketika sesorang menggulung dinamo: ditarik
dan diulur. Awalnya, bahan yang berasal dari pasir besi itu dipanaskan dengan
suhu yang sangat tinggi, kemudian dibentuk dengan cara dipukul. Pada saat
proses dipukul-pukul itulah material yang non-metal akan <i>merothol</i>. Setelah itu, masih dalam keadaan suhu yang tinggi, besi
yang dipukul-pukul akan <i>modhot</i>, lalu
dilipat (sehingga menjadi pendek), dipukul lagi, dilipat lagi, dan seterusnya.
Pada proses itulah, keris memiliki kandungan elektro-magnetik. Dan, ditambah
dengan bahan meteor—yang secara <i>nature</i>
memiliki komposisi kimia tertentu, selain akan menjadi <i>yoni</i> (motif atau <i>sret-sret</i>
berwarna putih pada badan keris), tidak mustahil jika keris dapat mengacaukan
sistem medan elektromagnetik yang berada diluar dirinya—oleh budaya dijuluki
sebagai <i>daya</i> (baca: kekuatan).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada tahun 1930,
meminjam M. C. Ricklefs dalam bukunya yang berjudul: Mengislamkan Jawa; bahwa
tahun tersebut merupakan masa depresi ke-2 (depresi pertama adalah tahun 1830,
yakni perang Diponegoro) di mana banyak sekali problem-problem ekonomi yang
membuat sebagian penduduk Madura merantau ke Surabaya. Ketika itu, Surabaya
merupakan kota industri yang dipersiapkan untuk mem-<i>backup</i> kepadatan lalulintas perdagangan Batavia yang notabene sebagai
pusat industri. Sedangkan empu yang berkumpul di Madura tadi, tak luput dari
dampak krisis ekonomi. Akhirnya mereka merantau ke Surabaya, beralih profesi
sebaga reparasi bus, reparasi kereta, dan lain-lain—yang tentu masih berkaitan
dengan dunia perbesian.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kemudian, pada masa
berakhirnya masa kolonilaisme, dan terjadi nasionalisasi di segala bidang, di sinilah
cikal-bakal motif perdagangan besi-besi tua itu. Misalnya, kasus Perusahaan Pelayaran Kerajaan
Belanda: K.P.M (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) yang didirikan pada tahun
1888 untuk melayani pelabuhan-pelabuhan besar, juga pulau-pulau kecil untuk
keperluan pemerintahan dan kepentingan kolonial Belanda menghubungkan
pulau-pulau di Indonesia. Ketika Indonesia merdeka, dan secara resmi K.P.M
digantikan oleh PELNI, perusahan (dengan nama) baru itu tidak berhasil menyamai
kesuksesan K.P.M. Ditambah keterbatasan kemampuan memelihara, dan keterbatasan <i>sparepart</i>, maka jadilah ia besi-besi tua
yang kemudian dilirik oleh orang Madura sebagai sebuah peluang bisnis.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada perkembangannya,
laiknya rantai makanan, bisnis besi tua pun secara alamiah membentuk rantai
bisnisnya sendiri. Bayangkan saja nasi tumpeng; bagian paling atas adalah
pabrik, lalu di bawahnya adalah para saudagar besi tua. Di bagian ini, klas
saudagar besi masih dibagi lagi menjadi: A1, A2, dan A3. Dan, di bawahnya lagi adalah
pengepul, atau tukang rosok. Sedangkan bagian paling bawah adalah para
pemulung. Ketika kesadaran ‘rosok’ terwariskan kepada banyak orang, maka
muncullah sistem ‘Bank Sampah’. Dan, secara otomatis rantai bisnis besi tua
ditambah satu gandul lagi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pertanyaannya adalah,
apakah para pedagang besi tua ini adalah para <i>empu</i> dalam versi yang non-spiritual, laiknya <i>pandhe</i> yang wawasan metalorginya menyublim dalam bentuk yang lain?
Tentu saja jawabannya tidak. Atau, kita ambil jalan tengahnya: tidak tahu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Justru yang lebih mengganggu
pikiran saya adalah: siapakah Madura, jauh sebelum Majapahit dan
kerajaan-kerajaan lain? Dugaan sementara, saya kira Madura adalah kerajaan
Pringgadani. Yakni sebuah kerajaan yang dipimpin oleh raja muda berkumis lebat
bernama Gatotkaca, yang ototnya kawat dan yang paling pentingan adalah tulangnya
<i>bessi, dik, bessi....</i><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Itu!<o:p></o:p></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-27660512061888388172017-02-11T11:18:00.000-08:002017-02-11T11:18:02.270-08:00TUKANG PARKIR DI ATM<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiONAzRGgjuouIkXeV7jUZPH01h6OYucD2T9-r2tt5jZuE2dzl3gJGZiHtZfYUj1SbPsd0Yk4maoGD6rBrYXATMT31nLKD8otucrqIcDA3Ui7jkiQ3gNFOysu9eiH_P46yu-PnKNaQGD5g/s1600/ATM.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiONAzRGgjuouIkXeV7jUZPH01h6OYucD2T9-r2tt5jZuE2dzl3gJGZiHtZfYUj1SbPsd0Yk4maoGD6rBrYXATMT31nLKD8otucrqIcDA3Ui7jkiQ3gNFOysu9eiH_P46yu-PnKNaQGD5g/s320/ATM.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Oleh:
Fajar Saputro<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Uang
bulanan sudah dikirim, hemat-hematlah.” Bunyi SMS dari ibu. Bagai diguyur hujan
di musim kemarau, hatiku gemebayar tak keruan. Dengan motor pinjaman, aku
menuju ATM yang terletak di seberang ujung jalan. Sudah hampir satu minggu ini
aku kehabisan uang, hutang sudah menumpuk di kantin-kampus dan beberapa teman.
Begitu cek saldo, yang tadinya kukira hujan lebat, ternyata hanya gerimis kecil-kecil.
Jatah bulanan tidak bertambah, keluh kesahku tentang naiknya harga-harga tak
memberikan hasil dengan tambahan jatah bulanan. Kutarik selembar, pecahan lima
puluh ribu. Kemudian aku keluar dengan perasaan kecewa. Ketika hendak
menghidupkan motor, seorang laki-laki tua mendekatiku. Memakai baju serba oranye,
ia menyorongkan tangan dipenuhi uang koin yang
digerak-gerakkan: “crik-crik-crik,” bunyinya.<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Berapa, pak?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Lelaki tua itu hanya mengangkat jari
tengah dan telunjuknya, tak sepatah kata pun ia lontarkan. Mungkin maksudnya
adalah dua ribu rupiah. Dengan terpaksa kuambil satu-satunya uang yang masih
hangat dari dalam dompet, kuserahkan dengan perasaan tak rela. Kuharap ia tak
ada kembalian.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ternyata tidak. Lelaki tua itu tetap
mengambil uang yang kusodorkan kepadanya dengan tangan yang bergetar-getar. Aku
terus memandangi tangannya yang telah dipenuhi kerutan usia itu, dan sedang
mengapit uang berwarna biru milikku. Dengan gerakan mendur dan sangat pelan, ia
memasukkan uang jatah bulananku ke dalam tas pinggangnya. Rupanya, tas pinggang
yang tampak tebal itu dipenuhi dengan jibunan uang kertas. Ia tampak lebih
sejahtera dibandingkan diriku. Pak Tua mengambil selembar demi selemabar,
menghitungnya, kemudian menyerahkannya kepadaku. “Sebentar, nak, masih kurang tujuh ribu.
Receh tidak apa-apa?” Tanpa menunggu jawabanku, ia menghitung uang koin yang
ada di tangan kanannya. “Pas,” katanya, sembari menyerahkan uang logamnya
kepadaku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Terpaksa kuterima uang itu dengan
kedongkolan yang berlipat-lipat. “Dia pikir aku mesin ding-dong?” Bibirku
menggerutu. Lalu kutancap gas, menuju warung langgananku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Mau pesan apa?” tanya pemilik warung.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ayam goreng,” masih dengan muka
tertekuk.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kamu kenapa? Kalau belum punya uang,
hutang dulu juga tidak apa-apa.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ada kok, bu, baru dapat kiriman dari
orang tua.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Lalu kenapa mukamu cemberut begitu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Itu lho, bu, tukang parkir yang ada di
ujung jalan sana. Jaga parkir kok di ATM. Memangnya itu ATM miliknya? Setiap
orang masuk, dan mengambil uang, alih-alih menjaga kendaraan, selalu dimintai
uang parkir.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“O, itu Mbah Wi. Kamu belum tahu
ceritanya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku menggelengkan kepala.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kau boleh mendengar cerita ini sambil
menikmati makananmu. O, ya, aku sampai lupa. Kau mau minum apa? Air putih? Sebentar,
biar aku ambil minuman untukmu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ya, jadi begini. Dulu sekali, mungkin jauh
sebelum kau lahir, ada cerita di tempat ini. Sebuah cerita yang mungkin hampir
dialami semua tempat. Desa ini dulunya belum seramai sekarang, masih berupa
perkampungan kecil yang dihuni oleh beberapa keluarga saja. Salah satunya Mbah
Wi, nama panjangnya Nyuwito. Dia seumuran dengan bapakku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Nyuwito adalah laki-laki biasa, hampir tidak
ada yang istimewa dari hidupnya. Sehari-hari pekerjaannya hanya pergi ke sawah
dan ke ladang. Dari situ, sebagian hasilnya ia konsumsi sendiri, sedangkan
sisanya ia jajakan ke pasar. Secara ekonomi boleh dikatakan pas-pasan: tidak
lebih, juga tidak kurang. Memiliki seorang istri yang berasal dari desa
tetangga, dan kini sudah dikaruniai dua orang putera. Tentu kehidupan Nyuwito
tidak melulu tentang pekerjaan dan urusan rumah tangga saja, sesekali ia juga
mencari hiburan laiknya orang pada umumnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sebagai orang kecil yang hidup di desa,
hiburan yang ada ketika itu—jika tidak ketoprak ya wayang—, atau sekadar nonton
<i>klonengan</i> di pendopo desa. Hanya hiburan
rakyat semacam itu yang dapat ia nikmati setelah seharian mandi peluh di sawah
atau ladang yang terletak tidak jauh dari rumahnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Waktu berjalan, hari pun berganti. Ia
merasakan situasi yang kian berubah. Pertunjukan ketoprak mulai mementaskan cerita
yang asing bagi dirinya: dari ‘Romeo Juliet’ hingga Pilistine dan Nazareth’.
Wayang pun demikian. Sering ia mendapati lakon yang diberi judul: <i>Patine Gusti Alah</i>—yaitu cerita tentang
perjudian antara Pandawa dan Kurawa yang berakhir dengan penelanjangan Drupadi
oleh Dursasana. Di tengah tubuhnya yang tanpa busana, suara Drupadi gemetar
dengan kepala yang ia tengadahkan ke atas langit: “<i>Gusti Alah wis mati!</i>”. Protes Drupadi kepada Dewa kerna telah
membiarkan dirinya dipermalukan sedemikian hinanya di depan banyak laki-laki.
Dan celakanya, suaminya sendirilah yang menjadikan dirinya sebagai barang
taruhan. Lakon itu biasanya dikenal dengan nama: <i>Pandawa Dadu</i>, tapi entah kenapa akhir-akhir ini mulai diubah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Klonengan juga tidak jauh berbeda.
Nyuwito sering mendengar gamelan dimainkan untuk mengiringi beberapa orang yang
menyanyikan Sholawat Badar: <i>Sholatullah</i>
<i>Salamullah ‘Alaa Thoha Rosulillah</i>—yang
liriknya diganti <i>solat oleh ora solat
oleh... solat oleh ora solat oleh...</i>.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Perubahan situasi yang dimaksud Nyuwito adalah
keadaan yang mulai memanas. Di lain tempat, ia sering mendapati kelompok yang
bersebrangan juga melakukan ejekan yang sama melalui seni pertunjukan. Maka ia
memutuskan untuk menarik diri dari lingkungan, perasaannya tak enak. Ia tak ingin terlibat, atau terseret-arus yang
tak sepenuhnya ia mengerti. Nyuwito lebih memilih menghabiskan waktu di ladang
dan sawah pada siang hari, dan berkumpul bersama keluarga di malam hari.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Keputusannya kali ini benar. Pada tahun
’65, peristiwa berdarah terjadi di mana-mana, termasuk di desa tempat ia
tinggal. Tidak sedikit orang yang dibunuh dengan terang-terangan oleh
sekumpulan orang entah dengan alasan apa. Korbannya banyak dari kalangan
seniman desa. Mereka diseret dari rumahnya, kemudian disiksa secara
beramai-ramai di tengah lapangan. Setelah dinyatakan mati, mayatnya dikubur
dalam satu liang bersama korban lainnya. Ada juga yang dibuang ke sumur. Nyuwito
adalah salah satu di antara sedikit
orang yang selamat, sebab ia dianggap
tidak terlibat gerakan apapun. Atau setidaknya, dianggap orang yang tak pernah
memiliki masalah apapun baik dengan kelompok tertentu ataupun personal yang
membuat dirinya dapat dituduh sebagai bagian dari golongan yang sedang
berselisih.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Beberapa tahun kemudian siatuasi
berangsur surut, namun masih dengan ketegangan yang sama: mencekam, ruang gerak
terbatas kerna merasa diawasi, dan tak berani bicara sembarangan sekalipun di
dalam rumahnya sendiri. Tapi Nyuwito tetap melakukan pekerjaan seperti
biasanya: ke sawah, ke ladang, dan ke pasar.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Hingga suatu hari, ketika suara
jengkerik dan katak meramaikan suasana malam di sekitar tempat tinggalnya,
pintu rumahnya diketuk agak sedikit kasar. Nyuwito tergopoh-gopoh menuju pintu
sambil membetulkan letak sarung yang sedang ia kenakan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Pak Kepala Desa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Hmmm...,” laki-laki berbadan tambun
masuk dengan memonyongkan bibirnya, “kamu Nyuwito?” Lanjutnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Saya, pak. Mari, pak, silakan duduk.”
Nyuwito kebingungan kerna kedatangan pejabat desa di rumahnya, tak
biasa-biasanya. “Mau minum apa, pak? Biar istri saya buatkan.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Tidak usah repot-repot,” Kepala Desa
masih berdiri, memperhatikan keadaan rumah Nyuwito yang dindingnya terbuat dari
anyaman bambu, atapnya rumbia, dan lantainya masih berupa tanah. Mata Pak Kepala
Desa menyisir setiap jengkal dinding bambu, kepalanya bergerak dari kanan ke
kiri dan ke kanan lagi. “Aku tidak lama, Wi.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Sepertinya ada yang penting, sehingga
harus datang selarut ini.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Betul. Bahkan lebih penting daripada
kepala kita, Wi.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Maksud Pak Kades?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ini soal pembangunan,” yang tadinya Pak
Kepala Desa menghadap dinding bambu, kini ia membalikkan bandan dan menatap
mata Nyuwito. Tatapan yang mengancam, dengan tambahan kata ‘pembangunan’ yang
telah menjadi momok setiap orang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Saya kurang mengerti, tolong bapak
jelaskan.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Tanah milikmu dibutuhkan negara, untuk
pembangunan Wi.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Saya nanti kerja apa, pak?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Nasib buruk bisa terjadi kepada siapa
saja, termasuk kepada orang baik. Pikirlah masak-masak.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Merasa telah menyampaikan maksud dan
tujuannya, Pak Kades keluar dari rumah Nyuwito. Sedangkan lelaki bertubuh kurus
itu mengiringi tamu agungnya hingga keluar halaman rumah dan kemudian
menghilang di kegelapan malam.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Beberapa minggu berselang setelah kedatangan
Pak Kades di rumahnya, ketiaka ia sedang menggarap sawah, beberapa orang
mendatangi tanah garapannya. Salah seorang berpakaian safari sedang menaikkan
kaki kanannya pada gundukan tanah pematang, matanya yang dilindungi kacamata <i>rayben</i> seperti sedang menyisir seluruh
hamparan tanah milik Nyuwito. Sedangkan yang lain, berkumpul di belakang lelaki
bersafari sambil berbicang-bincang. Pak Kades salah satu di antaranya.
Keberadaan Nyuwito seperti tak diperhitungkan. Sekitar sepuluh atau dua puluh
menit kemudian, rombongan itu pergi dengan
mobil yang mereka bawa. Kecuali Pak Kades. Segera Nyuwito mendekat,
memanggil-manggil pejabat desa itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Pak... Pak... Ini ada apa, ya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Bukankah aku sudah menyampaikannya
kepadamu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Tapi bukan berarti saya setuju.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ingat, Wi, ini untuk pembangunan.
Jangan kau mempersulit dirimu sendiri. Jangan sampai namamu masuk dalam daftar
Benang Merah<a href="file:///E:/Tulisan/35.%20TUKANG%20PAKARKIR%20DI%20ATM.docx#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></a>.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Nyuwito terdiam sejenak, ia tampak tak
berdaya. “Tanah saya mau dibeli berapa,” suaranya terdengar rendah. Kepalanya
tertunduk.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Seribu rupiah per meter, Wi.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Murah sekali, pak?! Lantas bagaimana
dengan nasib saya selanjutnya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Wi, aku cuma kepala desa. Tak bisa
memikirkan nasib orang per orang.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ini namanya pemaksaan!” Nyuwito
membanting lumpur yang tertempel di tangannya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kau yang menentukan nasibmu sendiri,
Wi. Aku sudah berusaha mencarikan jalan tengah untukmu. Terimalah keadaan ini
sebagai kenyataan.”<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">***<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pintu rumah nyuwito digedor. Ia
terbangun dari tidurnya, membukakan pintu. Belum habis kegundahan hatinya akan
nasib tanah leluhurnya—sekarang ia dikagetkan oleh suara gedoran pintu di malam
yang pekat. Ketika pintu dibuka, beberapa orang asing tengah berdiri di beranda
rumahnya. Ada tiga orang: bersepatu lars panjang, badannya tinggi besar, dan
rambut yang dicukur cepak. “Kamu Nyuwito,” tanya salah satu tamunya. Belum
sempat ia menjawab, ketiga orang asing itu pergi meninggalkannya yang tengah gemetar
di ambang pintu. Setelah kejadian itu, hari-harinya terasa tak nyaman. Nyiwito
merasa sedang diikuti ke mana pun ia pergi: sawah, ladang, bahkan ketika
berjualan di pasar. Sering ia melihat laki-laki dengan model rambut cepak mondar-mandir
di pematang sawahnya, laki-laki itu terus memperhatikan gerak-geriknya. Dan
yang paling sering ia alami adalah ketukan pintu di malam hari yang hanya
sekadar bertanya namanya—lalu pergi. Keteguhan hatinya untuk mempertahankan
tanah warisan, membuat ia harus menerima perlakuan fisik. Pernah suatu hari, ketika
Nyuwito sedang tekun-tekunnya mencangkul tanahnya di ladang, beberapa orang
mendatanginya dan menodongkan bedil di kepala. Pertanyaan mereka masih sama:
“kamu Nyuwito?” lalu mereka pergi seperti yang sudah-sudah. Gertakan itu tak
membuat Nyuwito surut. Dan puncaknya,
Nyuwito dihajar hingga babak-belur. Hidungnya berdarah, telinganya, juga
matanya. Kejadian itu membuat penglihatannya mulai mengabur.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Sudahlah, pak, jual saja. Jangan
mempersulit diri. Kasihan anak-anakmu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Hanya tanah ini yang masih
menghubungkanku dengan leluhurku, bu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Pak, kau tahu, kenapa Sengkuni
diperkenalkan sebagai tokoh yang licik? Kerna yang menang adalah pihak Pandawa.
Sudahlah!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Nyuwito pun akhirnya menyerah. Di suatu
sore yang rembang, ia mendatangi rumah Pak Kades membawa map yang berisi
surat-surat tanah dan rumahnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Akhirnya kau datangan juga, Wi. Dengan
sukarela.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Iya Pak,” sambil meletakkan map yang ia
bawa di atas meja.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Jadi kau sepakat dengan harga yang
kutawarkan?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Berilah saya harga yang pantas.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pak Kades masuk ke dalam kamar, lalu
kembali membawa amplop. “Ini,” diserahkannya amplop itu kepada Nyuwito.
“Hitunglah!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Nyuwito menerima amplop dari tangan Pak
Kades, ia mulai menghitung. “Lho, pak, kalau cuma segini berarti tanah saya
hanya dihargai seribu rupiah per meternya?!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Baik, ini penawaran terakhir. Tanah dan
rumahmu akan dihargai tiga ribu rupiah per meter. Tandatangani surat ini dulu,”
Pak Kades menyorongkan secarik kertas kepada Nyuwito. “Sisanya,” lanjut Pak
Kades, “akan kuserahkan sendiri ke rumahmu. Tunggulah!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Nyuwito pulang ke rumahnya ketika langit
sudah gelap sempurna. Dan semenjak saat itu Nyuwito menunggu kedatangan Pak
Kades di rumahnya. Pagi, ia sudah duduk di teras rumahnya yang hanya dihiasi
bangku panjang yang terbuat dari bambu. Pak Kades belum datang. Ia berdiri,
masuk ke dalam rumah, mempersiapkan dua gelas kopi. Di bangku bambu itu, kopi
telah menjadi dingin. Tamu yang ia tunggu-tunggu masih belum datang juga.
Sedangkan langit sudah sore, “mungkin Pak Kades datang nanti malam,” pikirnya.
Lalu Nyuwito bangkit dadi duduknya, membawa dua gelas kopi yang telah ia
persiapkan sedari pagi tadi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Keesokan harinya pun masih sama, hingga
tak terasa presiden telah ganti sebanyak empat kali. Dan Pak Kades yang pernah
berjanji akan datang itu sudah lama tak menjabat sebagai Kepala Desa di kampung
itu. Malah menurut kabar yang beredar, beberapa bulan yang lalu, mantan kepala
desa itu telah meninggal dunia.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada suatu hari yang tak
disangka-sangka, beberapa orang mendatangi rumahya. Mereka memperkenalkan diri
sebagi pegawai yang diutus oleh perusahaan Perumahan Nasional dan meminta
Nyuwito beserta keluarga untuk segera mengosongkan tempat—sebab rumah yang ia
tinggali, kata pegawai itu, berdiri di atas tanah milik negara.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pindahlah Nyuwito dan istrinya ke desa
sebelah. ia menyaksikan bagaimana rumahnya dirobohkan oleh buldozer, lalu
diurug dengan tanah-tanah baru. Lalu lalang truk pengangkut urugan tanah dan
bahan-bahan bangunan, menyulap rumah dan tanah milik leluhurnya menjadi sebuah
perumahan baru. Tapi, ia tetap berdiri di atas tanah bekas rumahnya. Di ujung
jalan, tempat di mana ATM itu kini berdiri, di situlah dulu Mbah Wi tinggal
bersama keluarganya. Seperti yang sudah kau tahu, sampai sekarang ia tetap
menunggu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Beberapa minggu yang lalu istrinya
meninggal, dan anak-anaknya telah merantau di lain kota. Pernah dia dibujuk
oleh salah seorang anaknya untuk tinggal bersama, tapi Mbah Wi menolak:
“Biarkan akan menyelesaikan urusan ini hingga tuntas. Terserah siapa yang nanti
akan selesai duluan: umurku, atau hutang Pak Kades.”<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada sendok terakhir, di penghujung
makan malamku, cerita itu selesai. Sesekali kudengar mesin kendaraan masuk ke
dalam warung, menemaniku menikmati cerita yang tak mungkin kudapatkan di
manapun tempat. Sendok terakhir kuangkat, mulutku sudah terbuka, bersiap-siap
untuk melahapnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Sudah habis makananmu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ini, tinggal sesendok lagi.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kamu dengarkan semua ceritaku tadi?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Dengar, bu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Pesanku, jika suatu hari nanti kamu
bertemu dengan Mbah Wi, atau Mbah Wi-Mbah Wi yang lain di ATM manapun, usulku,
tak usah kau membahas tentang retribusi. Dua ribu rupiah tak akan membuatmu
menjadi miskin, dan dua ribu rupiah tak akan membuatnya menjadi kaya. Jika kau
ingin memberi, berilah. Terserah kau artikan pemberian itu sebagai amal
kebaikanmu, atau kewajibanmu atas jasa keamanan kendaraanmu. Terserah. Setiap
orang memiliki cerita, itu akan menjadi alasan masing-masing orang—kenapa melakukan
sesuatu: entah kau pandang rendah sebagai standart hidup, atau apapun nama yang
kau berikan untuknya. Satu pesanku kepadamu: jika kau ingin menerima, maka
satu-satunya hal yang harus kamu lakukan adalah memberi.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Mak
deg!<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku langsung meletakkan sendok yang
hendak kumasukkan ke dalam mulut, tak jadi kumemakannya. Entah kenapa tiba-tiba
rasa kenyang menyelinap ke dalam perutku. Benar juga nasihat ibu pemilik warung
itu. Kata-katanya membuatku teringat pada jumlah saldo di rekeningku dan
hutang-hutang yang telah menumpuk di kantin kampus. Ya... ya... ya... memang
benar kata ibu pemilik warung itu. Seharusnya, aku jalan kaki saja ke ATM tadi.<o:p></o:p></span></div>
<br />
<div>
<!--[if !supportFootnotes]--><br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<div id="ftn1">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///E:/Tulisan/35.%20TUKANG%20PAKARKIR%20DI%20ATM.docx#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; line-height: 115%;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"> Istilah untuk orang yang masih
ada kaitan atau masih termasuk keluarga PKI<o:p></o:p></span></div>
</div>
</div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-13737449730731653512016-12-20T10:51:00.002-08:002016-12-20T10:51:33.141-08:00BUNG, MENGAPA GERANGAN DI SANA?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAH06pkYbH_ZmSfnmFWkotZiD_V8HtdlRCaTAvEsuENNz_GmMUiYavueq2prUanVWbTV5wJ_xLI79J1YwIcrL3YuHIS99pOhV5-CCNrN3v0cCgOfA7rQHyL9OM8PBFRfs1RmZcunJiKyo/s1600/patung-soekarno.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="186" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAH06pkYbH_ZmSfnmFWkotZiD_V8HtdlRCaTAvEsuENNz_GmMUiYavueq2prUanVWbTV5wJ_xLI79J1YwIcrL3YuHIS99pOhV5-CCNrN3v0cCgOfA7rQHyL9OM8PBFRfs1RmZcunJiKyo/s320/patung-soekarno.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Oleh:
Fajar Saputro<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Bung,
hari ini aku hendak mengunjungi tempat peristirahatanmu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Menuju
selatan, berbekal kembang setaman dan juga rindu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Satu
jam... dua jam...<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Jauh
nian, bung?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Kau
dibuang, atau disemayamkan?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sengaja
dijauhkan, agar kau dilupakan?!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Tapi
tidak bisa!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sudah
71 tahun negeri ini telah engkau proklamirkan,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">dan
seketika itu juga kita menjadi bangsa yang merdeka. Siapa yang tak tahu itu?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Tapi
begini, bung.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Meskipun
kini engkau telah tiada, wajahmu, bung, gambarmu, masih menghiasi baliho dan
spanduk-spanduk di manapun berada.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Terutama
saat pemilu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Potretmu
dicentelkan di pohon, ditempelkan di tiang-tiang listrik seperti iklan badut
dan sedot WC.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Maafkan
mereka, bung.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Maafkan
mereka yang dengan sengaja berak dan berdahak di negeri yang pernah mati-matian
engkau perjuangkan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sungguhpun
nama dan wajahmu dijual-jual, mereka takkan pernah berani berkata:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">“<i>Heeeh... kekejera kaya manuk branjangan,
kopat-kapita kaya ulo tapak angin... Hei, Landa! Iki dadaku!</i>”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Tapi
itu dulu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Kini
kau hanya patung yang berdiri di pertigaan lampu setopan sambil mengapit
tongkatmu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Mengapa
gerangan di sana?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Mengapa
berdiri di sana, bung?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Apakah
kau di suruh orang-orang itu untuk menyambut para pelancong yang datang ke
kotamu, seraya mengucapkan:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">“selamat
datang di kota Blitar”?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Turun,
bung!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Engkau
bukan Dwarapala.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Demi
Allah, bung, turunlah!<o:p></o:p></span></div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-62844156494215506112016-12-13T19:38:00.000-08:002016-12-14T01:52:08.979-08:00DEBUR DAN OMBAK, DEBAR DUKA-CITAKU<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyJdC1BTkdIJfrD86DLsW7pqhGa9YQI-AcAt7DRrERWvYqU5kguUkBHqGjerc7Jq6ydIrupaFl3tJ_nXCkbZ8btXqL_wfgPLJNC8x4AsqeX7auXGGZIbG_ir3Vq_HO1n_bHyQ2H0G-bL4/s1600/DEBUR+DAN+OMBAK%252C+DEBAR+DUKA-CITAKU.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="233" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyJdC1BTkdIJfrD86DLsW7pqhGa9YQI-AcAt7DRrERWvYqU5kguUkBHqGjerc7Jq6ydIrupaFl3tJ_nXCkbZ8btXqL_wfgPLJNC8x4AsqeX7auXGGZIbG_ir3Vq_HO1n_bHyQ2H0G-bL4/s320/DEBUR+DAN+OMBAK%252C+DEBAR+DUKA-CITAKU.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: left;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Oleh:
Fajar Saputro</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aceh pernah melahirkan
perempuan-perempuan perkasa pada setiap masanya, sebut saja: Ratu Nahrasiyah,
Sultanah Safiatuddin Syah, Ratu Inayat Zakiatuddin Syah, Sultanah Nurul Alam
Naqiatuddin Syah, Ratu Kamalat Zainatuddin Syah, Keumalahayati, Cut Nyak Dien,
Cut Meutia, Pocut Baren, Pocut Meurah Intan dan masih banyak lagi yang lain.
Kisah-kisah heroisme dan juga semangat baja mereka—bisa kita jumpai pada
hikayat-hikayat atau buku-buku di perpustakaan. Meskipun demikian, rengginas
dan kekuatan mereka—ia hanya ada di suatu masa yang telah jauh, sulit sekali
kita menyusuri jejak-jejaknya dengan data dan catatan-catatan yang akurat.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Untuk itu, mari kubagikan segelaran
cerita. Tentang seorang perempuan, namanya Cut. Lahir di Simeulue, 5 Mei 1980.
Awalnya ia hanya seorang perempuan biasa, seperti kita semua pada mulanya.
Mengutip dari seorang penulis asal Amerika, Georgoe R.R Martin, suatu hari ia
pernah berkata: <i>we’re all the heroes of
our own stories</i>. Maka Cut bisa jadi aku, atau kamu, mungkin juga mereka,
bahkan Cut bisa jadi adalah kita semua yang mengalami nasib sama. Dan yang
paling penting, hari ini Cut hidup di tengah-tengah kita semua.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ya, namanya Cut. Perempuan dari
pulau kecil di seberang daratan Aceh. Berprofesi sebagai <i>rescuer</i>, yakni satu-satunya perempuan yang bergabung dengan Tim SAR
Banda Aceh. Laut ia selami, sungai ia susuri, gunung ia jelajahi, dan hutan ia
masuki untuk menolong dan mencari korban-korban yang hilang kerna sebuah
musibah. Setiap operasi yang dijalaninya, ia lakukan dengan semangat baja.
Menjadi tim penyelamat, sudah menjadi alur di aliran darahnya. Itulah yang
membuatnya sangat istimewa.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Istimewa yang kumaksud adalah
tentang ketahanan fisiknya sebagai seorang perempuan yang harus melewati banyak
sekali medan dengan kesulitan yang bermacam-macam bentuknya. Juga kekuatan
mentalnya, sebab terlebih dahulu ia harus menaklukkan ketakutan-ketakutan di
dalam dirinya sendiri ketika dihadapkan dengan keadaan yang buruk saat
menjalani sebuah operasi-operasi penyelamatan.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dengan risiko yang sebesar itu, apa
sesunggunya yang sedang Cut cari?<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tapi, setangguh apapun Cut saat
mengenakan seragam, ia tetaplah manusia yang juga menjalani mekanisme semesta,
mengalami dinamika kehidupan: ada jatuh, lalu mungkin ia bangun, juga rindu,
dendam, cinta, dan bisa jadi ada sakit hati yang teramat perih. Siapa tahu?
Yang jelas, keberadaannya mendekatkan kita kepada sesuatu yang jauh; yaitu
tentang begitu perkasanya Keumalahayati, Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Pocut
Baren, Pocut Meurah Intan dan
lain-lain—yang bisa kita lihat pada diri perempuan yang satu ini.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tidak berlebihan rasanya bila
kukatakan, bahawa Cut adalah perempuan perkasa yang dilahirkan negeri Aceh pada
masa sekarang. Perempuan hebat yang bisa kita saksikan dari jarak yang sangat
dekat.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Maka kepada perempuan-perempuan
hebat itu, dan juga Cut, mungkin diantara kita ada yang ingin bertanya: apakah
gerangan yang mebuat kalian sekuat itu menjalani persoalan hidup yang rumit
ini? Kekuatan apakah yang ada di balik semua ini yang membuat kalian berubah menjadi
perempuan perkasa dan tangguh menghadapi banyak sekali masalah dan juga
kesulitan-kesulitan?<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Jika boleh kuajukan pertanyaan yang
sedikit lancang, dan semoga saja tidak keliru: apakah bernar semua ini ada
hubungannya denga persoalan cinta?<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Apakah mungkin sesederhana itu?<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Atau ada kemungkinan lain?<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Atau malah
justru aku yang sedang menyederhanakan masalah?</span><br />
<span style="font-family: 'times new roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 36pt;">Entahlah!</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">***</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Cut,” salah seorang kawan menghampiriku
selepas apel pagi. “Pak Kepala mencarimu, kau disuruh menghadap di ruangannya.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Sekarang?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Iya.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Oke, terima kasih.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku langsung bergegas menuju kantor Pak
Kepala. Di depan pintu aku berhenti sebentar, tak langsung masuk. Beberapa
detik, aku mengetuk pintu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Yak, masuk.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Selamat pagi, pak. Bapak panggil saya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“ Ini,” sepucuk surat disodorkan
kepadaku. “Ada undangan untukmu, dari Jakarta.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Siapa, pak?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Buatmu. Bacalah dulu!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku merobek amplop putih berlogo, lalu
membacanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Duduklah, Cut!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Siap!” Aku duduk, dan masih terus
membacanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Apa katanya, Cut?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Saya diundang sebagai salah satu
narasumber utama, pak.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ya sudah, kamu berangkat.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Diizinkan, pak?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pak Kepala mengangguk, itu berarti
setuju. Lantas aku berdiri, meberi hormat kepadanya: “terima kasih, pak.” Beliau
berdiri, mengulurkan tangan. Kusambut jabatan tangannya penuh dengan perasaan bangga.
“Ya sudah kalau begitu,” Pak Kepala menutup perbincangan kami. Aku pamit meninggalkan
kantor Pak Kepala, bergabung kembali bersama yang lain.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Satu jam, dua jam... tak terasa waktu
berjalan begitu saja, berputar dengan cepat. Sore pun tiba. Aku hendak pulang
menuju asrama. Tapi kupikir lebih baik mampir dulu sebentar, duduk-duduk di pinggir
pantai menikmati senja dan hidayah yang berwarna jingga. Hingga beberapa hari
setelah menerima surat itu, aku makin sering berkunjung ke pantai untuk
menikmati hal yang sama indahnya. Telepon genggamku berbunyi: “Halo?! Ya, selamat sore. Betul, saya
sendiri?!. O, sudah... sudah...” Di sebalik telepon, seorang perempuan
memperkenalkan diri sebagai tim kreatif kepadaku. Ia mengatakan tentang hal yang
kurang-lebih hampir sama dengan isi surat yang kuterima beberapa hari yang
lalu. Perempuan itu ingin memastikan ketersediaanku atas undangan tersebut. Aku
menyanggupinya. Lalu ia mengatakan beberapa hal teknis, aku hanya
mendengarkannya dan hanya sesekali saja menjawab. Sampai suara di sebalik
telepon itu berhenti, aku melanjutkan rutinitasku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Hmmm...
Andai engkau dapat melihat apa yang sedang kunikmati hari ini, tatkala waktu
lunas di puncak sore. Dengan latar remang, juga warna kuning dan merah yang
saling isi, saling memasuki; sungguh nyata kusaksikan bahwa rindu takkan pernah
kemarau. Tak pernah, kekasih. Kenangan itu masih kerasan di pucuk kening. Angan
yang terlanjur menyemak, membelukar diembus-embus angin, ditiup-tiup asmara
juga amarah. Aku suka mencium wangi-aroma laut, juga anginnya, suara air yang
naik ke pantai kemudian mundur ke samudera. Atau sekadar ingin mendengar bunyi perickan
yang pecah sebab menabrak-nabrak bebatuan. Ya, cinta bisa sama besarnya dengan
keyakinan. Mata bisa saja ditipu, maka jangan hanya melihat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sampai pada suatu hari, 21 Oktober 2016.
Pagi. Bahkan masih pagi sekali. Aku sudah siap, duduk di beranda-asrama dengan segala
perlengkapan: satu stel pakaian rapi yang kukenakan, dan satu tas ransel
bawaanku yang isinya macam-macam. Sesuai undangan, dan informasi melalui telepon
tempo hari, hari ini aku akan dijemput seseorang yang diutus untuk mengantarku
ke Bandara Sultan Iskandar Muda dengan tujuan-akhir Bandara Soekarno-Hatta. Lokasi
undangannya di Kebun Jeruk – Jakarta Barat; di salah satu studio—stasiun
televisi milik swasta yang terletak di lantai 6. Peristiwa ini adalah
pengalaman pertamaku, tentu saja aku gugup. Aku belum bisa membayangkan
bagaimana nanti suasananya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku masih di sini.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Duduk dengan kepungan butir-butir kabut,
dan cuit burung yang bertengger di hamparan kabel-kabel lampu jalan raya yang
tampak masih menyala. Tidak begitu lama, burung-burung itu bubar ke angkasa. Disusul
kokok ayam jago yang suaranya panjang, dan terdengar gagah sekali.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ya, ya... pagi itu kurasa memang agak
sedikit dingin. Suasana serba putih di sekelilingku lambat-laun terang, kabut sirna
disapu oleh sinar matahari. Dan aku pun masih duduk sendiri. Di kursi,
merebahkan seluruh beban punggungku di sandaran. Meletakkan semua tanganku, dan
seluruh persoalan yang diembannya. Aku tahu, suasana seperti ini kerap mengantarku
kepada masa lalu yang telah jauh; sebuah masa yang sangat ingin kupendam
dalam-dalam. Tapi, diam-diam ia selalu kugali, kemudian kupeluk-peluk lagi.
Kubuang, lalu kupungut dan kusayang-sayang lagi. Seperih apapun sakit hati,
sudah kodrat manusia sebagai <i>ahsani
taqwim</i>; ia adalah sebaik-baik makhluk ciptaan. Ia lebih kuat dari
penderitaan yang ditakdirkan untuk dirinya, ia lebih perkasa dari persoalan hidupnya
sendiri. Sadar atau tidak dengan potensi ini, semacam ada kecenderungan-psikologis
pada diri manusia untuk memelihara kesakitan-kesakitan sebagai kenikmatan
personal yang melankolik. Sebuah kenikmatan yang hanya ia sendiri yang dapat
merasakannya: di dalam kamar, gelap, bantal yang basah, iringan lagu-lagu
kenangan yang dapat mendukung suasana. Sepi selalu saja istimewa, yaitu
kerelaan untuk kadang-kadang ditinggalkan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Seperti pagi ini.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Beberapa lama kurasakan hening itu telah
berada di titik beku, dan selalu kusaksikan persoalan-persoalan pergi
meninggalkanku sendirian. Setelah rinduku lunglai, rasa geram menyelinap tanpa
bau dan juga suara. Menyusup dengan pelan. Tahu-tahu kuremas kursi kayu pada
bagian sandaran tangan, kuat-kuat. Kuremas ia, seakan-akan kami saling
berhadapan: “Kenapa kamu tega meninggalkanku, heh? Kenapa?!” Napasku memburu,
seperti ada rasa hangat yang menyebar disekujur tubuhku sehitungan jemari
tangan kanan. Berpindahnya marah, kemudian senang, tiba-tiba sedih, dan tahu-tahu
rindu yang teramat sangat membuatku tersiksa. Hampir 12 tahun lamanya ia
membekapku dari dalam, tentu saja ini di luar kendali. Untung saja lima atau
sepuluh menit berlalu, sebuah mobil masuk ke halaman: jenis minibus. Ia
berhenti pas di depan asramaku. Seorang laki-laki turun dari mobil, menghampiriku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Dengan ibu Cut?!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ya, saya sendiri?!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Mari, silakan masuk. Ibu akan berangkat
pada jadwal penerbangan pertama.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Laki-laki itu membimbingku menuju ke
dalam mobil, membukakan pintu, dan mempersilakanku masuk. Dan kami pun
berangkat. Sepanjang perjalanan menuju bandara, aku hanya diam, merasakan
sesuatu di dalam diri seperti ada yang bergetar, getir ini akan kuceritakan
semua. Semuanya. Dan semoga engkau—, yang entah ada di mana, melihatnya.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku sudah berada di Bandara Sultan
Iskandar Muda. Sedangkan laki-laki itu masih mengiringiku hingga ke loket untuk
<i>counter chek in</i>. Setelah semua urusan
keberangkatan selesai, ia pamit undur diri. Aku mengucapkan terima kasih,
kemudian ia berlalu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Kulangkahkan kakiku perlahan, menuju
terminal pesawatku. Tapi jadwal penerbanganku <i>delay</i>. Aku duduk di ruang tunggu bersama penumpang lain. Ada yang
gelisah, ia terus memandangi arlojinya. Ada yang tampak marah, memprotes petugas
jaga. Tapi ada juga yang acuh, ia asik dengan ponselnya. Gerak-gerik manusia,
suara-suara, menemaniku sepanjang dudukku—hingga pada saat giliranku untuk berangkat,
pesawat terbang mengantarku pergi ke Jakarta.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kurang-lebih 3 jam lamanya, aku sampai di bandara Soekarno-Hatta. Seorang sopir menjemputku. Dari Cengkareng,
kami menuju ke arah timur melewati jalan Daan Mogot hingga sampai di daerah
Kebon Jeruk 30 menit kemudian. Sampai di studio, aku dipertemukan oleh sopir tadi
dengan tim kreatif yang meneleponku beberapa waktu yang lalu. Setelah bertemu,
aku disuruhnya duduk di ruang tunggu. Di sana sudah ada seorang wanita
separuh-baya yang model rambutnya di cukur pendek. Kami saling melempar senyum,
saling menundukkan kepala. Tidak lama waktu berselang, seorang perempuan muda
datang. Tubuhnya mungil, mungkin masih umur dua puluh tahunan. Dia memakai
kerudung, tampak cantik sekali. Tidak lama dari kedatangan perempuan muda tadi,
seorang perempuan lagi datang. Tinggi, kurus. Juga masih muda, dan berjilbab.
Ia juga menebarkan pesona yang menawan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tim kreatif datang. Satu persatu kami
dibimbing menuju ruang <i>make-up</i>. Aku
dan perempuan yang datang terakhir, mendapat giliran berikutnya. Mungkin ada
sekitar 1 jam, kini giliranku dipanggil, berdua dengan peremupuan tadi. Di
sana, di ruang <i>make-up</i>, ada 3 kursi
rias yang dilengkapi dengan cermin setinggi 2 meter panjangnya. Dua perempuan
yang masuk di awal tadi, masing-masing sudah mengenakan seragamnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku dirias, tapi tidak banyak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Setelah selesai, kini ada empat perempuan
dengan seragam masing-masing. Kami berpindah ke ruang lain. Di sana, kami sudah
ditunggu oleh pembawa acara dan dua orang laki-laki: yang satu tua, yang satu
lagi masih terlihat sangat muda. Bertujuh, ditambah dengan tim teknis, kami
duduk bersama. Melingkar. Ini adalah sesi <i>breafing</i>
sebelum perekaman. Dari sini aku tahu bahwa dua laki-laki itu adalah narasumber
yang duduk di bangku penonton. Sesi ini merupakan upaya untuk mengatur konten
acara, termasuk hal-hal apasaja yang akan ditanyakan kepada narasumber; juga <i>joke</i> yang akan dilemparkan saat
perekaman.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Beberapa lama berada dalam sesi <i>breafing</i>, aku jadi tahu bahwa beliau,
perempuan berambut pendek, adalah seorang <i>test
pilot</i>, atau pilot uji coba yang bekerja untuk PT. Dirgantara Indonesia.
Dengan seragam <i>coverall</i> berwarna
coklat muda, atau <i>wearpack</i>, perempuan
itu terlihat gagah sekali. Dia mendapat giliran perekaman pada segmen 1 dan 2.
Perempuan muda bertubuh mungil, yang mengenakan PDL berwarna merah, adalah
anggota Manggala Agni untuk wilayah Damkar Palembang – Sumatra Selatan. Mendapat
giliran perekeman pada segmen ke-3. Kemudian, perempuan ketiga yang memiliki
tubuh tinggi dan berperawakan kurus, ia memakai seragam PDH berwarna coklat
tua. Dia adalah anggota Satuan Brimob wilayah Yogyakarta. Berpangkat Brigadir
Satu, dan seorang penembak jitu. Mendapat giliran perekeman pada segmen ke-4.
Sedangkan aku, mendapat giliran terakhir, segmen 5 dan 6.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Selesai. Kami berempat diarahkan duduk
di belakang studio berdasarkan urutan. Musik pengiring mengalun, tepuk tangan para
penenton bergemuruh.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kisah tentang perempuan-perempuan yang
memilih profesi yang biasa digeluti oleh para kaum pria,” kata pembawa acara,
“selalu menarik untuk diceritakan. Kali ini, saya hendak bercerita tentang
perempuan-perempuan yang sengaja memilih profesi yang selama ini identik dengan
kaum pria. Bahkan dengan risiko yang cukup tinggi. Siapa mereka? Kita mulai
dari...” nama narasumber pertama disebutkan. Perempuan berambut cepak
meninggalkan kursi tempat duduknya, terdengar penonton tepuk tangan. Kami
bergeser tempat duduk. Kini hanya tinggal tiga orang. Lalu narasumber kedua
dipanggil namanya. Kemudian yang ketiga. Tinggalah aku sendiri di balik ruang
pertunjukan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Seorang tim teknis mendekatiku,
menyuruhku bersiap-siap. Beberapa lama lagi akan tiba giliranku. Aku berdebar. Musik
mengalun, tepuk tangan terdengar bergemuruh.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Tamu kita berikutnya, dulu seorang atlet karate. Tapi
sekarang, dia adalah tim penyelamat manusia. Kita sambut, Cut...”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pundakku ditepuknya, sontak aku berdiri,
kemudian berjalan menuju studio perekaman. Host menyambutku, kami bersalaman,
dan kemudian tangannya memberi isyarat
untuk mempersilahkanku duduk. Di bawah sorotan kamera, lampu-lampu, dan
mata para pemirsa; aku duduk di sofa-panjang berwarna putih—lengkap dengan
bantal merah yang ada dua jumlahnya. Kurasai dadaku deg-degan—berhadapan dengan
sang pembawa acara.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Penonton tepuk tangan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Terimakasih. Perkenalkan, nama saya
Cut. Perempuan biasa kelahiran Simeulue,
5 Mei 1980.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Yak. Kalau dari seragamnya sudah
tertulis dengan jelas: B-A-S-A-R-N-A-S. Singkatan dari?” Pembawa acara
bertanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Badan SAR Nasional,” aku menjawab.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Operasi
apa yang pertamakali Anda ikuti?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Saya sedikit lupa tahun kejadiannya,
tapi lokasinya saya ingat: di kolam Mata Ie, Desa Lue Ue – Kecamatan Imarah –
Kabupaten Aceh Besar. Bersebelahan dengan komplek Resimen Induk Daerah Militer
(Rindam) Iskandar Muda, yaitu sekolah militer tingkat tamtama. Hari biasa,
kolam Mata Ie digunakan untuk latihan para tentara dan calon tentara. Jika hari
libur, kolam Mata Ie difungsikan sebagai tempat rekreasi. Pada suatu waktu,
ketika musim penghujan, air kolam berubah warna menjadi coklat. Biasanya memang
seperti itu. Seorang pengunjung berenang, tapi hingga sore, jam tutup kolam, seseorang melaporkan bahwa salah satu anggota keluarganya ada yang hilang.
Lalu tim SAR ditugaskan ke sana, saya satu-satunya anggota yang masih berstatus
Potensi SAR. Pencarian dibagi di dua lokasi: titik yang diperkirakan tempat hilangnya
korban, dan tepian kolam. Saya ditugaskan untuk mencari di lokasi yang pertama.
Air yang keruh, sempat membuat saya pesimis. Jarak pandang pasti sangat
terbatas. Tim lain sudah mulai terjun, menyisir setiap tepian kolam. Saya masih
melihat keadaan. Beberapa orang terlihat menangis memandangi kolam, dan memeluk
baju laki-laki ukuran anak-anak. Lalu baju itu dilempar ke tengah kolam,
sembari menyebut-nyebut sebuah nama.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Buat apa melemparkan baju korban ke
dalam kolam?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Saya kurang tahu apa alasannya. Tapi,
memang ada sebuah kepercayaan sebagian masyarakat: jika ingin “memanggil”
korban yang tenggelam, dengan cara melempar baju korban ke dalam air sembari
menyebutkan namanya.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Lalu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Setelah baju dilemparkan, bersamaan
dengan saya terjun ke kolam. Keadaannya seperti yang sudah saya duga
sebelumnya: keruh, dan jarak pandang terbatas. Persoalannya hari mulai gelap,
saya harus buru-buru menemukannya. Tapi sampai setengah jam berlalu, hasilnya
masih nihil. Saya meneruskan pencarian. Hingga satu jam saya berada di dalam
air, tidak ketemu juga. Nasib tim yang lain juga sama. Lalu ada instruksi untuk
melanjutkan pencarian besok pagi, kerna hari sudah mulai gelap. Ketika saya
hendak naik, lutut saya seperti menabrak sesuatu. Saya periksa, ternyata sebuah
tangan. Kemudian saya tarik ke atas dan kemudian meminta bantuan tim lain.
Korban berhasil ditemukan. Itu adalah pengalaman pertama saya melihat mayat.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Bagaimana perasaan Anda ketika itu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Tentu saja takut, campur aduk rasanya.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Apa yang membuat Anda tetap ingin
menjadi tim SAR, padahal Anda merasa takut melihat mayat korban?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Saya melihat mata keluarga korban,
sebelum dan sesudah mayat ditemukan. Dari situ saya jadi tahu, kenapa saya
harus tetap di sini.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Baik, pertanyaan berikutnya.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Silakan.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Katanya Cut pernah mengambil risiko;
setelah menyelam sekian lama, kemudian ada salah satu keluarga dari korban yang
masih ingin jenazah atau mayat keluarganya ditemukan. Lalu Cut menyelam kembali,
dengan risiko terkena dekompresi. Itu peristiwanya di mana?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“ Di Kota Takengon, Kabupaten Aceh
Tengah. Tepatnya di Danau Laut Tawar, peristiwanya tahun 2012. Memang di Danau
Laut Tawar setiap akhir hingga awal tahun, kerna tempatnya terletak
diketinggian, kerap diterpa angin kencang dan danau menimbulkan ombak yang
cukup besar. Sebuah kapal pariwisata terbalik, yang sedang mengangkut 40
wisatawan: orang tua, dewasa, remaja, dan anak-anak. 4 orang dinyatakan hilang,
sedangkan yang lain selamat. Kebetulan waktu itu saya belum jadi instruktur, sertifikat
saya masih <i>dive master</i>. Sedangkan
anggota yang saya bawa statusnya masih A-1 atau penyelam pemula semua.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Bisa diceritakan bagaimana
kronologinya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Jadi, ketika kami datang di lokasi,
semua orang mengerubung. Warga Takengon sudah berkumpul di Danau Laut Tawar. Sepertinya
kedatangan kami memang sangat ditunggu-tunggu. Barusaja saya dan tim mengijakkan
kaki di tanah, sesaat turun dari mobil, seorang perempuan mendatangi saya:
Tolong selamatkan anak saya, katanya. Tak ingin membuang waktu, saya dan 3
anggota lainnya langsung turun ke danau—kira-kira hingga mencapai 45 meter
kedalamannya. Untung saja masih ada matahari, kulit korban yang tenggelam—tersinari
cahaya dan menatulkan kilat-kilatan yang pada akhirnya tertangkap oleh mata
kami. Penyelaman pertama, kami mendapatkan dua korban. Mereka sudah meninggal
dunia. Begitu sampai sampai di permukaan seusai menyelam, masing-masing jenazah
kami gotong 2 orang. Lalu kudengar sekumpulan orang histeris. Dalam situasi
biru seperti itu, dimana tangisan mewarnai hampir seluruh tempat dan ruang,
saya memilih untuk menghindar. Tak tega melihatnya.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kemudian?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Setelah penyelaman pertama, kami
istirahat selama satu jam. Seperti biasa, selain waktu untuk mengisi perut,
kami juga berdiskusi: memperkirakan kontur permukaan danau, mempelajari arus
danau, dan memperkiraan jasad korban terseret di mana—dimulai dari titik
tenggelam. Sedang serius-seriusnya membahas misi evakuasi, segerombolan orang menghampiri saya lagi, dan salahsatu diantara
mereka berbicara: Nak, tolong temukan anak saya. Saya tahu dia sudah tiada. Tapi,
setidaknya, jika mayatnya ditemukan, kami bisa menguburkannya dengan layak.
Saya hanya menagguk, menenangkan suasana. Rencana awal, setelah penyelaman
pertama—kami rolling, tapi kerna tim yang saya bawa bukan kategori penyelam
dalam, saya khawatir jenazah tidak dapat ditemukan. Akhirnya saya memutuskan
untuk melakukan misi penyelaman lagi—beserta tim yang lain. Sebab ada
kekhawatiran, jenazah akan hilang. Kerna menjelang sore, arus air akan berubah.
Dan mayat yang ada di dasar danau, dapat dipastikan akan terseret arus danau.
Akhirnya saya mengambil risiko itu: menyelam kembali. Meskipun hari sudah
mengarah ke sore, keadaan air danau sudah tak seterang tadi. Cahaya berkurang. Sesuai
perkiraan ketika istirahat tadi, mayat kemungkinan terseret ke tengah. Sebab
kontur permukaan danau miring, ada kemungkinan terseret agak menjauhi titik
peristiwa tenggelamnya kapal. Menuju ke lokasi pencarian yang kedua, kami
menggunakan perahu. Begitu sampai, saya langsung terjun. Sedangkan yang lain menunggu
di atas perahu. Makin ke tengah, ditambah dengan langit yang berubah warna,
suasana di dalam air tampak gelap. Untung pada akhirnya saya dapat menemukan dua
korban lagi yang lokasinya tidak saling berjauhan. Saya ikat badan mereka
dengan tali, lalu ditarik oleh tim yang ada di atas perahu. Senang sekali rasanya.
Mungkin itu adalah operasi terpuas yang pernah saya jalani.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Penonton tepuk tangan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Nah, kemudian ketika kejadian di Selat
Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah: saat pesawat AirAsia QZ8501jatuh di
sana. Situasinya waktu itu, menurut berita yang saya ingat, kondisi cuacanya sangat
buruk sekali. Ombaknya besar, hingga mencapai 6 meter: gelombang, angin, dan
lain sebagainya—tetapi Anda tetap harus menyelam. Bagaimana peristiwa persisnya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Itu tahun 2010. Dari
Banda Aceh, kami ada empat orang yang berangkat. Mendapatkan tugas ini, saya
merasa sangat senang sekali.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kenapa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kebetulan saat itu
saya sedang <i>stop</i> operasi, tetapi saya
dan tim Basarnas yang lain—terus memantau perkembangan berita tentang
kecelakaan pesawat di televisi—dimana telah ditemukan titik kordinat jatuhnya
pesawat. Saya menangis: kenapa tidak diikutkan dalam operasi pencarian korban
pesawat.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Lho, yang lain malah menghindari
operasi tersebut, tetapi Anda malah sedih kerna tidak diikut-sertakan dalam
kegiatan itu?! Apa penyebabnya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ingin jawaban
sebenarnya, atau jawaban yang diinginkan?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Dua-duanya...”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kalau formal, saya
akan menjawab bahwa itu kerna jiwa penyelam yang ada di dalam diri saya. Jika
Anda ingin jawaban yang sebenarnya, saya akan menjawabnya pada akhir acara
nanti.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Baik. Lalu bagaimana
Anda akhirnya dapat berangkat ke Selat Karimata?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Saya menghadap atasan,
dan meminta izin agar diberangkatkan dalam operasi tersebut. Disetujui. Akhirnya
Aceh mengirim 4 utusannya: 2 orang istruktur, dan 2 orang junior saya. Bersama
rombongan, kami masuk melalui Pontianak, lalu dilanjutkan lagi dengan menyusuri jalan darat selama 16 jam. Setibanya
di Teluk Kumai, saya dan tim naik KN Purworejo menuju area evakuasi—bergabung
dengan tim lainnya yang sudah ada di lokasi: Denjaka, dan Kopaska. Kami reuni
sebentar, kerna tim Denjaka adalah teman saya menyelam. Setelah ramah-tamah,
akhirnya saya turun untuk evakuasi. Tapi tidak bisa. Ombaknya besar sekali. Anginnya
juga kencang. Jadi proses evakuasi selama 2 minggu, saya tidak bisa turun
samasekali. Maka saya ditugaskan untuk jadi koki.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Sebentar, dengan ombak
sebesar itu, bagaimana Anda bisa memasak?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Saya adalah perempuan
satu-satunya di dalam kapal itu. Mungkin kerna dianggap memiliki sentuhan dan
aura feminis saat memperlakukan bahan-bahan makanan, saya diminta oleh Kapten menjadi juru masak. Di
kapal, selain tim Basarnas, juga ada Polisi, Wartawan, dan lain-lain. Kerna
kondisi kapal sering bergoyang-goyang, saya membawa asisten di dapur: dia yang
pegang panci, sedangkan saya yang <i>ngrajang</i>
bawang dan bumbu-bumbu dapur lain lainnya.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Penonton tertawa
serentak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Oke. Kali ini saya
ingin bertannya agak serius.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Silakan.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Jadi, dengan risiko
sebesar itu, apa yang membuat Anda memiliki energi yang begitu besar menjadi <i>rescuer</i> Basarnas?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Deg.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku diam, tidak
langsung menjawab. Rasanya, darah naik ke wajah. Aku tidak menyangka pertanyaan itu akan mendarat begitu
cepat. Sejenak, semua tampak berhenti. Hatiku berdebar. Akhirnya kesempatan ini datang juga—<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: 403.5pt; text-align: center; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Seperti yang yang kubilang tadi, namaku
Cut. Perempuan biasa kelahiran Simeulue,
5 Mei 1980. Simeulue merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat, letak pulaunya
terpisah dengan daratan Aceh—lebih-kurang 105 km Mil laut dari Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat atau 85 Mil laut dari Tapak Tuan Kabupaten Aceh Selatan. Tepatnya
di Sinabang, Kecamatan Simeulue Timur dan sekaligus ibukota kabupaten Simeulue.
Selain dikepung pantai, tempat tinggalku
juga dihiasi bukit-bukit yang berukuran sedang; serta hutan yang terletak di
belakang perkampungan warga.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kata orang tua, daerah kami dulunya
merupakan penghasil-garam-terbesar dan merupakan tempat para pengrajin kayu
rasak untuk dikirim ke negeri Belanda pada masa kolonial menggunakan jalur laut.
Belanda mulai menginjakkan kaki di bumi
Simeulue pada tahun 1901 pasca jatuhnya Kesultanan Aceh yang kemudian sistim
pemerintahannya diganti dengan <i>Afdeeling Witskust Van Aceh</i> dan membagi
Simeulue menjadi 5 <i>Landschop</i>: Tapah,
Simeulu, Salang, Sigulai, Leukon. Seluruh wilayah Simeulue mendapat sebutan: <i>Onder Afdeeling Simeulue</i>. Dipimpin oleh
seorang <i>Controleur</i> yang berkantor
pusat di Sinabang. Rezim berganti, Jepang datang pasca kemenangannya dalam
perang Asia Timur Raya melawan Belanda—membuat Jepang menguasai daerah jajahan
Belanda di Indonesia. <i>Onder Afdeeling
Simeulue</i> berganti nama menjadi <i>Simeulue
Gun</i>, juga mengganti istilah <i>Landschop</i>
menjadi <i>Son</i> untuk wilayah yang sama.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sedari dulu Aceh merupakan pintu lintasan
internasional perdagangan-laut yang sangat strategis menghubungkan dunia Barat
dan Timur: di sebelah Utara, berbatasan dengan Selat Malaka dan Teluk Benggala.
Di sebelah Selatan berbatasan dengan Sumatra Utara dan Samudera Hindia. Di
sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Dan di sebelah Timur,
berbatasan dengan Selat Malaka dan Sumatra Utara. Kerna letaknya yang
“terisolir”, dikepung lautan, terpisah dari daratan Aceh, tempat kami relatif
lebih kondusif dibandingkan dengan daerah lainnya: dari masa Atjeh-oorlog melawan
<i>kaphe’ </i>dengan pihak Belanda yang
dimulai setelah peristiwa Traktat London pada tahun 1871<a href="file:///C:/Users/user/Desktop/CERPEN_DEBUR%20DAN%20OMBAK,%20DEBAR%20DUKA-CITAKU_FAJAR%20SAPUTRO.docx#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></a>—hingga
pada masa pergerakan GAM yang diinisiasi oleh Hasan Tiro yang dimulai dari
tahun 1976 hingga tahun 2005<a href="file:///C:/Users/user/Desktop/CERPEN_DEBUR%20DAN%20OMBAK,%20DEBAR%20DUKA-CITAKU_FAJAR%20SAPUTRO.docx#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></a> untuk
membebaskan-diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jauh dan terhindar
dari keramaian-keramaian itu, membuat kami mewarisi banyak sekali tradisi tutur
dalam bentuk <i>Inafi</i>, lantunan syair <i>Nanga-Nanga</i>, dan seni-pantun <i>Nandong</i>. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">O, ya. Mungkin masih banyak yang merasa
asing dengan tradisi tutur yang aku sebutkan tadi. Ketiganya adalah tradisi
yang ada di Simeulue, bercerita tentang sebuah bencana-alam yang pernah
menerjang Simeulue. Untuk Inafi, biasanya dituturkan saat malam hari. Sebagai
dongeng sebelum tidur. Nanga-Nanga, dilantunkan oleh masyarakat Simeulue ketika
sedang mencari ikan di laut, mengembala kerbau di pinggir pantai, atau ketika
menanam cengkeh di ladang. Bunyinya begini kira-kira:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Engelanmon
sao surito</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Dengarkanlah sebuah cerita)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Inang
maso semonan</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Pada masa jaman dahulu [kala])<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Manoknop
sao fano</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Tenggelamlah sebuah tempat)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Uwila
da sesewan</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Saya tahu [dari yang] mereka sampaikan)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Unen-ne
besang alek linon</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Awalnya datanglah gempa)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Besang
bakat-ne malli</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> ([kemudian] Datang ombak yang kuat)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Manoknop
sao hampong</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Tenggelamlah sebuah desa)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tiba-tibo
maui</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">
(Tiba-tiba [begitu] saja)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Anga
linonne malli</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> ([maka] Jika datang gempa yang begitu
kuat)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Owek
asen suruik sahuli</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> ([dan] Air laut surut sekali)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Mahea
mi hawali</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Cepatlah kalian lari)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bonome
senga ataik</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Mencari tempat yang tinggi)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ede
smong kahanne</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Itu <i>smong</i> [tsunami] namanya)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Turiang
da nenek ta</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Cerita dari nenek kita)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Miredem
teher ere</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Ini harus kalian ingat)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pesan
nafi-nafi da</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Pesan, [dan] cerita mereka)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aifak
ame melibu </span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">(Jangan kalian lupa)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Inafi
da nenek ta</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Cerita para nenek kita)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Miredem
bongi falal</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Kalian [harus] ingat siang dan malam)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Umpamo
ame meredem limo waktu</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Ibarat kalian mengingat lima waktu)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Karano
inafi da nenek ta</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Karena cerita para nenek kita)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Manyalamatkan
fanonta </span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">(Menyelamatkan tempat kita)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dilak
ulao Simolol</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Di pulau Simeulue)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Linon alek smong</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">
<i>maso sing lalu</i> ([dari] Gempa dan <i>smong</i> pada masa lalu)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Linon
oak-oakmo </span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">(Gempa adalah ayunanmu)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Elaik
kedang-kedangmo</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Petir adalah kendangmu)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kilek
suluh-suluhmo</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Kilat adalah lampu penerangmu)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Smong
rumek-rumekmo</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (<i>Smong</i>
adalah air mandimu)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pokoknya, begitulah kira-kira. Jadi, saking
seringnya dituturkan, hampir seluruh masyarakat di Simeulue—hafal dengan setiap
kalimat yang ada pada tradisi tutur ini. Kami hampir memiliki kesadaran yang
sama, dan ingatan yang terkolektif tentang sebuah bencana air yang pernah
menghantam daerah kami. Disampaikan dan didendangkan di manapun tempat, agar terwariskan
kepada generasi berikutnya. Sebab dipercaya, bencana alam itu akan datang lagi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Hingga hari ini, Inafi dan Nanga-Nanga
diyakini sebagai mantra oleh sebagian masyarakat. Jika dijadikan dongen ketika
malam hari, membuat anak-anak akan segera tertidur pulas. Jika didendangkan
saat mencari ikan, dipercaya akan membawa keberuntungan. Dan jika dilafalkan
ketika menanam cengkeh, tumbuhan akan menjadi subur dan melimpah-ruah. Tidak
hanya itu. Nasihat-nasihat tentang sebuah bencana-alam juga dijadikan seni
pertunjukan yang dapat dinikmati secara masal: acara khitanan, pesta
perkawinan, dan pesta rakyat lainnya—yang dirayakan dalam waktu semalam
suntuk—bertaburan pantun-pantun yang dilengkingkan dengan nada lirih seolah
meratap kepada Tuhan. Tapi ada di bagian-bagian tertentu, pantun nandong
terdengar garang seperti hendak pergi berperang. Diawali oleh seorang pemukul <i>seuramo</i>, yaitu alat musik yang lebih
mirip bedug (masjid?) yang dipukul dengan tangan kanan menggunakan kayu,
sedangkan tangan kiri tanpa kayu. Diiringi dengan dua orang penari, tabuhan kendang,
dan gesekan-gesekan dawai biola—permainan nandong pun dimulai:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ibo
hati memandang darek</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Sedih hati melihat daratan)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ado
sampan pandayung tidak</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Ada sampan tidak ada
pendayungnya)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Taragak
hati nandak pulang</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Niat hati ingin pulang)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ado
gampong tidak bapanghuni</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> (Ada desa tidak berpenghuni)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dalam satu acara nandong, pantun yang
dilantunkan bisa mencapai ratusan jumlahnya. Semakin malam, lengkingan nandong
terdengar semakin kencang saja. Seperti hari itu. Sehabis memasukkan
kerbau-kerbau ke dalam kandang, setelah seharian mereka kukembala, aku buru-buru
membersihkan diri dari bau matahari. Kebetulan di desaku, Gampong Abail, ada salah
seorang warga sedang menyelenggarakan hajat pesta perkawinan untuk anaknya. <i>Seuramo</i> pun ditabuh kembali setelah
selesai adzan maghrib. Kami semua berkumpul, menonton penari
melenggak-lenggokkan badannya. Salah seorang mengenakan kain selendang di
lehernya, dan seorang lagi membawa payung sambil terus diputar-putar. Mereka
berdua terus menari-nari, mengikuti irama sang pelantun pantun dan ingiran permainan
musik.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tiba-tiba saja kilatan cahaya meloncat, mengenai
wajah dan juga mataku. Sejenak aku menghindar, melindungi mataku. Setelah
cahaya itu berhenti, kucari sumbernya,
dan—ketemu. Ternyata di sebelah kiri, hanya berjarak beberapa depa dari
tempatku berdiri, seorang pria sedang membidikkan lensa kameranya ke arah
panggung: tempat orkestra nandong sedang berlangsung. Tentu saja kilat-cahaya
itu mengganggu, kaget aku dibuatnya. Ketika hendak kubalikkan wajahku ke arah
semula, tempat diselenggarakannya pertunjukan nandong, leherku serasa kaku. Tak
ayal mataku terus menikmati wajah pemuda asing itu, juga rambutnya, dan seluruh
gerak-geriknya. Ia memang tampan: kulit putih, rambut hitam tebal, alis yang
terang, matanya elang, dan dada yang bidang. Sepertinya pemuda itu bukan
berasal dari desa sini. Masih sibuk menelusur, kilatan cahaya itu menabrak
wajahku lagi. Tapi entah apa sebabnya, aku lebih suka menikmati sajian alam
semesta ini ketimbang dua lelaki sepuh yang sedang menari-nari.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Belum cukup benar aku memanjakan
pandanganku, mungkin juga pria yang kumaksud—merasakan getaran-getaran pada
kedua bola mataku; pemuda itu menghentikan kegiatannya: menurunkan kamera
hingga sebatas paha, ia tenteng dengan tangan kanannya. Kini wajahnya menuju
kepadaku. Aku tersipu, gugup, sekaligus kaget—, harus ke mana memalingkan wajah
yang tengah terpergok menekuni dirinya. Ia tersenyum, mendekat kepadaku:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Seni apa ini namanya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku terdiam, tak menjawab. Malu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“O, iya. Perkenalkan,” pria itu
mengulurkan tangannya, “saya Heri.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku menyambutnya dengan menelangkupkan kedua
tangan, tak membalas jabatan tangannya. “Saya Cut,” kataku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Oh, oke.” Dia mengelap-elapkan telapak
tangan pada celana. Ekspresi yang alamiah. “Cut asli sini?” Lanjutnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Iya. Kamu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Saya dari Jawa, kuliah di Banda Aceh,
tinggal di rumah saudara. Kebetulan sedang libur, makanya bisa main ke sini.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sebelum dingin kata-kata, segera
kulontarkan pertanyaan kepadanya agar suasana kembali hangat. Ia pun segera menjawab,
lalu melontarkan pertanyaan lagi. Dan aku menjawabnya segera. Terus begitu.
Obrolan kami berlanjut, tak berhenti. Sambil berdiri, sepertinya kami sangat
menikmati pertemuan ini. Tanpa komando, kami melakukan impovisasi: berjalan
pelan-pelan, sambil terus bercakap-cakap. Kami berjalan, entah sedang mencari
apa, dan hendak menuju ke mana. Tapi ketika terlihat sebuah kursi kayu, kami langsung
duduk. Dan obrolan pun tetap berlanjut—masih saling memperhatikan secara
satu-sama lain: jika aku yang sedang bicara, dia menatapku tajam. Sebaliknya.
Jika saat gilirannya yang sedang bicara, aku mendengarkannya dengan saksama
dengan pandangan kaca.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pantun bernada pilu itu pun terus
diteriakkan. Hari semakin malam. Angin berembus pelan, lalu sedang. Tak begitu
lama, angin mulai terasa kencang. Hingga dapat kudengarkan gemerisik dedaunan dan
nyiur yang terempas-empas angin yang tampak di puncak geram. Aku mulai panik.
Dan benar saja, memang kurasakan bumi sedang bergerak-gerak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Gempa!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ada gempa!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tetapi Heri terus berbicara, tak sampai
hati aku memalingkan muka. Bentuk
wajahnya, garis pada bibirnya, bulu-bulu di matanya; sangat sayang untuk
ditukarkan dengan kepanikan—atau apalah itu namanya. Biar saja, lari bisa kapan
saja. Pas kiamat juga bisa. Maka aku menahan diri, hanya saja mataku terus
melirik ke kanan dan ke kiri. Waspada. Sekilas kulihat para pemain nandong
seperti tak menggubris guncangan-guncangan yang terasa mulai kencang, juga para
hadirin lainnya—mereka malah asik ngobrol satu-dengan lainnya. Acara terus
berlanjut, sedangkan keadaan masih
tenang-tenang saja. Tapi angin terus bertiup dengan sekeras-kerasnya. Dan bumi
pun bergerak-gerak lebih kencang dari yang sebelumnya. Tanganku bergetar, kaki,
dan seluruh badanku gemetar. Aku makin panik, dan makin bertambah panik ketika
kudengar suara air laut seperti sedang menjauh. Lalu hening, dan kemudian sepi
sekali.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Mungkin hanya setarikan napas dari
suasana sepi tadi, kini kudengar suara “oooooooooonnnnnnngggggg...”—bergemuruh,
bergederam dari arah pantai. Lalu kulihat ombak yang menjulang setinggi pohon
kelapa, ia menganga bagaikan rahang yang hendak menelan. Aku menjerit, hendak
memberitahukan kepada semua orang:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Smong!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Smong!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ayo lari!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ada smong!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tapi terlamabat, aku sudah tidak bisa
berlari. Sebab <i>smong</i> itu telah
memporak-porandakan hatiku. Ya, hanya di hatiku.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Cut, besok mau menemaniku
jalan-jalan?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Ke mana?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Belum tahu. Makanya aku mengajakmu,
aku tidak kenal dengan daerah ini.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Aku menganggukkan kepala, setuju
dengan ajakannya. Kebetulan besok hari minggu, artinya sekolahku libur. Sebelum
pulang undur-diri, kami saling bertukar nomor telepon untuk menentukan lokasi
pertemuan esok hari.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Heri pamit. Sedangkan aku masih
duduk di sini, di tempat yang sama ketika kami masih duduk berdua. Sedangkan
warga semakin berkumpul, banyak yang datang untuk menyaksikan kesenian nandong.
Malam semakin larut, mataku terasa sangat lelah sekali. Ingin pulang, tapi enggan
meninggalkan tempat duduk ini. Ada bekas dirinya di kursi kayu, yang sangat
berat untuk kutinggalkan. Atau sebaiknya aku bawa pulang saja bangku panjang
ini? Jangan! Ini punya orang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Maka aku melangkahkan kakiku dengan
malas menuju rumah. Tidak jauh, kira-kira hanya 5 menit jarak tempuhnya. Sambil
terus melangkah, sedikit-sedikit aku periksa telepon genggamku. Siapa tahu Heri
ingin menyapaku, tak baik jika tidak segera dibalas. Sekadar SMS: “test”—pun
boleh, pasti akan kubalas.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Aku sampai di depan pintu. Ibu sudah
menungguku di teras rumah:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Lama sekali kau, Cut?! Ini sudah
malam.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Maaf, bu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Cepatlah masuk!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Aku masuk, membersihkan diri,
mematikan lampu kamar, lalu merebahkan badan di kasurku. Tapi kamar terasa
terang, separuh ngantukku hilang. Kuperiksa gawaiku lagi, tapi masih saja sepi.
Tak ada pesan dari Heri. Aku membantingnya di atas kasur, kususul dengan
badanku. Persaan ini terus menguntitku hingga tak terasa ia mengantarku ke dalam
tidur yang nyenyak. Tidur yang dalam.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Satu jam... dua jam... empat jam...
enam jam... delapan jam...<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Ibu membangunkanku untuk salat
subuh. Sudah menjadi kebiasaan di rumah kami, melaksanakan setiap ibadah
bersama-sama. Di rumah, kami hanya berdua. Sedangkan ayahku sudah meninggal
setahun yang lalu. Sebenarnya aku masih punya kakak laki-laki yang usianya
terpaut 5 tahun lebih tua dariku, tapi dia masih kuliah di Banda Aceh. Untuk
menghidupi anak-anaknya, ibu berdagang di pasar. Jika pendapatan ibu kurang,
almarhum ayah mewarisi kami sebidang tanah dan beberapa ekor kerbau; itu bisa
kami manfaatkan sewaktu-waktu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Selepas subuh, ibu melarang kami
tidur. Meskipun itu hari libur. Hingga matahari sudah naik sepenggala. Heri mengirim
pesan, bahwa ia menungguku di tempat semalam. Aku bergegas menyusulnya. Hari
itu kami berkunjung ke Pantai Ganting. Meskipun waktu serasa berhenti, tapi
sore tetaplah sore. Ia pasti datang. Dan kami pun pulang. Heri mengantarku ke
tempat semula. Selepas pertemuan itu, kami jadi sering tukar kabar via pesan
singkat. Tak jarang kami juga saling berbagi cerita melalui saluran telepon.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku berlari kegirangan menuju Sungai
Gampong Abail yang terletak tak begitu jauh dari halaman-belakang rumahku. Aku
melompat, menceburkan diri. Siapa yang dapat menahan keriangan ini: sepucuk
surat datang, mengabarkan bahwa aku lulus tes—masuk salahsatu universitas di Banda Aceh. Kampus yang
selama ini kuimpi-impikan. Aku masuk jurusan Teknik Fisika. Di Simeulue belum
ada perguruan tinggi, oleh kerna itu aku harus menyeberangi laut untuk
melanjutkan pendidikanku. Di saat yang hampir bersamaan, kakakku telah
menyelesaikan kuliahnya. Ia hendak balik ke rumah, mencari pekerjaan di
Simuelue sekaligus menjaga ibu di rumah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sebenarnya berita kelulusanku hanyalah
alasan nomor dua atas suka-cita ini. Yang utama adalah, aku bisa bertemu dengan
Heri. Sebab kami kuliah di tempat yang sama. Aku terus mengayuhkan kedua tangan
kanan dan kiriku, menggerakkan kedua kaki di dalam air—terus dan terus. Aku
berenang, menyelam sepanjang hamparan sungai. Hidup di kampung pesisir, pewaris
kebudayaan air; berenang dan menyelam adalah kegemaran kami. Semenjak kecil aku
sudah akrab dengan air di sungai, danau, dan laut. Kerna gembiranya, waktu
berjalan terlalu cepat. Tahu-tahu sudah sore, dan aku masih bersorak-sorai di
dalam air. Lalu senja menggantikan waktu, kemudian jam pun berlalu begitu saja.
Hari silih-berganti, dan tepat tiga minggu kemudian akhirnya aku harus
meninggalkan kampung halaman. Dengan kapal feri, melalui Pelabuhan Laut
Simeulue menuju Labuhan Haji, aku meninggalkan orangtuaku dan kerbau-kerbauku.
Perjalanan laut memakan waktu sekitar 10 jam, itu adalah waktu yang cukup lama
untuk berada di sebuah kapal yang selalu bergoyang-goyang. Sampai. Lalu aku masih harus melanjutkan
perjalananku lagi, melewati jalan raya lintas Sumatra selama 7 jam menuju
terminal Batoh. Selama perjalanan, kuisi waktuku dengan tidur untuk menyimpan tenaga.
Kerna ini adalah pengalaman pertamaku jauh dari rumah, aku harus menjaga
stamina.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bus pun berhenti di sebuah terminal.
Tampak dari jendela kaca, warung-warung kopi berjajar dengan rapinya. Rupanya Heri
duduk di salah satu warung itu. Matanya seperti sedang meraba-raba setiap kaca
jendela bus. Tepat pada kaca jendela tempat dudukku, ketika mata kami saling
memandang; Heri melambaikan tangannya. Aku pun juga.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Selamat datang di Banda Aceh, Cut.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Berapa lama perjalanan ke kota, Her?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Mungkin sekitar 20 menit.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kemudian
aku menyerahkan secarik kertas kepadanya, “tolong antarkan aku ke alamat
itu. Selama kuliah, aku akan tinggal di sana”.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Dan hari besar itu pun dimulai. Hari
pertama kuliah, bertemu dengan orang-orang baru, juga suasana baru adalah
peristiwa luar biasa di dalam hidupku. Di kampus, aku tergolong mahasiswi yang
aktif mengikuti banyak sekali kegiatan—terutama yang berkaitan dengan
ketangkasan fisik: karate dan kegiatan pencinta alam. Heri tidak masalah, dia
malah mendukung, apapun yang menurutku baik. Memang cinta seharusnya tak
mengekang, ia membebaskan. Memanusiakan manusia, yaitu jalan untuk mengenali
diri, menjadikan seseorang menemukan dirinya sendiri.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Selain kecintaanku dengan dua
kegiatan itu, ditambah dukungan dari Heri, kegiatan olahraga yang kuikuti
mengantarku pada sebuah prestasi hingga didaulat menjadi altlet untuk mewakili
kampus. Terus beranjak, aku menjadi atlet PON hingga mengikuti kejuaraan tingkat
daerah. Ada sebuah cerita yang menurutku unik ketika sedang gencar-gencarnya
berlatih untuk mengikuti lomba. Kami latihan sangat ketat. Salah satu teman,
yaitu atlet selam, mengalami cidera patah kaki sewaktu menjalani serangkaian
latihan. Tapi entah, pelatih memilihku untuk menggantikan teman yang cidera
tadi. Aku dilatih selama seminggu, dan berhasil menggondol juara satu untuk
cabang olahraga selam. Setelah kejuaraan itu, aku lebih dikenal sebagai atlet
selam. Sering diundang oleh Basarnas untuk menjadi instruktur. Itulah awal
perkenalanku dengan Tim SAR. Mereka sering mengajakku dalam banyak sekali
operasi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Untung Heri tidak masalah, meski waktuku
sedikit untuknya. Maka tidak heran, selama hidup di Banda Aceh beberapa tahun
di masa pendidikanku, membuat hubunganku dengan Heri semakin serius saja. Aku
sudah pernah diperkenalkan kepada saudaranya yang seorang guru, suaminya
tentara. Beberapa bulan yang lalu, aku dipertemukan dengan kedua orang tuanya
yang kebetulan singgah di Banda Aceh. Kedua orangtua Heri juga berprofesi
sebagai guru. Dan Heri pun mengikuti
jejak keluarganya. Ketika kuliahnya selesai, Heri mengikuti tes guru. Diterima.
Hari pertama pada awal tahun depan, ia sudah mulai aktif mengajar: Heri diterima
menjadi guru di salahsatu SMA di kota Banda Aceh. Aku sangat senang sekali.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Tapi bukan hanya itu kabar
gembiranya. Pada hari Kamis, 24 Desember 2004. Kuliahku libur hingga awal
tahun. Bersamaan dengan itu, Heri telah melewati masa tegangnya, yakni masa sibuk
mengikuti serangkaian tes. Tidak kuduga,
Heri meneleponku:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Nanti malam ada acara?” Tanyanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Tidak. Kenapa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Betul, tidak ada kegiatan?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Sementara belum ada. Kenapa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Ada makanan enak di pusat kota, Rex
Peunayong. Mau kutraktir makan di sana?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Dan aku pun setuju, mengiyakan
ajakannya. Hari itu terasa sangat cepat. Sesaat setelah waktu sore berlalu, dan
sinar langit digantikan cahaya lampu-lampu, aku menunggunya di teras. Tak
begitu lama, Heri datang. Kami berdua berangkat ke Rex Peunayong atas nama
cinta.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Di sepanjang perjalanan, ada rasa
penasaran yang teramat-sangat—terngiang-ngiang di kepalaku. Tidak biasa-biasanya
Heri mengajakku makan malam. Selain kami berdua sama-sama sibuk.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Kira-kira 15 menit perjalanan, kami
sampai. Setelah mendapat tempat duduk, pelayan datang, memberikan lembar menu.
Pelayan itu berdiri, siap-siap mencatat pesanan kami. Heri mengambil lembar
menu yaag diletakkan pelayan di atas meja: “Sate Matang, Ayam Tangkap, Nasi
Guri, Kuah Pilek U, Kuah Sie Itek, Ungkot Keumamah, atau Kuah Masam Keu-ueng;
kamu pilih yang mana?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Terserah saja.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Lalu Heri berbicara kepada pelayan, makanan
apa-apa saja yang dipesan. Pelayan mencatat—kemudian pergi meninggalkan meja
kami.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Tahun depan aku sudah mulai
mengajar. Maka sesuai janjiku, aku ingin ke Simuelue.” Heri mengawali
pembicaraan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Liburan?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Bukan.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Lalu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku ingin menghadap orang tuamu.
Melamarmu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Wah. Tentu aku tak mengira Heri akan
mengatakan itu, meski harapan itu diam-diam—ada. Kalimat itu seperti
menghadirkan udara sejuk di dalam dadaku. Sedangkan di luar, lalu-lalung suara
mesin-mesin kendaraan seperti hilang. Heri mengucapkan kalimat itu di saat langit
mengucurkan gerimis kecil-kecil. Tapi entah kenapa, kata-katanya mampu menyulap
langit bertaburan bintang-bintang. Meskipun suasana itu hanya terjadi di dalam
diriku. Ya, perempuan memang suka dengan gagasan-gagasan cinta yang agung dan juga
keindahan-keindahan. Tapi, di dalam hati yang paling dalam, perempuan lebih
suka dengan kepastian. Sebab itu yang paling penting. Menikah adalah tujuan
akhir, dan obsesi terakhir bagi seorang perempuan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Cut, maukah kau menjadi istriku?” Lanjutnya,
dengan wajah yang tegang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Mmm... gimana, ya? Harus dijawab
sekarang?” Aku menggoda.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Ya, iya...” Kulihat ia berkeringat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Mmm... Gimana ya? Saya sih—<i>yes</i>!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Yang tadinya kaku, kini kulihat
wajahnya mengendur dan menyiratkan warnah darah yang menyebar rata. Ia tampak
gembira. Aku juga.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bisa menikah dengan orang yang kita
cintai, tidak banyak yang berkesempatan mengalaminya. Sebagian besar dari
mereka yang kurang beruntung, menikah dengan orang yang berbeda setelah
peristiwa patah hatinya yang gelap, sejatinya hanya sekadar menjalani hidup.
Mereka bersabar selama umur hidupnya, agar bisa berdamai dengan apa yang telah
digariskan kepadanya. Tapi aku berbeda. Aku adalah perempuan beruntung yang
lahir di Simeulue pada 5 Mei 1980. Aku adalah perempuan yang paling beruntug di
dunia ini, sebab dapat mengalami cinta.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Di tengah rasa bahagia yang yang
barusaja kunikmati, pesanan kami datang, Heri menyantap makanannya dengan
lahap. Aku masih melamun, merasakan getar pada kata-kata itu. Kerna kurasa,
disitulah puncaknya. Pucuk dari segala perjalanan cinta.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Cut...”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Eh, ya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Kok melamun?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Tidak, siapa yang melamun?” Aku
tersipu sebab ketahuan sedang tidak berada di tempat, di dalam diriku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Begini. Besok, kamu pulang
memberitahukan orangtuamu. Sampaikan kepada beliau, hari senin aku akan datang.
Minggu malam aku berangkat dari Banda Aceh.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Besok? Bener, kamu mau ke rumah?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Iya! Setelah itu, baru aku akan
mengajak orangtuaku menghadap orangtuamu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Dan keesokan harinya aku diantar
Heri ke terminal, sebab pesan yang kubawa ini tidak cukup sederhana untuk adat Simeulue yang
menganut sistem patrinial: kerna aku adalah seorang yatim, maka wali atas
diriku jatuh kepada <i>Amarehet</i> atau
saudara kandung dari Ayah. Kerna saking rumitnya persoalan ini, dan tak mungkin
meninggalkan adat, maka hari itu kuputuskan berangkat menemui ibuku. Setelah
beberapa jam perjalanan, ketika sampai di depan rumah, meskipun seluruh badanku
terasa lelah, aku tidak ingin menundanya. Sesaat setelah beberapakali
mengetuk pintu, kebetulan ibu yang membukanya. Aku mengucapkan salam, mencium
tangannya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Istirahatlah dulu, biar segar
badanmu Cut.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “<i>Mak,
lon neuk pegah haba<a href="file:///C:/Users/user/Desktop/CERPEN_DEBUR%20DAN%20OMBAK,%20DEBAR%20DUKA-CITAKU_FAJAR%20SAPUTRO.docx#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">[3]</span></b></span><!--[endif]--></span></a></i>.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Mau ngomong apa kau, Cut? “<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Heri...”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Kenapa Heri?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Katanya dia mau ke sini, ingin
bertemu dengan ibu!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Berapa umurmu sekarang, Nak?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Tahun depan 25 tahun, bu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Sekilas mata ibu tampak
menerawang ke langit-langit, jemarinya naik-turun seperti sedang menghitung
sesuatu. “Ya sudah. Kira-kira aku sudah tahu kenapa dia kemari. Biar nanti aku
musyawarah dengan saudara-saudara ayahmu. Memang sudah saatnya, kau sudah cukup
umur. Kau mau istirahat sekarang, Cut?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Aku menggelengkan kepala.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Kalau begitu, bawa kerbau-kerbau
kita ke pantai! Aku mau pergi ke rumah pamanmu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Kakak mana, bu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Ada di kamarnya, sedang siap-siap.
Hari ini dia ada panggilan kerja.” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Segera kuletakkan barang bawaanku di dalam kamar.
Ganti baju, lalu mengeluarkan kerbau-kerbau dalam kandangnya menuju pantai.
Tali-tali mereka kuikatkan di pohon kelapa. Sedangkan aku duduk di bawah nyiur,
di pinggir pantai memandangi hutan mangrove yang berjajar-memanjang—tampak
seperti tembok di sebalik kampung-kampung sekitar. Hatiku gelisah menanti
kedatangan Heri. Kulihat kerbau-kerbau itu juga gelisah. Entah oleh sebab apa.
Mungkin mereka juga ikut merasakan apa yang ada di dalam hatiku?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Sepulang dari pantai, kira-kira hari
telah sore. Ibu tampaknya sudah datang ketika langit benar-benar petang. Tak
kusangka, beberapa anggota keluarga dari ayah juga terlihat sedang duduk di
ruang tamu. Aku tersipu, kaku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Eh, siapa ini yang mau kedatangan
tamu?” kata paman, menggoda.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Saya, paman.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Eh... eh... eh... tak terasa ya,
sudah besar kau rupanya, nak?!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Minta do’anya, paman.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Ya, do’aku sampai ke tulang sum-sum,
nak.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Terima kasih, paman.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Tak sabar rasanya menanti esok
hari. Aku ingin tahu, seperti apa lelaki yang berhasil mencuri keponakanku ini,
heh?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dan hari itu akhirnya akan datang
menghampiri rumahku. Minggu, setelah salat subuh kami sekeluarga bersiap-siap
menyeambut kedatangan Heri yang akan datang besok pagi. Kulihat ibu sedang
sibuk di dapur, mempersiapkan sajian, dan mungkin adalah sajian terbaik yang
pernah ia buat seumur hidupnya. Sedangkan yang lain, membantu merapikan
perabotan. Tampak <i>amarehet</i> yang telah
ditunjuk untuk menggantikan ayah, yaitu pamanku beserta keluarganya, yang menginap
di rumahku (sebab tempat tinggalnya sangat jauh untuk usianya yang menginjak
sepuh), juga ikut sibuk membantu. Hari itu paman membawa setelan pakaian rapi
yang tengah digantung di gagang lemari setelah di setrika. Belum pernah aku
melihat paman memakainya; setelah sepeninggal ayah, mungkin beliau sengaja mempersiapkan
baju itu untuk peristiwa besar ini. Hatiku bahagia tak terlukiskan, matahari
bersinar begitu indahnya. Dan <i>handphone</i>-ku berbunyi:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Cut.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Jam berapa kamu berangkat, Her?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Mungkin beberapa jam la....”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Tiba-tiba komunikasi kami terputus. Kurasakan
guncangan yang sangat dahsyat sekali mengoyak-ngoyak seisi rumahku. Dan
bersamaan dengan itu, teriakan ibu terdengar dari dapur:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Cut...! Cut...! cepat keluar, ada
gempa!!!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Aku berlari menghampiri ibu, menarik
tangannya, mengajaknya menjauhi rumah. Saudara yang terlanjur datang di rumah,
juga panik dan tunggang-langgang. Kami berlari ke arah pantai. Semua orang sudah
berkumpul di sana, menghindari apa-apa saja yang berpotensi runtuh dan menimpa
kami yang ada di bawah. Semua tampak kacau. Tak hanya manusia, seluruh binatang
ternak juga ikut berhamburan. Sebagian warga juga membawa barang-barang berharga dari rumahnya. Aceh
sudah menjadi langganan gempa, kami terbiasa dengan itu. Tapi kali ini berbeda.
Guncangannya sangat keras sekali. Awan hitam, dan angin yang mengempas benda
apasaja untuk diterbangkan kemudian dibanting di atas tanah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Prak!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Ada tangis sesenggukan yang bercampur dengan
ngeri yang teramat perih, ada yang menjerit-jerit menggugat apasaja, ada teriakan
menyebut nama Tuhan memohon ampunan, dan
ada yang memanggil-manggil nama-nama anggota keluarga yang terpencar entah di
mana. Tegang, takut, sekaligus mencekam. Tak pernah kutemui peristiwa sepilu
ini. Sedangkan aku hanya bisa memeluk ibu, dan juga kakakku. Paman dan beberapa
saudara yang lain berada tidak jauh dari posisiku. Bumi terus meloncat-loncat,
seperti hendak mengaduk-aduk isi perut kami. Memutar-mutar pandangan kami, dan
membanting-banting perasaan kami.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Mungkin ada hitungan menit, suasana
mencekam itu akhirnya berhenti. Kami saling pandang, berpelukan dengan haru
yang teramat-sangat. Sebentar ada perasaan lega. Kulihat semua anggota keluargaku
lengkap, tapi tak ada seorang pun yang hendak balik ke rumah. Semua warga masih
berkumpul, khawatir ada gempa susulan. Sekitar 30 menit berselang salah seorang
berteriak: “coba kalian lihat lautnya!”. Dan kami menengok ke arah yang sama:
laut. Hampir tidak percaya, bahwa air seakan ditarik ke belekang menjauhi
pantai. Ikan tampak menggelepar-gelepar. Laut surut. Peristiwa ini sontak menciptakan
keheningan yang melampaui batas. Setelah itu, sepi yang hanya sebentar itu
berubah menjadi kepanikan yang meriuhkan seluruh warga. Setiap orang berteriak:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Cepat lari ke bukit! Air laut
surut. Smong datang, smong!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Smong!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Smong!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Smong!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Setiap orang meneriakkan kata
“smong”, saling bersahutan. Keadaan berubah menjadi kacau lagi, ribut dengan
kepanikan masing-masing. Semua berlari menuju ke arah hutan, yaitu satu-satunya
jalan untuk menuju ke bukit. Kali ini, situasi lebih menegangkan. Hutan yang
hanya memiliki jalan setapak untuk seorang, menjadi jalur rebutan. Untung saja bekerjasama
dan saling membantu sudah menjadi kebiasaan warga desa, jadi tak sampai saling
meninggalkan orang lain agar dirinya bisa sampai di bukit duluan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Setiap laki-laki membantu perempuan,
terutama yang sudah berumur. Juga anak-anak. Setelah semua masuk ke hutan, baru
giliran para lelaki menyusul di belakangnya. Mungkin sekitar 30 menit kami
berjalan menerobos hutan dan mendaki bukit, akhirnya kami semua bisa sampai di
atas. Dari kentinggian, aku menyaksikan air laut berubah berwarna menjadi hitam
pekat—menghancurkan apa-apa saja yang ada di bawah sana. Smong menghantam
daratan sepanjang hari.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Hari berikutnya, air tampak mulai
surut. Tapi gempa masih terus terjadi. Kami sepakat untuk tidak turun terlebih
dahulu. Di atas bukit, kami makan seadanya: buah, sayur, dan apasaja yang bisa
dimakan. Gempa masih terus terjadi selama tiga hari lamanya. Di antara segenap
rasa takut yang menggumpal, kami semua hanya berselimut baju di badan.
Sedangkan perkembangan berita, kami mengetahuinya dari siaran radio. Untung beberapa
warga ada yang sempat membawanya. Dan tepat pada hari keempat, warna langit
terlihat lunak. Air sudah surut, dan sudah tak terasa adanya gempa. Maka kami
memutuskan turun dari bukit menuju rumah masing-masing. Ada beberapa bangunan
yang hancur, tapi banyak juga yang masih tegak berdiri. Hutan mangroove
melindungi desa dari hantaman air. Ketika kami sampai di desa, puluhan orang dari
Basarnas datang membantu—membawa banyak sekali keperluan: makanan, obat, dan
pakaian. Beberapa dari mereka, aku mengenalnya. Tak hanya membawa bekal logistik
dan obat-obatan, mereka juga membantu desa kami untuk berbenah: membersihkan
kotoran, lumpur, dan air yang masih tampak menggenang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tepat pada hari ke tujuh, setelah kurasa
keadaan desa aman, aku pamit kepada ibu untuk pergi ke Banda Aceh bersama tim
bala bantuan. Diizinkan. Sesampainya di sana, Banda Aceh telah hilang.
Tenggelam. Kota hancur, banyak korban jiwa. Akhirnya aku memutuskan untuk bergabung
dengan SAR—menjadi <i>guide</i>-Basarnas
selama 3 bulan. Selama itu aku membantu mengangkuti jenazah, dan mengamankan
beberapa diantara mereka yang selamat. Setiap ada jasad yang tertutupi lumpur,
kubersihkan wajahnya. Aku mencari seseorang yang mungkin saja kukenal. Tapi tak
seorangpun dari wajah-wajah itu kukenali. Tak puas, maka kuputuskan mendaftar
menjadi anggota Basarnas. Dan hingga hari ini, aku aktif di dalam tim ini.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Sebentar. Dalam bencana tsunami, di mana
kekasih Anda?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku menggelengkan kepala.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Berarti, kekasih Anda hilang terkena
tsunami?” pembawa acara memastikan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Ya...” mataku berkaca-kaca, suaraku
serak dan gemetar.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Melihat mataku mulai bergetar-getar,
semua orang di dalam studio diam. Hawa menjadi dingin sekali, dan suasana
menjelma hening. Tak ada sepatah-kata pun terdengar, tak ada.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Itu adalah cerita tragedi, saya
turut berduka-cita.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Terimakasih,” aku menyeka
airmataku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Tapi, mau sampai kapan Anda ingin
menjadi anggota Basarnas?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> “Sampai dia ketemu! Sebab dia
berjanji, akan menikahi saya.”</span></div>
<br />
<div>
<!--[if !supportFootnotes]--><br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<br />
<div id="ftn1">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Desktop/CERPEN_DEBUR%20DAN%20OMBAK,%20DEBAR%20DUKA-CITAKU_FAJAR%20SAPUTRO.docx#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif";"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; line-height: 115%;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span style="font-family: "times new roman" , "serif";"> Alfian, Ibrahim. Perang di Jalan
Allah: Perang Aceh 1873-1912. Jakarta: Sinar Harapan, 1987</span>.</div>
</div>
<div id="ftn2">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Desktop/CERPEN_DEBUR%20DAN%20OMBAK,%20DEBAR%20DUKA-CITAKU_FAJAR%20SAPUTRO.docx#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif";"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; line-height: 115%;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span style="font-family: "times new roman" , "serif";"> Jihad, Abu. Pemikiran-pemikiran
Politik Hasan Tiro dalam Gerakan Aceh Merdeka. Jakarta: Titian Ilmu Insani,
2000.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn3">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Desktop/CERPEN_DEBUR%20DAN%20OMBAK,%20DEBAR%20DUKA-CITAKU_FAJAR%20SAPUTRO.docx#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif";"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; line-height: 115%;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span style="font-family: "times new roman" , "serif";"> Bu, aku ingin bicara<o:p></o:p></span></div>
</div>
</div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-53277091000334507752016-11-01T09:02:00.002-07:002016-11-03T06:01:42.437-07:00DI FILM 'TENDANGAN DARI LANGIT' ADA RANDU<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6XE90fr95yxz-6j0YBbNYdLbyzWWw266sH0vhbgQTHCDjgtD7TCj7ENqq7l9KYlsCDdMnBNqppLnr3J_9J7ymur_Kbrkero2xGlD22Rx28siCRdNPeaBY_0V7yzhOImBl0gs6gHnm_5o/s1600/13939498_1583711618597106_7053352738727716763_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6XE90fr95yxz-6j0YBbNYdLbyzWWw266sH0vhbgQTHCDjgtD7TCj7ENqq7l9KYlsCDdMnBNqppLnr3J_9J7ymur_Kbrkero2xGlD22Rx28siCRdNPeaBY_0V7yzhOImBl0gs6gHnm_5o/s320/13939498_1583711618597106_7053352738727716763_n.jpg" width="238" /></a></div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Beberapa lama ini, sehabis
melakukan serangkaian kegiatan, saya mengisi waktu-sisa dengan nonton film. Ya,
ada beberapa judul film: Fever Pitch (2005), Rise of The Foot Soldier (2007), O
Casamento de Romeu e Julieta (2005), The Football Factory (2004), The Hooligan
Factory (2014), Romeo & Juliet (2009), Tendangan dari Langit (2010), dan
beberapa film lokal lainnya.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Untuk judul film yang terakhir
saya agak terkesan; dalam sebuah adegan ketika pemeran Wahyu (Yosie Kristanto)—mengendap-endap
ke rumah <i>bribikan</i>-nya, Indah (Maudy
Ayunda), hanya sakadar bertanya arti bahasa inggris: “Never give up!”—yakni sebuah
tulisan yang diberi oleh Coach Timo di atas poster bergambar Irfan Bachdim.
Indah yang saat itu sedang kesal kerna Wahyu tak datang di kejuaran Debat
Bahasa Inggris yang sedang diikutinya, dan membuatnya tak semangat, puncaknya ia
hanya menghasilkan gelar juara-2 untuk SMUN 01 Langitan. Tentu saja ini
adalah kesalahan Wahyu.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">“Ini,” Wahyu sambil menunjukkan
gambar posternya, “artinya apa ya, Ndah?”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Dengan muka <i>nggondok</i>, Indah menjawab pertanyaan Wahyu sembarangan: “Jangan
pernah temui aku lagi!!!” Indah menutup jendelanya, Wahyu pun terusir.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Kalimat yang diucapkan Indah akhirnya
ia tulis di posternya, setelah itu ia tempelkan di sebelah poster Mahatma Gandhi
yang ada di dalam dinding (gedhek) kamarnya. Wahyu galau. Dengan tambahan
<i>backsound</i> lagu dari Kotak, liriknya sangat menterjemahkan suasana hati Wahyu.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Pertama-tama intro, suara akustik
gitar dan bass-drum—muncul hampir bersamaan: menghadirkan nuansa melow
sekaligus deg-degan.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Gitar melodi masuk, Tantri Kotak,
sang vokalis, nyanyi:<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<i><span style="color: #1d2129;">Aku kadang
bertanya tak berhenti<br />
Mengapa kualami ini<br />
Yang tidak menyenangkan hati<o:p></o:p></span></i></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<i><span style="color: #1d2129;">Aku heran kamu
begitu kuat<br />
Mengikuti setiap langkahku<br />
Menghantui kehidupanku<o:p></o:p></span></i></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="color: #1d2129;">#Reff<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<i><span style="color: #1d2129;">Aku berdo'a biar aku bisa lupa ingatan<br />
Lupa kalau mengenal kamu<br />
Lupa pernah cintai kamu<o:p></o:p></span></i></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<i><span style="color: #1d2129;">Aku berharap biar tak melihat kamu sekarang<br />
Biar lupa mengenal kamu<br />
Biar lupa cintai kamu<o:p></o:p></span></i></div>
<div align="center" style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;">
<i><span style="color: #1d2129;"><br />
</span></i><span style="color: #1d2129;">***<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Lagu itu terus mengalun hingga suatu
subuh ketika Pak Darto (Sudjiwo Tejo), Bu Darto (Yati Surahman), dan Wahyu—melaksanakan
shalat subuh berjamaah. Selesai. Wahyu salim (baca: cium tangan) kepada
bapaknya, dan Darto melihat mungkin juga merasakan bagaimana cara anaknya
mencium tangan: wajahnya tunduk, matanya kosong, uluran tangannya terasa lemas
di telapak tangan Darto.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Masih pada hari yang sama, dan (masih)
dalam nuansa biru-subuh yang teramat kental, Wahyu duduk-termenung di <i>iringan</i> rumahnya. Tempatnya agak tinggi,
dan ditumbuhi rumput tebal juga rerimbuhan pohon-pohon.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Darto membuka pintu, keluar dari
rumah, menegur anaknya: “Lho, ono opo Le?”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Tanpa tenaga Wahyu menjawab, “gak
popo Pak.”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Sambil mengikat kain sarung di
lehernya, Darto meneruskan pertanyaan: “Kalau ndak popo kok diem aja?!”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">“Wahyu lagi males ngapa-ngapain,
pak!”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">“Lhooo... jangan dipikir terlalu
dalam. Jangan dipikir terlalu <i>jeru</i>!
Hidup itu naik-turun, itu pesan Bung Karno. Temennya itu, (baca: Mahatma Gandhi)
ganti saja fotonya yang <i>mbok</i> pasang di
kamarmu itu. Naik-turun: ada senang, ada sedih, ada cinta... cinta. Tapi juga
ada kehilangan, Yu. Biasa, gak usah dipikir!” Kemudian Darto berlalu menuju kandang
kuda yang terletak di depan rumahnya, sebelah kiri.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">“Pak,” lanjut Wahyu.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">“Opo?!”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">“Wahyu lagi jatuh cinta pada dua
hal sekaligus, pak. Gimana cara bikin seimbang, pak?”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Darto tertawa. “Seimbang? cinta
itu <i>iling</i> almarhum Gomblo: cinta melekat, tai kucing terasa coklat. Harus
total, Le! Jatuh cinta itu harus milih salah satu. Kalau hati kamu sudah cinta ke
satu hal, yang lain cuma menghormati, menghargai, cuma ngelus-elus.”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">“Wahyu cinta sama Indah, Wahyu
juga cinta sama sepakbola, pak. Wahyu juga menghargai keduanya.”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">“Gak iso, Le. Cinta itu <i>nyawiji</i> (menyatu), <i>manthenging tyas</i> (bersifat tunggal), <i>ngeningke cipto</i> (hening); kalau kamu cinta dua-duanya, kamu <i>nglarani</i> salah satunya. Paham?!”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">“Kalau bapak jadi Wahyu, bapak
pilih yang mana?”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">”Gak bisa! Kamu kamu, bapak
bapak. Ayo, ke gunung! Tak <i>dadhar</i>
sesuatu.”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Dan di dalam adegan-film pada menit ke
53:21 detik itu, di dalam dialog antara anak dengan bapaknya itu; entah sebab
Sujiwo Tejo adalah salah satu tokoh yang berpengaruh dalam hidup saya atau
mungkin sebab lain, tiba-tiba saya merasakan sesuatu yang sangat spiritual:
kangen Randu. Iya, Randu itu anak saya.</span></div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-53358880958290050422016-10-31T12:40:00.001-07:002016-10-31T13:12:59.226-07:00CINTA DAN 1 ONS TEPUNG<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGSNAy31gHLwL2_q9X2mvRsAdUaTAmvn6qje1VxvBCjhgMEuuyu6pAMFVJ7SLbxhdXWZ-I3Jg9DO6fCcfWz6LpYSm6k16EyZsd-6QJ6lYt_B2zCeqNmr5DU3aEMttDRVHrblpvjqXCuS8/s1600/Gambar-Cilok.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="280" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGSNAy31gHLwL2_q9X2mvRsAdUaTAmvn6qje1VxvBCjhgMEuuyu6pAMFVJ7SLbxhdXWZ-I3Jg9DO6fCcfWz6LpYSm6k16EyZsd-6QJ6lYt_B2zCeqNmr5DU3aEMttDRVHrblpvjqXCuS8/s320/Gambar-Cilok.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Beberapa jam yang lalu, aku
mendarat di bandara Juanda - Surabaya. Tidak langsung pulang, terlebih dahulu
aku singgah di depot sekitaran sana. Seorang teman ingin menjumpaiku, rumahnya
tak jauh dari kawasan bandara. Jadi aku sengaja menyediakan waktu untuknya.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Mungkin sudah 30 menitan aku
duduk dan menyelesaikan makananku. Sebagai ritual lanjutan, aku memesan kopi—yang tak lama waktu berselang, minuman yang kupesan pun datang. Yuono, teman yang
kubilang tadi, juga datang tidak lama kemudian. Pundakku disentuhnya sebab tak sadar
kerna sedang asik memeriksa beberapa pesan pada gawaiku:<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">“Mas,” sapanya.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">“Eh, No. Ayo, pesen kopi sik.”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">“Langsung wae, mas.”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">“Wegah, No. Mesti abot ceritamu
iki.”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">“Iyo-e, mas”. Kemudian ia
bercerita:<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Nganu, mas. Mohon maaf sebelumnya
jika cerita saya kali ini agak personal. <i>Ndak
papa tho</i>, mas? Nah, jadi gini. Istri saya sekarang kan usia kandungannya sudah
menginjak delapan bulan... Sebentar, mas. Jangan dipotong dulu, selamatnya
nanti saja. Sampai mana saya tadi? Ya, delapan bulan. Dan kebetulan bersamaan
dengan seret-nya pemasukan saya. Uang sih ada, tapi kalau buat berdua <i>ndak</i> cukup. Jadi saya mengalah. Semua
uang—saya suruh bawa istri, soalnya dia kerja.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Kopi pesanan Yuono datang, “mas
Fajar, saya <i>njajal</i> rokoknya <i>nggih</i>?”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Jadi, mas, selama berhari-hari
saya <i>ndak</i> pegang uang samasekali.
Kerna orderan sedang sepi, waktu saya lebih banyak di rumah. Kalau keluar pun,
itu hanya sekadar antar-jemput istri ke tempat kerja.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Di sinilah cerita itu bermula,
mas.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Di rumah sudah tidak ada
persediaan samasekali. Tidak ada persediaan itu artinya: jumlahnya di bawah
konsumsi rata-rata—sebab hanya ada beberapa bungkus mie instan dan 1 Ons
tepung. Maka tak usah ditanya, beberapa hari kemudian stok mie instan pun
habis. Yang tersisa hanya tepung. Saya putar cara, bagaimana agar—bahan itu
(baca: tepung) bisa didaya-gunakan: saya olah ia menjadi cilok, semacam
pentolan (bakso) yang nir-daging.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Alhamdulillah, mas. Lumayan bisa
mengenyangkan. Yang penting istri bisa makan, dan jabang bayi dalam kandungan
juga bisa ikut sehat.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Jadi, pentolan tadi saya sajikan
dengan bumbu kacang yang pedas. Selain memiliki alasan historis dan kultural,
yang paling penting—pedas dapat mengusir
angin dalam perut saya kerna kepanasan. Tepung tadi, saya olah
sedemikian rupa—pokoknya harus cukup untuk makan beberapa hari. Dan benar saja,
selama berhari-hari tubuh saya mendapt asupan makanan yang malnutrisi ini.
Meskipun demikian, saya senang-senang saja. Tidak ada secuil pun perasaan
terpaksa, itung-itung <i>tirakat</i>.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Entah sudah hari ke-berapa, di
suatu sore, istri minta dijemput seperti biasa. Saya langsung pancal sepeda
motor dengam kecepatan sedang. Tapi hari itu memang agak lain, mas. Nuansanya
sangat tenang, dan hening sekali. Padahal di jalan banyak kendaraan.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Tepat di lampu merah ke-sekian,
saya berhenti—sama seperti pengendara lainnya. Tapi, ada yang berbeda. Tiba-tiba rasa
sedih—mendadak di dalam dada saya. Saya menangis sesenggukan tanpa alasan yang
jelas. Lalu saya tanya pada diri:<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">”Kamu kenapa sedih? Bukankah
hidup susah sudah bagian sehari-hari?”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">“Tidak, saya baik-baik saja.”
Jawab saya.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Lalu saya menanyakan sesuatu kepada—entah
apa namanya—yakni “sesuatu” yang berada di dalam diri saya. Tapi pertanyaan
kali ini saya (sengaja) tujukan ke tempat yang lebih dalam. Mungkin lebih dalam
dari sekadar yang saya tahu.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Suasana masih terasa tenang: tak
ada suara klakson, knalpot, dan bahkan angin. Kulihat lampu setopan masih
menyiratkan warna merah. Dan tiba-tiba ada suara datang, menjawab pertanyaanku
tadi: “jika tidak dalam keadaan seperti ini, lalu dalam keadaan seperti apalagi
aku dapat menjumpaimu?”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Mendengar jawaban itu, air mata
saya <i>ambyar</i> ke mana-mana: baju, aspal, mungkin juga kepada nasib yang terlanjur
kutuduh sebagai nasib buruk. Lalu saya membalasnya: “Lho, Ya Allah... Njenengan,
tho? Njenengan Ya Allah?!”<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;"><br />
***<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Malam semakin larut, badanku
sudah tak bisa bekerjasama. Aku pamit, izin undur diri. Yuono berdiri,
mengulurkan tangannya, menjabat tanganku. Tapi aku langsung menarik tanganya,
dan kemudian memeluknya.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #1d2129;">Sebelum kami benar-benar
berpisah, kuulurkan tanganku lagi sebagai salam perpisahan. Ia menyambutnya
segera. Dan aku mencium tangannya, mengucapkan ribuan terimakasih.</span></div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-19895099713201487162016-09-13T20:43:00.002-07:002016-09-13T20:43:50.193-07:00DIA BILANG "AYO"<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlCJt8VQ4_zE5z5RVedlLiFn5HqvvsNRoVGVTAznnpXOib0kD1xg5QT8F4miikeCMWiVexsQEY1c3Tu2hkWkBlyA4WNMlO0yZQ8QKJkR-d-5QSW5kVlcT-L7CU3rJ2GKrAw7K4aFBMZXA/s1600/DIA+BILANG+AYO.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="184" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlCJt8VQ4_zE5z5RVedlLiFn5HqvvsNRoVGVTAznnpXOib0kD1xg5QT8F4miikeCMWiVexsQEY1c3Tu2hkWkBlyA4WNMlO0yZQ8QKJkR-d-5QSW5kVlcT-L7CU3rJ2GKrAw7K4aFBMZXA/s320/DIA+BILANG+AYO.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Oleh: Fajar Saputro<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sambil memanggul tas di punggung, Sapari
menjaga seragam serba putihnya supaya jangan satu percik pun genangan-air yang
bercampur dengan tanah menyentuh. Semalam hujan deras. Tepatnya sehari-semalam.
Untung saja dua hari yang lalu matahari bergetar-getar di atas jemuran,
seragamnya kering sebelum langit mengguyurkan air dengan membabi-buta. Ia
berjalan pelan, setengah menjinjit-jinjit dengan perasaan yang penuh dengan kehati-hatian.
Tampak di sana jahitan benang—mengitari alas sepatu pantofel hitam miliknya, yang
tak lain adalah buah-karya tukang sol-sepatu langganan Sapari. “Anjing,”
katanya tiba-tiba. Ia mengenghentikan langkah. Seekor anjing-kampung berjalan
dari arah yang berlawanan, tepat di jalan yang sedang ia lewati. Anjing itu terlihat
sangat kurus, tunduk, diam, dan menggigil kedinginan. Lelaki berseragam putih
itu mematung, menunggu apakah si anjing kurap akan mengganggu perjalanannya
menuju ke tempat kerja. Tapi binatang yang konon katanya najis itu terus
berjalan tanpa memperhatikan keberadaan Sapari, hingga posisi mereka sejajar
dan kemudian berlalu-jauh di jalannya masing-masing. Sapari membuang waktunya
selama lima menit untuk peristiwa ini, harusnya ia tak usah berhenti, lagi pula
gangguan itu lebih banyak datang dari gonggongannya atau bayangan tentangnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dari menyusuri gang-gang basah tadi, ia masih
harus meneruskan perjalanannya ke jalan besar dengan kewaspadaan yang sama.
Mobil, motor, atau kendaraan umum lainnya tidak akan merasa bersalah jika
rodanya mengenai genangan air dan kemudian mengotori seragamnya. Tidak, manusia
kita belum memiliki lapis kesadaran seperti itu. Maka, yang bisa dilakukan
Sapari adalah menyusuri teras ruko-ruko agar terhindar dari apapun yang berpotensi
mengotori seragam putihnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Di ujung jajaran rumah toko, pas di depan
apotek 24 jam, Sapari melihat angka pada jam tangannya: “aduh... para pasien
pasti sudah bangun”. Lalu ia melangkah dengan buru-buru.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Perasaannya lega ketika lima menit sebelum jam
masuk, ia sudah sampai di sebuah gerbang yang bagian atasnya tertulis: Rumah
Sakit Jiwa ‘MUGI ENGGAL SARAS’. Sapari masuk, melewati pintu besar dan menyapa
beberapa petugas yang sedang berjaga di pos. “Masuk pagi, Ri?” tanya salah
seorang satpam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Iya, pak.”
Sambil terus berlalu, Sapari melambaikan tangan. Mereka pun membalas lambaian
tangannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pintu gerbang utama hanya ada satu, terletak di
sebelah kiri. Setelah itu, adalah pelataran luas yang seluruh permukaan
tanahnya dilapisi aspal. Di tengahnya, ada tanah lapang yang ditancapi tiang
bendera. Lokasi itu biasa digunakan untuk kegiatan upacara. Ujung sebelah kanan
dari gerbang utama, tempat parkiran motor yang dibagi menjadi dua: untuk
pengunjung dan untuk karyawan. Tempat itu dilindungi atap asbes, sebagai
pelindung dari panas dan hujan. Di sebelah kiri, di belakang pos satpam,
parkiran mobil yang juga dibagi dua: dokter-psikiater, dan pengunjung. Di
depan, lurus dengan lapangan, pintu utama IGD (Instalasi Gawat Darurat) atau
biasa disebut dengan bangsal rawat inap. Di IGD inilah Rumah Sakit Jiwa ‘MUGI
ENGGAL SARAS’ menerimana kedatangan pasien: baik laki-laki maupun perempuan. Di
tempat ini juga, calon pasien di-diagnosa, apakah pasien termasuk kategori rehabilitan
spontan, artinya langsung bisa dipulangkan atau kategori pasien yang memerlukan
terapi medik intensif. Jika hasil diagnosa
menunjukkan bahwa pasien diharuskan mendapat terapi medik secara
intensif, maka sang pasien dinyatakan resmi menjadi penghuni rumah sakit ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dari gedung IGD, masuk terus ke dalam adalah
sebuah taman di mana kanan dan kirinya dibentengi tembok yang sangat tinggi.
Ukurannya cukup luas, dinamakan sebagai halaman kreativitas dan rehabilitas—difungsikan
untuk kegiatan pasien yang sudah dinyatakan sehat tapi masih perlu
direhabilitasi. Lokasi inilah yang paling ramai setiap hari, mulai dari senam,
bermain musik, bercocok tanam, dan kegiatan rohani. Setelah halaman kreativitas
dan rehabilitas, ada bangunan lagi yang menyerupai bentuk plus (tambah, atau
palang [merah]). Di bagian depan bangunan ‘plus’ tadi, adalah teras. Masuk lagi,
ruang santai yang tersedia beberapa kursi, televisi, dan dua meja besar. Belok
kanan, adalah ruang ‘Kampar’, tempat pasien yang telah dinyatakan sehat tetapi
belum dibawa pulang oleh pihak keluarganya. Jika kita dari ruang santai
kemudian belok kiri (seberang Kampar), adalah ruang-kerja untuk perawat,
dokter, dan juga psikiater. Terus (dari belok kiri tadi) lurus ke arah
belakang, adalah dapur. Gizi pasien ditentukan di tempat ini: dari sarapan
pagi, makan siang, makan malam, dan menu makanan ringan. Penghuni ruang Kampar
juga diperbantukantukan di tempat ini (dapur). Mereka sudah dianggap bisa
melayani dirinya sendiri, dan orang lain agar mereka selalu memiliki kegiatan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Teras, ruang santai, belok kanan ruang Kampar,
belok kiri dapur; jika dari ruang santai lurus terus—kita akan bertemu pintu
berjeruji besi (lagi). Ada beberapa perawat yang menjaga. Masuk, wilayah ini
dinamakan Unit Perawatan Intensif Psikiatrik (UPIP)—terdiri dari ruang tidur yang
di dalamnya tersedia toilet. Selain itu juga tersedia ruang untuk makan. Di tengah
UPIP ada taman. Ruangan ini dihuni oleh dua macam pasien: golongan gaduh
gelisah, dan golongan tenang. Golongan gaduh gelisah kegiatannya di dalam UPIP,
sedangkan golongan tenang kegiatannya di halaman kreativitas dan rehabilitas. Untuk
golongan gaduh yang tingkat kegelisahannya cukup meresahkan, atau yang memiliki
potensi membahayakan diri sendiri dan bahkan orang lain (bunuh diri dan
menyerang orang), ditempatkan di ruang khusus, sendirian, ruangannya terletak
paling belakang dari bangunan UPIP.<o:p></o:p></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku berhenti di pintu gerbang UPIP. Terpajang
di atas perawat-jaga, jam dinding berukuran besar dengan bentuk bundar sempurna.
Tepat jam tujuh pagi. Aku absen, mengisi daftar kehadiran: nama, dan jam masuk.
Lalu salah seorang perawat-jaga berdiri, namanya Mas Hadi, ia seperti sedang
merogoh saku baju dan celananya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Cari apa, mas?” tanyaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kunci,” katanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Itu di atas meja, mas!” tanganku menunjukk ke
arah di mana kunci itu berada.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“O, iya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Lalu Mas Hadi membukakan pintu gerbang, aku
memasuki kawasan itu selalu dengan perasaan was-was—seperti waktu pertamakali.
Ceritanya begini. Pernah suatu hari, saat pertama bekerja di rumah sakit ini,
salah seorang pasien mengamuk—menubrukkan badannya ke tubuhku. Ambruklah saya.
Badannya tinggi, besar, dan berkulit bersih. Tidak berhenti sampai di situ.
Setelah melihatku tersungkur di atas lantai, tanpa ampun pasien itu menghajar wajahku
dengan kepalan tangan-kanan dan kirinya, gantian: “Kembalikan uangku!
Kembalikan uangku!”, katanya sambil terus memukul. Untung saja para perawat dan
dokter dengan sigap menolongku, dan menyuntikkan obat bius kepada pasien.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Obat bereaksi, pasien yang tak sadarkandiri
itu kemudian dibopong ke kamarnya oleh dua perawat laki-laki. Aku berdiri, sebuah
tangan menepuk pundakku, “yang sabar ya?!” kata seorang dokter laki-laki.
“Biasa, pasien lima tahunan.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku hanya menganggukan kepala, tak mengatakan
apa-apa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Saya Budi,” laki-laki itu mengulurkan tang, “dokter
kepala di rumah sakit ini. Siapa nama kamu?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Saya Sapari, dok.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya sudah, selamat bekerja kalau begitu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Itulah sambutan awal yang pernah kuterima.
Hari-hari berikutnya, nasibku masih sama. Ketika sedang fokus memotongi rumput
di taman, seorang pasien mendekatiku. Ia hanya duduk, tak bergerak. Jaraknya
hanya tiga meter dari tempatku. Kerna tempat duduk si pasien terletak di daerah
rerumputan yang harus kurapikan, aku mendekat ke arahnya. Tepat sejangkauan
tangan jarak kami, ia menyerangku tanpa ampun. Aku minta tolong, dokter Budi
membiusnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ya, di sinilah aku sekarang. Tempat yang sudah
melatihku agar memiliki rasa maaf yang cukup. Sebagai pegawai rendahan, <i>cleaning services</i> dari perusahaan <i>outsourcing</i>, aku tak bisa menuntut-lebih
selain menerima keadaan. Satu bulan, dua bulan, hingga enam bulan masa kerjaku
di Rumah Sakit ‘MUGI ENGGAL SARAS’—keadaan mulai berubah dan bersahabat.
Pasien-pasien itu tak lagi menyerangku, aku sudah mulai terbiasa dengan
situasinya. Kadang hingga merindukannya. Dalam satu minggu, aku libur satu hari:
sabtu atau minggu. Jika tidak ada yang kukerjakan saat liburan, aku dengan
senang-hati datang ke UPIP, membantu tanpa bayaran.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Organization is a culture,” kata Dokter Budi.
Itu kenapa, kami saling akrab satu dengan yang lain—walau masing-masing memiliki
kesadaran untuk menjaga-jarak agar tidak terlewat batas. Keadaan Rumah Sakit
kami sangat berbeda dengan Rumah Sakit Umum yang ramai oleh pasien dan
pengunjung setiap hari. Keheningan di tempat ini, membuat kami terikat satu
sama-lain. Contoh sederhana saja, tradisi membawa makanan. Setiap hari, ada
saja yang membawa makanan dari rumah untuk kami cicipi. Kue, gorengan, atau
makanan khas dari kampung masing-masing. Kami sering berbagi. Dokter budi yang
melestarikan budaya bagi-bagi makanan kepada semua, tanpa membeda-bedakan:
dokter, psikiater, perawat, satpam, dan <i>cleaning
serviceses</i>;—yang pada akhirnya diikuti oleh kami semuanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dokter Budi adalah satu-satunya dokter
laki-laki di sini, ia pemimpin yang baik, itu tercermin dari keluarganya yang
tampak bahagia, dan tentu saja seluruh pekerja di Rumah Sakit ‘MUGI ENGGAL
SARAS’. Beliau memiliki seorang istri yang berprofesi sebagai notaris; berkulit
putih, tidak begitu tinggi, dan berbadan gemuk. Anaknya dua, laki-laki semua.
Sungguh keluarga yang sangat harmonis.<o:p></o:p></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Mas Hadi membukakan pintu gerbang UPIP, lalu
aku menuju ke gudang mengambil beberapa peralatan untuk bersih-bersih kamar
pasien. Kain pel, ember, dan pembersih lantai aku bawa menuju kamar nomor 1
yang terletak paling depan, dekat gerbang UPIP. Lalu kamar sebelanya, nomor
2—sampai kamar paling belakang nomor 5. Menyeberangi taman, aku ke kamar nomor
6 hingga ke depan—yakni nomor 10. Sebenarnya di sebelah kamar nomor 6, di ujung
paling belakang, ada kamar satu lagi yang tidak boleh dimasuki sembarang orang,
yaitu kamar untuk pasien kategori yang tingkat kegelisahannya cukup meresahkan.
Di kamar itu tidak ada yang boleh masuk kecuali dokter Budi. Pasien berbahaya,
katanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Selesai membersihkan kamar pasien, aku
merapikan taman: potong rumput, buang sampah, dan menyirami bunga-bunga. Di
tengah taman ini ada pancuran air, beberapa
jenis bunga, dan pohon-pohon cemara. Ada juga di bagian-bagian tertentu ruang taman,
kursi panjang berjumlah delapan banyaknya. Udaranya terasa sejuk, suara air,
dan juga kicau burung yang sedikit-sedikit bubar ke angkasa. Hari masih pagi,
aku harus membersihkan semua ruangan sebelum para perawat, dokter, dan
psikiater—datang. Aku bekerja dari jam tujuh pagi hingga jam tiga sore, itu
jika masuk shift pagi. Jika masuk shift sore, dari jam tiga sampai jam sebelas
malam. Jika kebagian shift malam, aku masuk jam sebelas dan pulang jam tujuh
pagi. Satu hari ada tiga shift, masing-masing sembilan jam. Dalam satu bulan,
kami digilir: pagi, seore, malam. Hari ini kebetulan aku kebagian shift pagi.
Berangkat dari rumah jam enam lebih tiga puluh menit, perjalanan dari rumah
kontrakan ke tempat kerja memakan waktu sekitar tiga puluh menitan. Kami
diwajibkan untuk lebih awal ketimbanga yang lain: dokter, psikiater, dan suster
perawat. Kecuali bagian dapur, mereka harus mulai masak dari pagi hari.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tak selang beberapa lama aku menyelesaikan
tugas, perawat-perawat berdatangan. Beberapa pasien yang berhamburan di taman dan
juga beranda kamar, digiring ke halaman kreativitas dan rehabilitas, sebagian
lagi dibawa ke ruang makan. Selesai makan, pasien-pasien dibius. Obat bereaksi,
pasien-pasien tadi dimandikan kemudian dibawa ke tempat tidurnya masing-masing.
Jika UPIP sudah lengang, aku dan petugas kebersihan yang lain—pindah ke halaman
kreativitas dan rehabilitas. Biasanya menunggu kegiatan pasien sampai selesai.
Jika sudah, aku memunguti kotoran dan merapikan rumput. Begitu kegiatanku
seharian, sampai jam menunjukkan pukul tiga sore.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tak terasa cahaya langit sedikit surut,
kumandang adzan berhamburan di atap, dinding, lantai-lantai, dan sebagian lagi
di dalam dadaku. Itu tak hanya berarti jam kerjaku telah habis, tapi juga
sebuah panggilan misterius yang sesaat membawaku pada nuansa spiritual: hening
yang melampaui batas. Maka aku diam mematung, hingga seruan itu lamat-lamat
menghilang dari inderaku. Lalu aku bersiap-siap pulang, merapikan diri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Keluar dari gerbang UPIP, aku absen untuk yang
kedua kali: mengisi kolom jam-pulang-kerja kemudian paraf.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kakiku terus melangkah meninggalkan UPIP, lalu
menyusuri ruang santai, teras, halaman kreativitas dan rehabilitas, dan kemudian
IGD. Belum jenak badanku melewati pintu keluar, dua perawat laki-laki menarik
tangan seorang perempuan yang berusaha melepaskan diri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Pasien baru?” tanyaku pada salah seorang
perawat itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Iya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku membalikkan badan, mengarah ke perempuan
itu. Dia terus berontak sambil mengiba kepadaku, “tolong... tolong... tidak,
tolong!!!” Aku masih menatapnya. Oleh dua perawat laki-laki tadi, perempuan itu
dibaringkan di atas ranjang pasien. Kedua tangannya diikat, pun dengan kedua
kakinya. Dokter Budi datang, memeriksa, lalu membiusnya. Suasana IGD kembali
tenang, dan aku melanjutkan perjalan pulang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pelataran Rumah Sakit, lalu ke jalan besar.
Pohon-pohon di atas trotoar, halte bus, dan ruko-ruko itu masih saja diam
seperti tadi pagi. Aku terus berjalan melewatinya. Sejenak aku berhenti di
depan sebuah gang—jalan menuju rumah kontrakanku. Di depan gang itu terdapat
sebuah rumah yang sudah ditinggalkan penghuninya: di depan halaman rumah kosong
itu berdiri sebuah pohon mangga yang daunnya rindang sekali. Pohonnya tidak
terlalu tinggi. Aku memeriksa di sela-sela daun apakah ada barang sebuah atau
dua buah mangga yang dapat kuambil. Ternyata buahnya masih kecil, belum siap
diambil. Maka aku lanjutkan lagi langkah kakiku menuju rumah, tempatku
beristirahat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sampai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku melepas sepatu, lalu meletakkannya di
tempat biasa. Juga tas punggung, lalu membuka seragamku, menggantungkannya di <i>centelan</i> baju. Mungkin sudah jam
setengah lima sore, warna langitnya semakin petang. Kubuka pintu dan jendela,
agar kamarku dimasuki udara dan sisa-sia sinar matahari hari ini. Sekalian mengeringkan
keringat-keringat, sebelum pergi membersihkan badan ke kamar mandi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kuisi teko elektrik dengan air, lalu
menancapkan kabelnya ke dalam lobang listrik. Hingga mendidih, air kutuang ke
dalam gelas bening dengan pegangan yang melingkar di belakangnya. Beralas
piring kecil, dengan tutup gelas berbahan plastik berwarna <i>pink</i>. Kopi yang kubuat airnya sedikit, sebanyak setengah gelas.<span style="background: white;"> </span>Selanjutnya, aku membiarkan uap-uap kopi panas
membentur penutup gelas. Dengan begitu, tekanan udara di dalam gelas akan
menjadi semakin tinggi, mengakibatkan biji-biji kopi lembut yang mengapung di
permukaan—jatuh ke dasar-gelas bersama dengan ampas: biji kopi halus itu pecah,
mengelurkan semacam inti-cairan yang ada di dalam dirinya kemudian menyebarkan
ke seluruh larutan. Saat itulah kopi akan terasa lebih nikmat.<span style="background: white;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Di depan teras rumah kontrakan, aku menikmati
kopi soreku. Kunyalakan sebatang kretek, lalu kuembuskan asap dari rongga
dadaku ke seluruh ruangan. Nikmat sekali. Aku buka tutup gelas, menyruput kopi.
Masya Allah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Lelaki tua berjalan ke utara dengan baju-ibadah
lengkap: peci, koko, sarung, dan sejadah. Tak selang berapa lama, dua orang
laki-laki setengah baya berjalan beriringan juga menuju ke arah yang sama. Lalu
perempuan sepuh, lengkap dengan mukena-nya. Aku masih belum beranjak dari
tempat dudukku, walapun aku tahu maghrib akan segera tiba. Sudah saatnya aku
membersihkan diri. Entah kenapa rasanya malas sekali, seperti ada yang aneh,
tapi tidak tahu apa yang sedang kurasa aneh.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ada apa ini?” tanyaku ke dalam diri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku mencoba mengingat-ingat, kejadian-demi
kejadian siang tadi—apa yang menyebabkan perasaanku tak seenak ini. Tapi buntu,
aku tak menemukan jawaban apapun. Sebab kurasa tak ada yang aneh dengan hari
ini. Semua berjalan normal, seperti biasanya. Lalu kupaksa badanku beranjak
dari kursi, menuju kamar mandi, <i>toh</i>
tidak semua hal harus ketemu jawabannya. Seperti halnya: Kenapa sehabis makan,
kita “harus” menelungkupkan sendok dan garpu di atas piring? Atau kenapa setiap
sehabis do’a, kita selalu meraupkan kedua telapak tangan ke wajah? Tidak ada
yang tahu! Semua hanya kesepakatan yang dikaitkan dengan norma atau nilai-nilai
tertentu. Maka kubiarkan rasa aneh di dalam tulang sum-sumku ini, berharap semoga
ia akan segera menguap ke atas langit menumui pemiliknya.<o:p></o:p></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pagi itu aku bangun dengan napas yang
tersengal-sengal, seperti habis berlari. Keringat sebiji jagung masih
menggenangi seluruh hamparan kulit wajah dan leherku. Sepertinya aku habis
bermimpi, tapi entah tentang apa. Kutengok jam dinding di atas kasurku: jam lima
lebih tiga puluh menit. Segera aku melompat dari kasur, bergegas pergi bekerja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Seperti biasa, aku selalu berangkat dari rumah
pukul enam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Selamat pagi, dok.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“He, Ri, selamat pagi.” Dokter Budi menyambut sapaanku, lalu
melanjutkan olahraganya, lari-lari di pelataran depan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku pun melanjutkan perjalananku menuju UPIP.
Seperti biasa, absen. Kali ini aku datang lebih awal: lima belas menit sebelum
jam masuk. “Kuncinya ada, Mas Hadi?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tenang, sudah aku masukkan kantong celana.”
Ia merogoh saku celana sebelah kanan, kemudian kiri. Lalu saku bajunya, kanan
dan kiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lupa lagi, Mas?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Iya, nih. Saya sering lupa kalau menaruh
barang. Tadi, ketika dokter Budi mau masuk, aku kebingunagn mencari kunci.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ini saran ya, mas. Boleh didengar, tapi
jangan dimasukin hati: kalau menaruh barang, usahakan selalu di tempat yang
sama. Jadi kalau mau cari, sudah tahu di mana tempatnya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Aduh kuncinya di mana ya, Ri?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku menengok ke arah lubang kunci, “itu, masih
nempel.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Masya Allah,” Mas Hadi menepok jidatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Maka seperti biasa, aku langsung menuju gudang
mengambil peralatan untuk bersih-bersih. Kamar nomor 1, 2, 3, 4, 5—aku lanjut
ke kamar nomor 6. Lalu 7, 8, 9, 10. Semua lancar. Ketika hendak balik ke
gudang, mengembalikan ember, kain pel, dan pembersih lantai; saat melewati
taman, aku merasa hari itu memang lain.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Hingga waktu berjalan beberapa bulan ke depan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pekerjaanku masih begitu-begitu saja:
membersihkan lantai, potong rumput, menyiram kembang, dan sesekali melepaskan perasaan—senang
sekaligus haru—menyaksikan kepergian pasien-pasien yang sudah sembuh. Mereka pulang
dijemput keluarganya, sebagian hanya dijemput tetangganya. Adalah Pak Slamet,
seorang tua beruban yang mengalami suatu masa lampau, ketika ia masih dipanggil
“jongos”. Ada perbedaan misterius antara kedua kata itu, jongos dan pelayan,
suatu perbedaan yang tak bisa ia terangkan, kerna baginya sesungguhnya segala
sesuatu masih tetap sama: di luar sana, atau di dalam rumah sakit—menjadi
pesuruh.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Suatu hari, beberapa bulan yang lalu kami
sempat merajut keakraban. Ketika itu Pak Slamet sedang duduk-sendiri di halaman
kreativitas dan rehabilitas usai membantu pekerjaan dapur. “Lagi mikirin apa,
pak?” tegurku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“E, Ri. Iya nih, aku kepingin pulang. Tapi aku
bingung, kalau sudah keluar dari sini mau kerja apa?!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Memangnya, dulu bapak kerja apa?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kerja apa saja, Ri.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Iya, apa pekerjaannya?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Agar memiliki nama, sebut saja pekerjaanku sebagai
‘serabutan’. Disuruh ini-itu oleh warga sekitar: ya cuci baju, setrika,
bersih-bersih rumah, membetulkan atap bocor, memperbaiki rumah, antar jemput
anak sekolah; pokoknya apa saja Ri. Warga di tempat tinggalku sangat baik
kepadaku. Mereka mau memberiku pekerjaan. Anggap saja aku ini jongos, sampai di
sini, kerna tidak ada yang membiayaiku, aku membantu memasak.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kenapa bisa masuk di sini, pak?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Harusnya negara ini dibubarkan saja!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Mendengar jawaban Pak Slamet, aku langsung
mengepalkan tangan-kiri dan mengangkatnya ke atas: “Merdeka!” kataku. Tapi
segera kulanjutkan, “tapi kenapa begitu? Apa alasannya?” aku sambil memasang
tampang konyol.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kadang aku merasa,” kata Pak Slamet, “negara
ini hampir tidak ada gunanya untuk orang kecil semacam kita. Semakin hari,
hidup tambah susah. Listrik rumah pakai token, motor semua diganti <i>matic</i>, handphone yang didistribusikan
kepada masyarakat dengan desain-teknologi yang mesti menggunakan paket quota
internet. Semacam ada kesengajaan dari negara, atau kalau aku boleh
berprasangka baik, pemerintah seperti tidak berdaya menghadapi gempuran kedua
sisi: konsumeritas masyarakat, dan kapitalisme perusahaan. Lihat tiga contoh
yang aku sebutkan tadi, semua memaksa kita untuk sesegera mungkin merasakan kegelisahan.
Motor, lebih mudah habis bahan bakarnya, sedangkan harga bensin makin hari
makin naik. Listrik, yang saat ini sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat,
hanya bisa dipakai sesuai kapasitas kantong kita. Kalau tidak, ia langsung
mati. Tidak seperti dulu, bisa <i>nunggak</i>
sampai tiga bulan. Pemerintah membatasi kita memakai listrik, tapi tidak dengan
pabrik-pabrik dan rumah orang kaya. Handphone, usia anakku sudah menginjak
remaja. Aku sudah menasehatinya berualangkali, mendoakannya setiap ia tidur;
tapi tetap saja kekuatan lingkungan mengalahkan petuah dan doa-doaku. Lingkungan membawanya bersikap dan berperilaku
sebagaimana anak seusianya. Dia minta handphone, dan minta diisikan pulsanya
setiap bulan yang semakin hari harganya semakin naik saja. Kalau tidak, anakku
marah. Di masaku dulu, isi pulsa lima ribu cukup buat satu bulan. Negara adalah
bentuk puncak dari sebuah korporasi, bisanya cuma jualan ke rakyat dengan harga
yang sangat tinggi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Iya, sih pak. Tapi kenapa pak Slamet bisa
masuk ke sini?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Gila, maksud kamu?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Jika ada kata yang lebih terhormat, saya akan
menggunakannya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya, seperti kataku tadi Ri. Beban hiudp terlalu
besar, walaupun aku sudah berusaha keras, tapi tetap saja tidak cukup.
Akhirnya, anak dan istriku meninggalkan rumah. Entah mereka pergi ke mana.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Itulah perbicanganku dengan Pak Slamet
beberapa bulan yang lalu, sosok yang sangat kuhormati. Dia termasuk pasien yang
tidak pernah berbuat onar, pendiam. Dan pada akhirnya dia harus meninggalkan
tempat ini, tentu saja aku bahagia—Pak Slamet dapat melanjutkan hidupnya di
luar sana sebagai orang yang normal di antara kegilaan-kegilaan yang ada.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku menyaksikan pemandangan seperti itu,
datang dan perginya pasien rumah sakit ini, sudah puluhan bahkan bisa dikatakan
ratusan kali. Kadang aku, atau bahkan para perawat lainnya merasa—sebiknya
mereka tinggal di sini saja. Sebab, belum
tentu di luar sana mereka diperlakukan sama seperti kami memperlakukan pasien.
Meskipun aku bukan seorang perawat, setelah mengalami kepergian pasien satu
per-satu, aku pikir akan terbiasa. Ternyata masih sedih, ternyata hatiku masih
bisa sedih. Ya, peristiwa hati memang peristiwa yang sangat misterius,
menyisakan teka-teki yang tiada habis-habisnya. Aku seakan bisa merasakan
suasana hati Gendari, seorang ibu yang menyaksikan keseratus Kurawa
anaknya—pergi dan kemudian gugur di gelanggang Tegal Kurusetra satu per-satu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pak Slamet pergi, kemudian ada yang datang.
Begitu seterusnya. Sebuah kedatangan berarti ada yang menghibur hatiku. Seorang
pasien perempuan, kulitnya kuning, lulur kunyit menggairahkan. Namanya Rona,
perempuan muda yang tidak beruntung. Di usianya yang masih belia seperti ini,
dia sudah mengalami depresi yang begitu berat. Dia adalah pasien yang pernah aku
lihat dulu di IGD ketika hendak pulang. Dia pasien yang berteriak ke arahku,
menatap mataku dengan iba: “tolong... tolong... tidak, tolong!!!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Inilah jawaban kenapa selama ini hatiku
gelisah. Ternyata, ketika ia menatap mataku untuk kali pertama, seperti ada
yang menusuk isi dadaku tanpa kusadari. Entah sejak kapan aku selalu
mendapatinya duduk di tengah taman bunga ini, diam, dan sendiri. Di antara
hamparan hijau rumput dan warna-warna kembang yang bertaburan di sana-sini; aku
dapat membayangkan kulit perempuan itu, gumpalan dagingnya, tinggi badannya,
kepadatannya. Aku selalu memandanginya dalam suka cita yang luar biasa.
Sepintas, ia tampak seperti perempuan sehat dan baik-baik saja: kecantikannya
kota dan sehat seperti orang gunung. Lama aku memandanginya. Tak dinanya,
ketika pikiran itu terlintas dan kebetulan Rona menatap ke arahku tepat di
tengah bola mataku. Sekilas aku melihat ia tersenyum, walalu sudah lewat
beberapa saat, aku masih bisa merasakan sisa-sisanya. Senyuman makhluk semacam
apa yang dapat tertinggal di genangan bibir basah yang tampak seperti barusaja
digigit? Aku sungguh ingin hidup di masa kini dan besok pagi! Dan hanya
kepadanyalah aku mempunyai hak untuk gemetar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Angin bertiup, bersamaan dengan pulihnya
ingatanku. Bahwa aku adalah orang waras, buruh rendahan, dan sedang jatuh cinta
kepada orang gila dari kalangan berada. Sepintas kurasa pahit. Maka segera
kutepis perasaan itu, bahwa pengetahuan tidak selalu berguna, apalagi dalam
persoalan cinta. Tenggorokanku bergerak naik-turun kerna menelan ludah, maka
tenggelamlah ke-minder-anku, bahkan seluruh pengetahuanku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sambil menenteng alat pemotong rumput, aku
mendekat ke arahnya sembari menekuni bibirnya yang melengkung sedikit ke atas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Selamat pagi Mbak Rona,” aku menegurnya,
memberanikan diri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ia menoleh ke arahku, dan terlihat cuaca di
wajahnya yang sembab dan air pada kedua matanya yang lembab. Rona tersenyum
kepadaku, tipis. “Apakah senyum itu menyiratkat perasaannya kepadaku?” Dan rasa
pahit pun datang lagi. Sebentar aku tersadar, jika dalam persoalan cinta aku
berhenti berpikir maka selayaknya aku tidak meminta orang lain berpikir tentang
diriku. Dan seketika itu juga aku telah selesai dengan diriku sendiri, sebab
dunia dan seisinya selalu bergerak dari waktu ke waktu, setiap bagian
mengerjakan tugasnya. Aku berharap segalnya akan berjalan sendiri, apapun
hasilnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Memang, sejak dulu setiap persoalan lebih banyak
menimbulkan pertanyaan daripada jawab. Bukankah dia memang selalu berperilaku
seperti itu, pendiam dan tidak pernah berbuat gaduh? Tapi entah kenapa ia
ditempatkan di ruangan khusus, sendiri, di ruang paling belakang. Katanya, dia
adalah pasien golongan gaduh gelisah yang tingkat kegelisahannya cukup
meresahkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Cerita punya-cerita, Rona berasal dari
keluarga kaya dengan status anak semata wayang. Pertengkaran demi pertengkaran
orang tuanya, membuatnya sering kedapatan berbicara sendiri, tertawa, dan
mengamuk tanpa sebab. Hinga pada puncaknya, pertengkaran orang tuanya semakin
hari semakin membesar. Ayahnya ketahuan selingkuh dengan teman istrinya, dan
sedang hamil. Ketika ayahnya mulai kasar kepada ibunya, teriak bahkan memukul,
Rona menyerang ayahnya dari arah belakang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ayahnya sekarat, ibunya membawa Rona ke rumah
sakit ini kerna dianggap gila telah menyerang orang tuanya sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Maka jangan pernah ikut campur di dalam
persoalan dua orang yang pernah jatuh cinta. Kerna, kita sebagai pihak ketiga
yang ingin ikut campur, akan berada dalam posisi yang selalu salah. Siapapun
yang sedang kita bela, apapun persoalannya. Itu yang kulihat pada nasib Rona:
membantu ibunya yang sedang disakiti ayahnya, yakni orang yang patut disalahkan
dalam peristiwa ini, tapi malah dianggap gila.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Hari demi hari kujalani episode hidupku kali
ini yang penuh dengan bunga: setiap udara yang kuhisap adalah aroma kembang,
juga sejauh hamparan tanah yang kupijak seperti ditaburi sekar melati dan
kenanga.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Setiap ada kesempatan, tepatnya ketika
membersihkan taman, aku selalu menggunakan saat itu untuk menyapanya. Jika
nasib sedang baik, aku mendapat senyum dari bibirnya. Itu sudah menjelaskan
banyak hal, setidaknya untuk diriku sendiri. Aku baru kali ini merasakan jatuh
cinta, rasanya memang agak lain. Banyak dandan, kurang makan, dan kurang tidur.
Kerna sebab itu, aku jadi sering terlambat masuk kerja. Beberapakali aku
mendapatkan teguran, tapi aku belum bisa beradaptasi dengan suasana baru di
dalam diriku. Akhirnya beberapa teman mengusulkan agar aku pindah di shift
kedua.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku setuju.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Di jam kerjaku yang baru, situasinya agak
berbeda. Kegiatanku kebanyakan di luar UPIP: buang sampah di dapur, buang bekas
bungkus obat dan alat suntik, membersihkan Kampar, merapikan ruang santai,
teras, dan taman kreativitas dan rehabilitas. Satu shift hanya diisi oleh dua
orang <i>cleaning services</i>, jadi tidak
heran untuk merapikan tempat sebanyak itu membutuhkan waktu yang cukup lama
ditambah dengan jam istirahat untuk makan dan melaksanakan ibadah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sudah dapat ditebak, setiap membersihkan
lantai sepanjang dapur hingga kampar aku selalu berhenti di depan gerbang UPIP.
Aku selalu memandangi tempat di mana Rona biasa duduk, dan selalu ada sesuatu
yang membuat jantungku memukul bila teringat kepada perempuan itu, kemudian perasaanku
akan menjadi sedih yang menekan. Kumandang adzan lamat-lamat bergelantungan di
daun telinga, dalam menangis aku menjadi merasa dekat dengan nama yang menggema
di ujung toa itu. Di luar, pucuk-pucuk pepohonan, rembulan, mengabarkan hari
mulai malam. Hingga tak terasa jam pulang kerja telah tiba. Teman shift-ku
memberi tumpangan hingga sampai depan gang, kebetulan arah tempat tinggal kami
searah. Sesampainya di rumah, aku matikan semua lampu, agar benar-benar terbebas
dari segala urusan. Di dalam gelap, aku merasa ada yang pedih di mataku. Kuseka
ia, dan ternyata adalah air: Rona mengambang di-ingatan-ku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Lampu kunyalakan lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sudah berapa lama aku membiarkan laba-laba
membuat sarang di mana saja: langit-langit, gantungan lampu, di atas lemari. Debu-debu
juga kuperbolehkan pergi ke mana saja. Itu semua kuacuhkan. Aku lebih suka
mengenang Rona dalam baju longgar dan celana berwarna hijau, seperti warna
rumput berhamparan di antara bunga-bunga.
Ia selalu kukenang dengan cara demikian. Perempuan itu sungguh menyita
hampir seluruh pikiranku. Walau terkadang aku sadar telah mengulang,
berlingkar-lingkar dalam satu soal. Aku bangun dari pembaringan, mondar-mandir di
ruang depan bergerak di antara lantai-lantai beranda. Lalu masuk lagi,
mematikan lampu dan kemudian tidur.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Hingga tak terasa benang-benang cahaya
menyoroti mataku, di dalam kamar rasanya panas sekali. Aku berdiri, membuka
jendela. Tampak matahari sudah condong ke arah barat. Kutengok jam di dinding,
waktu telah menunjukkan jam tiga belas lebih tiga puluh menit. “Lima belas
menit lagi,” kataku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku duduk di ambang jendela, sepertinya di
tengah atap-atap genting dan lekuk-liku gang-gang sempit, di bawah matahari
hampir sore—dunia berhenti. Aku merasa telah bersahabat baik dengan semesta,
tapi belum juga memenangkan perang melawan kegelisahan setelah sekian lama
bergulat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Lima belas menit berlalu begitu saja, aku
bergegas ke kamar mandi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Nah, ini dia orangnya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku mengisi absen, “ada apa ini?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Besok kita mau bikin rujak, kamu nyumbang buah
apa Ri?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Mangga muda?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Cocok, Ri. Lengkap sudah.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Maka, setelah pulang kerja sengaja aku
mengintip-intip buah mangga di depan gang. Rupanya mereka sudah besar, meskipun
belum matang. Memang itu yang kuinginkan, mangga muda! Setelah mengincar buah
mana saja yang akan kukuambil, aku kembali ke rumah. Besok, menjelang berangkat
kerja, aku sempatkan mengambilnya terlebih dahulu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan seperti janjiku, aku membawa satu kantong
plastik penuh berisi mangga muda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ri, kamu pisahkan buat dokter Budi ya?!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Berapa?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tiga atau empat gitulah.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku mengambil plastik, lalu kumasukkan jatah
untuk dokter Budi. “Aku letakkan di sini ya?!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Oke.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kapan kita mulai acara rujakannya?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Nanti, agak sorean.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Lalu aku bekerja seperti biasanya. Hari itu,
suasana hatiku tidak sepi. Kami berpesta pedas hingga hampir menangis kerna
berebut air. Tapi tidak bertahan lama. Ketika hari di luar adalah hitam di
bagian gerumbul pohon dan pesta kekuningan di bawah rembulan, gelap dan cahaya
berganti-ganti menimpaku. Dalam limbur keemasan, aku berpikir bahwa hidup
sedungu ini adalah dosa. Binar-binar lampu merkuri berbaur dengan cahaya bulan,
“kesunyian macam apakah yang telah membantai kerianganku?” Kebekuan seperti ini
adalah warna hidup yang terkutuk! Hari itu, aku dan keajaiban malam telah
menjadi satu. Alangkah gaibnya!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Jam kerjaku telah habis, seorang teman
memberiku tumpangan. Malam itu, siapapun juga telah tenggelam dalam lelap
tidurnya masing-masing. Aku ingin melupakan apa saja kecuali kesadaran bahwa
aku ingin riang seperti dulu. Harusnya cinta tak seperti ini, ia membahagiakan.
<i>Toh</i> ini hanya jatuh cinta, peristiwa
alamiah yang biasa dialami semua orang. Aku harus pandai-pandai mengendalikan diri
dan perasaanku, jika tak ingin tersiksa di mana-mana. Aku telah lancang
berbuat. Dan pikiran-piran ini sebagian dari perbuatan itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Hmmm...<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dia satu-satunya orang dari pikiranku yang
selalu ikut serta, di mana kami pernah berdua di atas rumput di bawah pepohonan
cemara. Saat itu langit seakan merendah seperti terjangkau oleh tangan, dan
perempuan di depanku seolah bukan makhluk dari hidup sehari-hari. Aku limbung,
hanya bahwa di bawah kakiku masih ada tanah menyadarkanku masih berada di atas
bumi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ternyata aku masih di atas motor temanku,
menuju gang—rumah kontrakanku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sepanjang perjalanan ia terus berbicara tanpa
henti, entah tentang apa. Aku sedang tidak berada di dalam tubuhku, maka aku
hanya menyauti apa-apa saja yang dikatakan temanku dengan: Oo... Mmm... dan
sekembalinya kesadaran ke dalam tubuh jasmani, kalau aku meladeni omongannya
dan tidak menyuruhnya memilih hal-hal yang penting saja, akan habislah waktu
untuk mengulang obrolan yang singkat itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Intinya apa?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lha, itu tadi. Menurut kamu ada yang aneh
tidak?” katanya. Motor berhenti pas di depan gang kontrakanku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Apanya yang aneh?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ah, percuma ngomong sama kau!” dia langsung
bablas meninggalkanku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku sampai di rumah kontrakanku, dan malam
sudah terlampau larut. Kumatikan lampu, agar dunia lebih sunyi dari kesepian,
lebih terpejam dari tidur, lebih bisu dari terdiam. Besok aku masuk shift
malam.<o:p></o:p></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku berangkat dari rumah jam sembilan malam.
Aku takut jika harus berjalan menyusuri gang-gang sempit lebih dari jam
sembilan. Di rumah sakit, meskipun belum waktuku untuk bekerja, setidaknya aku
bisa santai di sana: ngobrol, atau yang lainnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pada shift malam pekerjaan tidak terlalu berat,
hanya membersihkan piring bekas makan pasien dan tentu saja membersihkan lantai
lorong, dan IGD. Kulakukan tugasku hingga beberapa lama sesuai jadwal giliran,
sampai aku ganti shift lagi—masuk pagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tentu saja aku senang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pagi itu penuh dengan hawa semangat, dan fajar
telah digantikan oleh deretan cahaya matahari. Di timur kemerahan. Di pepohonan
kemerahan. Panas yang lembut. Kabut mulai menipis. Lampu-lampu jalan padam,
tinggal tiang-tiangnya yang tetap berdiri lurus di tempatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku datang tepat waktu, pukul tujuh pagi.
Memasuki gerbang UPIP, aku menahan untuk menekan perasaan-perasaan yang
menarik-narik jantungku. Meskipun nama perempuan itu tak dapat kuhapus dari
ingatan, terpancang di mana-mana: Pagi itu Rona duduk di tempat seperti biasa.
Kulitnya seperti mengkilat dan menampung sinar-sinar matahari yang semakin
memperjelas urat-urat di sebalik kulit kuningnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku terus berjalan ke arah gudang, dengan
perasaan—Rona sedang memperhatikanku dan berharap mengatakan: “E, apa kabar?
Sudah lama kita tidak ketumu? Kamu kemana saja?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tapi itu tidak mungkin. Tapi bolehlah
membesar-besarkan hati, menghibur diri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Seperti biasa, aku masuk ke kamar nomor 1
terlebih dahulu. Baunya menyengat, urinior berserakan dan isinya berhamburan—menguak bau-bau tak sedap memasuki
hidungku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku ambil satu per-satu, kubawa ke toilet yang
terdapat di dalam kamar itu, lalu kubersihkan dengan air dan kemudian aku jemur
hingga kering. Setelah membersihkan urinior, aku mengepel seluruh lantai. Tidak
semua pasien buang air di toilet, mereka sering melakukannya di samping ranjang
tidurnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Selesai, aku lanjut ke kamar-kamar
selanjutnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tuntas sudah pekerjaanku membersihkan kamar
pasien, aku melewati taman untuk mengembalikan peralatan ke gudang. Saat itu
aku tahu bahwa Rona terlihat agak gemukan dari pertamakali aku melihatnya. “Syukurlah
dia tambah sehat, semoga ia lekas sembuh dan kemudian pulang—berkumpul bersama
keluarganya. Tidak menggangguku seperti ini.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku meletakkan peralatan, lalu menenteng
gunting rumput. Tidak tahan juga diriku jika tidak menggodanya. Lalu aku
pura-pura merapikan bagian-bagian taman di dekat tempat duduknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Halo, apakabar Rona? Gimana, sudah baikan?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dia hanya diam, tak bergerak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Aku lihat kamu sudah agak gemukan!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tak ada jawaban.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Syukurlah kalau begitu, mungkin kau cocok
dengan makanan yang ada di sini.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tiba-tiba Rona berteriak sekencang-kencangnya.
Aku yang merasa tidak siap, sekaligus tidak menyangka akan terjadinya peristiwa
ini—hanya bisa mematung kebingungan. Perawat berdatangan, dokter Budi lari
menghampiri Rona. Aku yang sedari tadi diam saja, tertubruk oleh badan dokter
Budi. Aku tersungkur di tanah, taka ada yang memperhatikan keberadaanku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dengan gerak lambat, aku menjauh dari
kerumunan. Melihatnya dari jarak yang cukup aman.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Mas Hadi tergopoh-gopoh membuka jeruji dan
kamar Rona, kemudian dua perawat membopongnya masuk ke dalam kamar gaduh
gelisah. Mas Hadi hanya menunggu di luar, setelah keadaan menjadi tenang, dua
perawat keluar, Mas Hadi mengunci gerbangnya kembali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dokter Budi mendekat ke arahku, “bagaimana
kejadiannya tadi?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Saya tidak tahu, dok.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tidak tahu bagaimana, kamu kan ada di sebelahnya?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku hanya diam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lain kali hati-hati, ya?! Jangan mengajak
bicara pasien yang kamu tidak tahu kondisinya. Itu bukan bagian kamu!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku merasa tak enak, barukali ini dokter Budi
marah kepadaku. Biasanya tidak pernah begitu. Aku memang keterlaluan!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pulang jam kerja, ketika mengisi absen, Mas
hadi menyerahkan selembar surat kepadaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Apa ini, mas?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sepertinya surat peringatan, Ri.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Gara-gara tadi?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Aku tidak tahu, tapi katanya kejadian tadi
adalah puncaknya sehingga pihak manajemen melayangkan surat peringatan kepadamu.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Aku merasa tidak berbuat apa-apa, mas.
Sungguh!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sudahlah, Ri. Terima saja. Daripada urusannya
jadi panjang.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku sudah kehabisan kata-kata. Tak ada yang
bisa kuperbuat. Sepanjang langkahku keluar dari gedung rumah sakit ini, seakan
semua mata sedang tertuju kepadaku. Nuansa hangat yang biasa bertebaran di
rumah sakit ini, sekarang menjadi sangat dingin. Atau ini hanya perasaanku saja
yang sedang merasa bersalah?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Untuk memperbaiki kesalahan, kupikir, besok
aku akan masuk kerja lebih awal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dokter Budi terlihat sedang lari-lari di
pelataran, ketika hendak kutegur, ketika ia melihatku, dokter Budi memalingkan
wajahnya. Dengan wajah tunduk aku memasuki IGD, hingga sampai ke UPIP. Perawat
jaga tidak ada di tempat, aku menunggu—duduk di kursinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ngapain duduk di situ, Ri?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Mau masuk, mbak.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kan belum waktunya masuk?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Iya, kepagian bangunnya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pertanyaan-pertanyaan itu seperti sedang
menydutkanku, mencurigaiku. Semacam ada jarak di antara kami.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tunggu sebentar! Tunggu jam tujuh.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku berdiri dari kursi perawat jaga, lalu
perawat itu duduk. Aku merasa kikuk, perasaan yang sangat merepotkan hati.
Tepat jam tujuh, gerbang UPIP dibukakannya untukku. “O, iya Ri. Sehabis membersihkan
kamar, langsung ngepel lorong ini ya?! Biar temanmu saja yang potong rumput
taman.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Baik, mbak.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku berjalan lemas menuju gudang. Dari arah
belakang, temanku menyusul sambil setengah berlari-lari. Teman shift-ku: “Ada
masalah apa kemarin, Ri?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Aku sendiri juga bingung, tiba-tiba saja
pasien-baru itu berteriak tepat ketika aku sedang berada di dekatnya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kamu di-‘SP’?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Iya.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Memangnya kamu berbuat apa?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kukira sama seperti pasien yang lain: aku
ajak ngobrol. Bukankah itu hal biasa?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sudah kuduga. Ya sudah, tidak usah dipikir!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Hari itu terasa begitu lama, aku memilih
menghindar dari UPIP. Aku sengaja memilih lokasi yang agak jauh dari pasien. Sampai
tak terasa sudah satu minggu, keadaannya belum juga mencair, aku ganti shift
sore. Meskipun perawat-perawatnya berbeda, nuansanya kurasa masih tetap sama:
dingin. Aku tidak diajak bercengkerama seperti dulu. Dan aku memilih bekerja
saja, sebagaimana tugasku sebagai pegawai kebersihan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Beberapa minggu telah berlalu, aku ganti shift
malam. Aku sudah mulai tak kerasan bekerja di sini. Mata-mata itu, dan
bisik-bisik beberapa mulut masih tertuju kepadaku. Lama aku berpikir, dan
sampai kepada keputusan: pada akhir bulan nanti, aku akan mengajukan
pengunduran diriku. Tapi untuk bisa sampai ke akhir bulan, masih lima belas
hari lagi. Aku sudah tidak nyaman, dan selalu merasa malas jika harus berangkat
kerja. Tapi aku bekerja di sini dengan segala niatan baik dan kuawali dengan
baik, maka jika pun aku harus keluar untuk mencari pekerjaan lain, sudah
semestinya aku harus dengan cara yang baik dan proses yang benar pula.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ri...” tegur salah satu satpam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kurasai ada es yang meleleh di sekujur
tubuhku. “Panggil saya, pak?” akhirnya ada juga yang mau berbicara kepadaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tidak. Aku hanya ingin memanggilmu saja.
Sudah lama kita tidak bertegur sapa.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Iya, pak. Terimakasih.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku segera meninggalkan petugas satpam itu,
menjauh dari pos jaga. Beberapa hari yang lalu, aku telah menulis surat
pengunduran diriku, surat itu selalu berada di tas punggungku. Kubawa ke
mana-mana. Sebab, jika aku rasa keadaan sudah tidak memungkinkan di luar waktu
yang telah kutentukan, surat itu langsung bisa kuserahkan—sekalian pamit kepada
yang lain.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tapi aku tetap ingin bertahan hingga akhir
bulan ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tidak lama aku sampai di rumah sakit, hujan
mengguyur seluruh kota. Anginnya kencang, dan juga petir yang menyambar-nyambar
disertai suara guntur yang seperti tiada hentinya. Aku tetap melaksanakan
tugasku seperti biasanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Malam itu seperti tidak ada suara lagi kecuali
air hujan dan petir yang menggelegar-gelegar. Suasananya agak menakutkan bagi siapa
saja yang mendengarnya. Perawat jaga gerbang UPIP, kebetulan Mas Hadi.
Barangkali ia masih mau kuajak ngobrol malam ini. Tapi aku tidak ingin memulai
pembicaraan apapun, sebelum diajak bicara.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya, kukira memang setiap orang ada masanya.
Ada jodohnya. Mungkin jodohku dengan pekerjaan ini hanya sampai akhir bulan ini
saja.” aku terus mengajak diriku berdiskusi agar aku tak merasa sepi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sebelum kami sempa berbincang, kulihat Mas
Hadi meninggalkan gerbang UPIP. Lagian apa yang mau dijaga? <i>Toh</i> tidak ada kegiatan apa-apa di dalam
UPIP. Petir menyambar-nyambar dengan suara yang sangat kencang, aku terjingkat
dibuatnya. Setelah itu, ketika yang tersisa hanya suara hujan, aku seperti
mendengar orang berteriak di dalam UPIP. Aku lari ke gerbang, mencoba mencari
asal suara. Suara teriakan itu terdengar lagi, dari tempat yang jauh. Tidak
salah, suara itu berasal dari kamar pasien paling belakang: Rona?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku kelimpungan mencari Mas Hadi, ingin
memberitahukan ada pasien yang sedang meronta-ronta seperti sedang meminta
tolong. Hampir lima belas menit aku mencari perawat jaga dan tidak ketemu,
kulihat di atas meja—kunci tergeletak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku nekat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Membuka gerbang UPIP, lalu lari menyeberangi
taman dan kemudian ke kamar di mana Rona ditempatkan. Aku cari kuncinya dari
yang banyak itu, satu per-satu kucoba.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Berhasil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Lalu aku mencari kunci kamarnya, dan pintu pun
terbuka. Ketika Rona melihatku, dia malah lari ke arah belakang: “Jangan, dok, jangan...
jangan bius saya, dok.” Rona lalu menanggalkan semua pakaian yang dikenakannya hingga
telanjang, kemudian ia berbaring di atas ranjang dan membuka kedua pangkal
pahanya: “Ayo, begini saja. Lakukan sesuka hatimu, seperti biasanya.”<o:p></o:p></div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-41903662388355415332016-09-04T07:57:00.002-07:002016-09-04T08:10:39.656-07:00KEMBALIKAN MARWAH WARUNG KOPI SEKARANG JUGA!<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEha7mI5UjFLK9fBf7xxQmDry9yGVdIu4QSivjBc6ctKBrcK1iUKLvESH4vBkCbFZozOit3SuWN1ZB2HTRXSVF6PlAgHdCZgiqmVy8mZug5PtWYtSYTgtifHeErO7uFh4QCz0sJq1GoH22U/s1600/Mrwah+Warung+Kopi.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEha7mI5UjFLK9fBf7xxQmDry9yGVdIu4QSivjBc6ctKBrcK1iUKLvESH4vBkCbFZozOit3SuWN1ZB2HTRXSVF6PlAgHdCZgiqmVy8mZug5PtWYtSYTgtifHeErO7uFh4QCz0sJq1GoH22U/s320/Mrwah+Warung+Kopi.jpg" width="291" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Jawa bisa dikatakan memiliki tradisi lisan yang
cukup baik, hal tersebut dapat dibuktikan dengan masih kuatnya ingatan kolektif
masyarakat tentang legenda, dongeng, dan cerita-cerita rakyat. Ada budaya <i>tutur tinular</i>, <i>getok tular</i>, dan <i>woro-woro</i>
untuk pentransferan sebuah informasi. Jenis komunikasi di dalam masyarakat pun diklasifikasikan
dalam beberapa: <i>rembug</i>, <i>omong tuwa</i>, <i>wadhul</i>, <i>ngrasani</i>, dan
sebagainya-dan sebaginya. Dari sinilah kisah-kisah masalalu meninggalkan
jejaknya. Meskipun tak <i>ajeg</i>, kerna ciri
sebuah informasi-lisan tergantung daya serap sang penerima dan kelengkapan
cerita sang informan, tidak heran jika terdapat varian-varian cerita pada kisah
yang sama.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Adalah alun-alun, salah satu ruang publik di masa
lampau yang kerap digunakan masyarakat untuk melakukan aktifitas profan, juga
untuk memperoleh informasi dari kekuasaan atau arahan pelaksanaan dari hukum-hukum universum pada
kehidupan sehari-hari—kerna sejatinya alun-alun merupakan simbol harmonisasi
antara mikrokosmos dan makrokosmos. Kawula (rakyat) dengan Gusti (raja). Alun-alun juga disebut sebagai <i>paseban</i>, tempat di mana tamu-tamu menghadap (seba) dan juga
menunggu. Jika rakyat ingin mengadukan sesuatu kepada raja, dia akan <i>pepe</i> (berjemur) di <i>paseban</i> hingga ditemui oleh utusan dari keraton. Namun, ketika
sistem kerajaan dan feodalisme diganti dengan sistem presidensial, alun-alun beralih
fungsi menjadi ruang-hijau-kota saja.
Beralih-fungsinya sebuah alun-alun, membuat ia tak lagi menjadi pusat informasi
masyarakat. Ia tetap dilestarikan hanya sebagai <i>renik</i>, asesoris tata-ruang kota.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ada juga lokasi yang dijadikan ajang tukar
informasi antar sesama <i>kawula alit</i>,
terutama kaum laki-laki: gardu, yakni representasi munculnya negara kolonial (khususnya)
di Jawa pada abad ke-19. Pada saat yang sama, gardu juga digambarkan sebagai
suatu bentuk pertahanan bagi etnis Tionghoa yang hidup selama masa penuh
kekacauan, saat kekerasan diarahkan kepada mereka. Peristiwa demi peristiwa
membuat gardu terikat pada politik ruang. Beralih fungsi hingga hari ini,
merupakan akibat dari penyesuaian terhadap praktik-praktik sosial dan proyek
politik yang membuatnya mereorganisasi ruang kota dan desa. Awalnya gardu
bukanlah gardu, ia lebih dikenal dengan nama <i>gapura</i> yang hanya ada di
tempat-tempat kekuasan, misalnya keraton, di mana setiap pintu dijaga oleh
beberapa prajurit. Sebelum masa kolonial, Asia Tenggara pada umumnya dan Jawa
pada khususnya, belum memiliki kesadaran dan prinsi-prinsip teritorial. Barulah
ketika Jawa berada di bawah kepemimpinan Gubernur Jenderal Daendels yang
berasal dari Prancis, dan di bawah Gubernur Rafles pada peralihan Pemerintah
Inggris, juga saat berlangsungnya peristiwa tanam paksa (culture
stelsel)—melahirkan kesadaran teritorial akibat campur-baurnya rezim-rezim
penguasa. Ketika Daendels mengerjakan proyek jalan untuk menyambungkan seluruh
wilayah-wilayah di pulau Jawa (Anyer sampai Banyuwangi) yang dikenal dengan
nama (proyek): Jalan Pos Besar atau <i>Groote
Postweg</i>, istilah gardu baru muncul yang diambil dari bahasa Prancis: <i>garde</i>—untuk membagi wilayah kekuasaan
Belanda ke dalam ruang-ruang yang terdemarkasi dengan sebutan <i>karesidenan</i>. Bentuk gardu diadopsi dari <i>pendopo</i>, yang diletakkan di setiap
perbatasan wilayah yang kemudian oleh penggunanya (biasanya adalah musafir dan
pedagang) dimanfaatkan sebagai tempat untuk beristirahat (rest area) ketika
sedang melakukan perjalanan jauh. Keadaan Jawa ketika itu masih rawan perampokan,
maka para pedagang yang beristirahat di gardu menyewa centeng dan tukang pukul
untuk berjaga. Inilah cikal-bakal di mana gardu identik dengan kegiatan
keamanan. Setelah Indonesia (baca: Jawa) berpindah ke tangan Jepang, dengan
idilogi Pan-Asia-nisme-nya yang dimaksudkan untuk mengintegrasikan seluruh Asia
di bawah kepemimpinan Jepang guna menghadapi Perang Asia-Pasifik. Alih-alih
ingin mempersatukan rakyat Indonesia untuk melawan imperialisme Barat, seluruh
masyarakat-sipil dimobilisasi dan dilatih pendidikan militer. Agar niatan
pemerintah Jepang lancar, maka dibentuklah <i>tonarigumi</i>
(sistim RT/RW) sebagai bentuk pengawasan terhadap ketertiban dan loyalitas
kepada Jepang. Gardu yang saat itu berganti nama <i>Keibodan</i>, menjadi pusat kegiatan intelejen untuk mengawasi dan
memastikan segala tindak-tanduk yang ada di <i>tonarigumi</i>.
Jepang takluk dari sekutu, situasi Indonesia rusuh, gardu menjelma menjadi
pos-pos komando yang dijaga oleh TNI. Diberlakukan surat jalan bagi setiap
pelancong, dan setiap pos komando akan memberi stempel pada surat jalan
tersebut. Rezim berganti, gardu dijaga oleh Hansip (pertahanan sipi). Kata
‘pertahanan’ di sana menunjukkan kegiatan intelejen yang dilakukan oleh
Pemerintah Orde Baru untuk mengawasi semua kegiatan masyarakat. Orang yang
lahir paling lambatnya pada medio 80’an, masih bisa merasakan—rasa takutnya
“ngarasani” penguasa walaupun di dalam rumahnya sendiri. Soeharto lengser,
kerusuhan dan penjarahan terjadi di mana-mana—terutama kepada warga keturunan.
Gardu selain sebagai tempat keamanan, juga dijadikan ajang untuk mengembalikan
nama Soekarno oleh Megawati dan PDI-P. Pasca ’98, hampir seluruh gardu
bergambar Soekarno dan Kepala Banteng. Dan setelah situasi menjadi stabil,
warga keturunan cenderung tinggal di perumahan-perumahan <i>elite</i> dengan sistem keamanan yang ketat. Gardu digunakan oleh
security hanya sebagai tempat berjaga, tanpa melibatkan warga untuk ronda atau
siskamling. Sedangkan di area padat penduduk, warga kelas menengah ke bawah,
gardu kerap beralih fungsi: dikontrakkan untuk dijadikan tempat cukur rambut,
rumah sewa, sekolahan TK, dan lain sebagainya—otomatis jarang sekali ada
kegiatan ronda yang dilakukan warga secara bergantian.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Komunikasi merupakan salah satu aktivitas yang
sangat fundamental dalam kehidupan manusia yang berfungsi sebagai kontrol lingkungan, adaptasi, dan
transformasi warisan sosialisai. Bergesernya
fungsi alun-alun dan gardu hingga dewasa ini, membuat kebutuhan ruang untuk berkomunikasi—pindah
ke tempat lain yang hari ini dijadikan pusat kerumunan: cafe, dan warung kopi.
Dua tempat ini sejatinya sama secara fungsional, tetapi berbeda kasta kerna
segmen pangsa pasarnya. Dari perbedaan itu, maka cafe yang notabene untuk
strata ekonomi “khusus” dibekali peralatan dan perlengkapan tertentu: tempat
yang bersih, lokasi yang nyaman, peralatan yang modern, ruang yang dingin, dan
free wifi.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Berbeda cafe, berbeda pula dengan warung kopi.
Kebetulan, saya lahir di Surabaya dari kalangan klas menengah ke bawah.
Surabaya secara teritori terletak di wilayah pantai (paling) utara di mana
pantura terkenal dengan racikan kopinya yang khas dengan rasa yang cukup keras.
Maka tidak heran jika di Surabaya—warung kopi tumbuh subur hampir di setiap lokasi
dengan sebutan ‘GIRAS’. Konon, giras adalah akronim dari ‘legi-keras’—diambil
dari karakter kopi yang dimilikinya. Dan di tempat inilah para kaum laki-laki
berkumpul dan menghabiskan waktu luang dengan variasi usia yang beragam: tua,
dewasa, remaja, dan bahkan anak-anak. Profesi pendatang juga macam-macam:
ustadz, tukang kredit, <i>debt collector</i>,
montir, mahasiswa hingga pelajar. Tema yang dibicarakan tidak tentu, tergantung
siapa yang ingin menceritakan persoalan yang sedang dihadapinya: bisa tentang
keluarganya, tetangganya, atasannya, gurunya, pacarnya, sampai masalah agama.
Budaya nongkrong di warung kopi kemudian disebut <i>cangkruk</i>, yang berarti duduk di warung kopi dengan waktu yang cukup
lama. Di sinilah keakraban terjalin, informasi dikumpulkan kemudian menyebar ke
seluruh penjuru. Bisa dikatakan, warung kopi adalah pusat informasi bagi setiap
warga.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kemudian, kekira tahun 1998, saya pindah ke daerah
Gresik. Di tempat baru saya ini juga memiliki budaya warung kopi. Tapi warung
kopi di Gresik agak lain, dia merepresentasikan sebuah erotisme: kopi <i>pangku</i>. Kata ‘pangku’ secara harafiyah berarti
duduk di atas paha. Jadi, yang dimaksud dengan ‘kopi pangku’ adalah warung
kopi, bisa dikatakan remang-remang, yang banyak dikunjungki oleh sopir-sopir.
Konsep warung kopi ini menjadi viral kerna menawarkan sesuatu yang berbeda, yakni
pelayan perempuan genit dan fasilitas karaoke. Ramailah dia didatangi
pengunjung-pengunjung. Tak hanya sopir, kini kopi pangku sudah bisa diakses
oleh umum.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sudah jamaknya, apa-apa yang populer di kalang
menengah ke atas, dalam hal ini adalah cafe, akan ditiru oleh klas di bawahnya
dengan kwalitas yang minimal. Maka, laiknya jamur, warung kopi kini bermunculan
di mana-mana, dan hampir dapat ditemui di manapun tempat. Warung kopi gaya baru
menggabungkan beberapa konsep: cafe, giras, dan kopi pangku. Hari ini, warung
kopi di radius tempat tinggalku mesti memiliki fasilitas wifi, dan karaoke.
Mereka bersaing dengan ugal-ugalan, dan meninggalkan tradisi juga ruh warung
kopi itu sendiri.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kenapa demikian?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Bisa kita lihat di warung-warung kopi, semua
pengunjungnya tidak ada yang bercengkerama, ngobrol, diskusi, atau apalah—kegiatan
yang bersifat komunal. Mereka justru lebih memilih berasyik-masyuk dengan
gadget masing-masing, jikapun ada satu atau dua orang yang ngobrol, itu dapat
dipastikan sedang membahas status teman facebooknya. Kalau tidak internetan <i>game online</i>, mereka karaoke—curhat
malu-malu yang disampaikan melalui lagu. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Taek!</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ya, ini adalah budaya taek!</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Jika ruang-ruang publik dipenuhi oleh orang-orang
“autis” semacam ini, bagaimana kita sebagai bangsa bisa bersatu? <i>Lha, wong</i> ngobrol saja <i>ndak</i> pernah?! Kita tentu tidak bisa
melawan arus massa yang menginginkan kecanggihan gadget, tapi apa iya harus di
semua tempat? Ada warnet <i>game online</i>
yang kini sudah menggusur eksistensi rental PS dan warnet pra-game online, dan telk*m
corner. Apakah di semua tempat kita harus internetan?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kembalikan marwah warung kopi ke posisi semula!
Biarkan dia tetap menjadi gelanggang komunikasi bagi setiap warga dan pusat
informasi seperti dulu. Jangan biarkan warung kopi mengalami hal yang sama
seperti gardu dan alun-alun.</div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-50681251392057319092016-08-26T19:53:00.001-07:002016-08-26T19:53:08.995-07:00TEKNOLOGI YANG MUBAZIR!<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiVOQcb8KMkjr3Sx2MxpousbWHIITRxyjc9y3E4xNiZAouVbBkzj0vQ7v4zTVEOMiC6FyUd4ZlPf00srSBd6YqgmK5i2cZodcwHbyCl6QIuv_dqz4bP5tzo5mbH9FelvPjPNr-_V1mLd0/s1600/TEKNOLOGI+YANG+MUBAZIR%2521.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiVOQcb8KMkjr3Sx2MxpousbWHIITRxyjc9y3E4xNiZAouVbBkzj0vQ7v4zTVEOMiC6FyUd4ZlPf00srSBd6YqgmK5i2cZodcwHbyCl6QIuv_dqz4bP5tzo5mbH9FelvPjPNr-_V1mLd0/s320/TEKNOLOGI+YANG+MUBAZIR%2521.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagaimana reaksi Anda ketika menerima sebuah pesan-singkat yang berbunyi, masa aktif kuota internet Anda akan segera berakhir? Tentu saja, untuk kita yang sudah terlanjur “menggantungkan diri” pada era digital hari ini, tidak akan rela melewatkan-waktu barang sedetik pun tanpa terkoneksi dengan jejaring internet. Kemajuan teknologi dan internet menawarkan kepada para penggunanya, bahwa dunia akan ada di genggaman. Siapa yang tidak mau? Informasi mengenai apa saja, yang terjadi di belahan dunia mana saja—dalam hitungan detik—dapat ditenggak oleh siapapun tanpa syarat. Selama tiga puluh dua tahun Indonesia dikuasai oleh rezim Orde Baru, dan selama itu pula masyarakat di-drive alam bawah sadarnya untuk menerima informasi-informasi yang hanya dikehendaki oleh penguasa waktu itu. Runtuhnya otoritarianisme Soeharto pada tahun 1998, menghadirkan fenomena baru di tengah masyarakat dimana semua orang dengan berbagai status sosial dan tingkat pendidikan—gemar mendiskusikan isu-isu politik. Saat itu, semua pihak merasa dirinya adalah pakar yang paling mengetahui keadaan negara Indonesia. Dan sebagaimana kita ketahui, pada awal masa reformasi, tema politik masih merupakan tema klas tertentu dalam kasta ekonomi. Inilah titik-awal kenapa masyarakat secara psikologis tidak lagi ingin ketinggalan tentang berita terbaru. Bersamaan dengan itu, munculnya bibit-bibit narsistik-eksploitatif dalam diri masing-masing.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Supply and demand, teknologi menjawab permintaan masyarakat. Laiknya konversi minyak-tanah ke tabung-gas, tak ada yang dapat mencegah perubahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Munculnya produk manufaktur berupa smartphone untuk pertamakali, langsung disambut oleh konsumerisme masyarakat. Puncaknya, Indonesia mendapat predikat Blackberry Nation dari negara lain. Bagaimana tidak? Para pengguna perkakas ini sangat responsif ketika mendengar bunyi ‘PING!’, keranjingan; itu kenapa gadget selalu diletakkan di dekatnya: ketika makan, tidur, hingga ke toilet pun mereka masih menggenggamnya. Pada titik ini, manusia sebagi konsumen dan teknologi sebagai produsen, membentuk hubungan yang saling membutuhkan dan menguntungkan. Dalam sisi akad dagang, persoalan ini clear. Tidak ada masalah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada awal kemunculannya, smartphone memang (sempat) membuat masyarakat seperti mengalami sebuah ekstase, yaitu semacam temenggengen, perasaan antara percaya dan tidak percaya—bahwa pada akhirnya di jaman modern seperti ini ada benda yang bisa mengalahkan kesaktian keris buatan Empu Gandring: murah, mudah, cepat; tinggal klik sana dan klik sini segala informasi langsung tersedia. Sakti bukan? Betapa beruntungnya generasi hari ini, difasilitasi oleh teknologi yang begitu canggih sehingga dapat memudahkan yang susah, mendekatkan yang jauh, dan connecting people cukup dengan dua jempol saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya masih ingat pada medio ’90-an, ketika demam ‘band’ merasuki hampir di setiap pergaulan remaja. Sebagai anak muda yang sedang tumbuh dan berkembang pada masa itu, saya pun ikut-ikutan mengikuti arus zaman. Tapi sebagai anak yang hidup di lingkungan pedesaan, tentu saja internet masih asing di telinga kami. Hanya bermodal kaset-pita, tape, stick, dan bantal yang saya susun berdasarkan tata-letak istrumen; saya belajar memainkan alat musik ‘drum’ dengan cara yang sangat tradisional. Kaset-pita saya masukkan, lalu tekan tombol ‘play’ pada tape, sambil memejamkan mata, mulailah saya mendengarkan musik itu dengan saksama: dari memperhatikan tempo, ketukan, hingga instrumen manasaja yang sedang dipukul. Tidak cukup sekali-dua kali mendengarkannya, tapi berkali-kali! Setelah hapal, saya ulangi lagu tersebut sambil memukul-mukul bantal—berimajenasi bahwa yang sedang saya pukul adalah sebuah drum. Saya menduga, apa yang saya lakukan ini tidak jauh beda dengan teman-teman yang lain. Hingga pada akhirnya, ketika masing-masing personil sudah merasa siap (dengan cara latihannya sendiri-sendiri), kami mempraktekkannya di studio musik dengan instrumen sungguhan. Hasilnya lumayan. Kami pernah memenangkan lomba hingga tingkat Kecamatan dengan metoda seperti itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada hari ini, saya memiliki keyakinan bahwa generasi sekarang tidak akan mengalami kesulitan-kesulitan seperti yang kami alami dulu. Sekarang semua bisa ditonton di youtube. Mudah. Apalagi sudah ada tekonologi musik berbasis elektronik, sungguh merupakah sebuah kemajuan yang memudahakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Maka, seharusnya generasi muda hari ini lebih canggih dibandingkan generasi sebelumnya. Canggih di sini ukurannya harus jelas: berupa prestasi, penemuan spektakuler, dan karya-karya yang menajubkan—berbanding lurus dengan kemudahan-kemudahan yang mereka nikmati. Input dan output minimal harus sama. Tapi pada kenyataannya berbeda. Mereka semacam mengalami kebingungan psikologis terhadap data-data yang berhamburan di dunia maya. Seperti hidangan yang beraneka macam dan sangat banyak jumlahnya, mereka malah bingung apa yang hendak dimakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dugaan saya, kemudahan yang diberikan oleh benda canggih ini sejatinya tidak pernah berbanding-lurus dengan kreativitas yang dihasilkan. Sebut saja fenomena broadcase message (BC)—ketika lebaran atau hari besar lainnya. Hilir-mudiknya BC di gawai kita pada waktu-waktu tertentu yang saya sebutkan tadi, hampir seluruhnya adalah hasil copas (copy-paste): didapat dari temannya, lalu dikirimkan lagi ke teman lainnya hanya dengan mengganti nama pengirimnya saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak berhenti sampai di situ.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tradisi share-link berita online yang sering kita saksikan dewasa ini. Hanya membaca judul berita, tidak membaca isi, alih-alih agar tampak intelek dan uptodate, para penyebar informasi kerap memberi tambahan kalimat-kalimat pada dinding media sosialnya dengan nada-nada geram—seturut dengan penyebar yang sebelumnya. Dan celakanya, perilaku konyol ini menimbulkan efek viral.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak bijaknya penggunaan internet, tentu saja tidak berdiri sendiri. Produk-produk berteknologi tinggi ini tersebar di masyarakat tanpa ada sosialisasi dan pembekalan cara-bijak menggunaannya terlebih dahulu. Sebenarnya, ada hal-hal yang harus dipahami para pengguna internet dengan pertanyaan ini: “kenapa Internet browsing kita istilahkan dengan ‘berselancar di dunia maya?’ Bukan menyelam?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti sudah kita ketahui, bahwa peristiwa berselancar adalah kegiatan yang ada di permukaan laut. Di permukaan tidak akan ada ikan, terumbu karang, dan biota laut lainnya. Tapi kita harus mengakui, bahwa laut adalah tempat yang begitu luas. Dari tempat ini harusnya kita memiliki kesadaran untuk menyusuri jalan ke sungai besar, lalu ke sungai kecil, dan pada akhirnya kita akan sampai pada sumber murninya: air gunung. Dengan kata lain, internet yang saya istilahkan sebagai laut, sejatinya adalah jalan untuk menemukan sumber awal. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Atau saya memakai analogi lain. Anggap saja data-data yang berhamburan di dunia maya adalah macam-macam bahan bangunan: semen, bata, pasir, dan lain-lain. Jika bahan-bahan tersebut tidak dimanfaat sebagaimana mestinya, atau tidak segera dikreasikan menjadi sebuah bangunan; maka batu-bata tadi hanyalah tumpukan, pasir berkubik-kubik itu hanya gunungan. Sebab, pepatah Cina pernah mengatakan: hanya dengan membaca resep, tidak lantas membuat seseorang menjadi juru masak yang handal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Internet tentu saja adalah hal positif, minimnya kesadaran untuk manfaatkan secara tepat guna—membuat yang terkuak hanya hal-hal negatifnya. Saya beri contoh teknologi penanak nasi magic-jar. Tergerusnya alat tradisional, misalnya ‘dandang’ (Jawa), tidak dikarenakan alasan menangnya sebuah tradisi pengetahuan yang lebih tinggi, melainkan lebih kerna alasan-alasan praktis keseharian yang sepele. Alat penanak elektrik itu misalnya, menawarkan keinstanan, kepraktisan, kecepatan, kesangkilan, setangkup dengan berubahnya ritme kerja masyarakat yang, katanya, menuntut kita untuk serba cepat. Instan. Justru yang tidak disadari adalah, kehadiran produk penanak nasi elektrik ini berakibat pada memudarnya tradisi leluhur yang turun-temurun sudah diwariskan. Sebut saja: ngedang, ngukus, ngliwet, ngaru, dan lain-lain—yang hari ini sudah tidak dikenali generasi muda. Tergantikannya sebuah tradisi lama ke tradisi baru adalah peristiwa biasa. Tapi, jika ditinggalkan kerna alasan yang remeh, lebih instan misalnya, adalah perilaku abai. Sembrono. Itu bisa kita lihat pada warung-warung tradisional yang menjajakan makanan—yang cara mengolahnya masih dengan cara lama: pengapiannya masih dengan arang, memasak nasinya dengan dandang, dan lain sebagainya—ternyata masih mendapatkan tempat di hati sebagian masyarakat. Ketika saya bertanya kepada salah satu pengunjung, kenapa memilih makan di warung tersebut? kebanyakan dari mereka menjawab: “rasanya lebih enak, dan sehat.” Apakah arti dari ini semua? Menurut hemat saya, hal-hal yang masih tradisional, sebenarnya masih banyak yang diminati. Tapi warung semacam ini bisa dihitung dengan jari, tidak seperti makanan capat saji yang tersebar di semua tempat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sama seperti makanan. Media informasi berbasis internet hari ini seperti saat kita menikmati junk food: praktis, cepat, dan instan. Kerap saya temukan beberapa media online yang mendistribusikan berita hanya bermodal ‘capture’ yang didapat dari media sosial sang pencetus informasi—tanpa adanya proses jurnalisme yang benar. Mereka menyuguhkan kualitas informasi dengan data mikro dan minim. Situasi seperti inilah yang sedang digemari masyarakat: beritanya tidak ruwet, tulisannya pendek, tidak usah dalam-dalam, dan kalau bisa berita online itu menampilkan berita setiap detik. Isi dari informasinya sama, juga tidak apa-apa. Dan alhasil, beberapa media cetak, yang notabene media dengan informasi yang lengkap, harus berhenti terbit kerna sudah tidak diminati. Sebut saja: Sinar Harapan, Jakarta Globe, Koran Tempo Minggu, dan Harian Bola.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rontoknya daya kritis dan analisa masyarakat, membuat ‘benar’ dan ‘salah’-menurut publik, dapat dikendalikan dan ditentukan di ruang ini. Semoga masih ingat dengan akun Twitter @TrioMacan2000 yang konon memiliki follower hampir menyentuh angka 300.000. Akun ini sempat ramai dan menjadi bahan pembicaraan kerna sering nge-tweet tentang skandal korupsi yang ada di negeri ini. Masyarakat tentu saja girang, merasa menjadi pintar kerna mengetahui skandal besar. Terlepas perbuatan @TrioMacan2000 mulia atau biadab, yang jelas, saya semakin yakin akan jungkir-baliknya logika masyarakat hari ini: “bagaimana bisa akun anonim seperti @TrioMacan2000, bisa mendapat kepercayaan dari masyarakat yang riil, nyata?!”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan kata lain, memiliki gawai canggih dengan pelbagai fiturnya, hanya semacam memberi ruang kepada masyarakat yang memiliki daya-beli untuk menyelenggarakan narsis nasional di dunia maya: pasang foto sedang makan apa dengan siapa, atau menulis status sedang ini dengan si itu. Mubazir! Pada puncaknya, narsistik-eksploitatif masyarakat tergambarkan secara nyata ketika ada sebuah insiden kecelakaan pesawat Hercules C-130 di Medan pada tahun 2015 lalu, tersebar gambar di media sosial dua perempuan sedang berpose di depan kamera ponselnya, tepat di lokasi kejadian dengan latarbelakan pesawat yang hancur. Miris. Bagi mereka, apapun kejadiannya, entah suasana bahagia atau duka sekalipun, dalam momen tersebut yang paling penting adalah dirinya. Itu baru satu contoh, masih banyak contoh lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, sebuah kejadian tidak terjadi kerna sebab tunggal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Harusnya pemerintah juga hadir di dalam persoalan ini. Hadir disini artinya sangat luas. Pemerintah harus menjamin apa-apa saja yang dikonsumsi masyarakat, dalam hal ini adalah informasi di internet, mesti dipastikan sedang dalam pengawasannya: aman, sehat, dan tepat guna. Saya yakin untuk kelas negara, harusnya permasalahan ini sangat mudah untuk diatasi. Saya tidak tahu apakah logika saya ini benar atau salah. Saya mendapatkan ide ini ketika sedang mengurus pindahan domisili. Otomatis saya juga harus ganti KTP. Kerna sistem sudah E-KTP, saya tidak perlu foto dan mengisi data—sama seperti mengurus KTP baru. Semua data sudah ada, serba computerize.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nah!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seharusnya ada peraturan yang mengatur kepemilikan email: satu orang hanya dapat memiliki satu email, atau maksimal dua. Untuk membuat email, orang harus mengisi serangkaian data dimana data tersebut harus sesuai dengan KTP. Antara perusahaan email dan negara, mesti menjalin hubungan kerjasama, satu dengan lainnya harus saling mengkonfirmasi: apakah betul data yang dimasukkan sudah sesuai dengan data pribadinya. Jika data pribadi yang dimasukkan salah, atau sengaja dibuat salah, maka dia tidak diperkenankan memiliki email. Jika sudah seperti itu, misalnya tidak memiliki email, ia hanya bisa mengakses data-data untuk konsumsi anak-anak. Dengan cara seperti ini, saya rasa dapat meminimalisir bermunculannya akun-akun anonim dalam media sosial: facebook, twitter, instagram, path, BBM, WA, Line, dan lain-lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk blog dan website juga demikian. Jika milik pribadi, harus berdasarkan KTP. Jika milik sebuah perusahaan, harus sesuai dengan surat perusahaan yang telah di–sah-kan oleh notaris dan institusi terkait. Karya tulis yang ada di kolom atau portal ini juga harus melewati beberapa mekanisme laiknya sebuah karya tulis: mencantumkan sumber, uji plagiat, dan lain sebagainya. Sistem ini sudah dipraktekkan oleh kampus-kampus besar, dimana hasil skripsi mahasiswa harus dikirim ke pihak kampus dalam bentuk softfile yang nantinya juga bisa diakses oleh mahasiswa lain sebagai rujukan dan referensi. Datanya akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan. Tentu saja menulis di dunia maya tidak harus tema berat, semuanya bisa hanya saja informasi itu dijamin kebenarannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meskipun demikian, apa-apa saja yang saya sebutkan di atas akan menimbulkan persoalan: tidak adanya privasi, kerna semua tindakan diawasi oleh negara. Melanggar HAM. Belum lagi ada kekhawatiran manakala data yang kita masukkan, digunakan oleh pihak ketiga. Di sinilah peran penting pemerintah. Dia harus menjamin bahwa semua data pribadi, aman dari pihak ketiga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jika bisa menciptakan sistem ini, saya rasa inilah the real connecting people, menjalin hubungan di dunia-maya akan serasa nyata kerna tidak khawatir bahwa yang sedang berkomunikasi dengan kita adalah akun anonim. Satu dengan lainnya akan menjaga sikap, sebab mendatagkan konsekwensi logis atas segala tindakannya. Itu yang pertama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yang kedua.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Masyarakat mendapatkan data-data yang akurat. Hal ini dapat membawa nuansa positif: masyarakat benar-benar bisa belajar di manapun berada. Pararel dengan itu, tentu dapat menimbulkan daya kritis pada masyarakat, dan menambah daya analisa masyarakat yang semakin tajam. Pada titik ini, media online yang notabene milik lembaga bisnis, akan mengikuti permintaan penggunanya. Masyarakat tambah pintar, informasi (baru) yang diberikan harus lebih pintar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Memang terasa sangat tidak mungkin, dan bahkan konyol memiliki harapan yang demikian agar dapat diaplikasikan pada suatu negara yang belum siap dengan gempuran teknologi, dalam hal ini adalah Indonesia. Lalu, apakah opsi-kedua jika hal yang saya sebutkan di atas tidak bisa diterapkan kerna macam-macam alasan?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk menjawab pertanyaan ini sangat mudah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Negara tidak perlu melakukan apa-apa, biarkan saja keadaannya seperti sekarang ini. Toh mereka baik-baik saja. Kalaupun ada keluhan-keluhan mengenai dampak gawai berbasis internet, sampai muncul meme yang berbunyi: “the world must easier when apple and blackberry were still a fruit”, itu bukan berarti mewakili suara hati pada keseluruhan masyarakat—kan? Tapi, saya masih tetap berharap ada upaya-upaya yang pro-rakyat di antara ke-abai-an dan pembiaran ini, yaitu: kalau bisa, harga paket kuota internet diturunkan!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Itu!</div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-21552354275481980022016-08-01T15:15:00.001-07:002016-08-06T06:45:29.789-07:00KOLOR<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgg2BOSMzuzQmszoLQRgNEn8mzXo33-mFPzydIVmufIEVAjS0QPf7B7JQJWQiytpQgl_S5Ennx-W6l7XXxXhBz0XVxW2J98HhKwteKYrQgaMBBMWVXY0XkNbDv-Dp8bC70cn9eMlm1gGek/s1600/KOLOR.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="115" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgg2BOSMzuzQmszoLQRgNEn8mzXo33-mFPzydIVmufIEVAjS0QPf7B7JQJWQiytpQgl_S5Ennx-W6l7XXxXhBz0XVxW2J98HhKwteKYrQgaMBBMWVXY0XkNbDv-Dp8bC70cn9eMlm1gGek/s320/KOLOR.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Luas total negara kita ini berapa—<i>tho</i>, sebenarnya?” Tiba-tiba saja Aris
membuka percakapan di tengah hamparan langit malam. Mereka berdua, Aris dan
Dwi, merebahkan tubuhnya di atas atap rumah-kontrakan milik Dwi—dengan kaos
yang mereka buntal menjadi bantal. Disaksikan seng, asbes, dan antena televisi;
kedua karib itu memancarkan nuansa keakraban yang hangat sekali.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kalau dihitung semua, daratan sekaligus lautan,
kira-kira lima juta-an kilo meter persegi.” Jawab Dwi, datar. Matanya masih
memandang langit yang jauh.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kalau luas daratannya saja?” Sambung Aris.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Hampir dua juta kilo meter persegi.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Berapa jumlah penduduk Indonesia?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Dua ratus lima puluh juta-an. Memangnya kenapa?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ini logika jongos saja, ya. Kira-kira, kalau seluruh
luas tanah Indonesia itu dibagi rata, masing-masing dari kita akan dapat
berapa? Gimana cara kamu menghitungnya?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya, gampang. Pertama-tama, kita harus sepakat
bahwa masing-masing orang yang akan mendapat jatah-tanah tersebut, dalam bentuk
satuan meter. Artinya, satuan kilo meter persegi tadi—nantinya harus dijadikan
dalam satuan meter. Ngitungnya, begini: luas daratan Indonesia dibagi jumlah
penduduk, lalu hasilnya dikalikan satu juta.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Hasilnya berapa?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dwi sejenak diam, matanya terpejam.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“<i>Suwimen tho,
ngitungmu</i>?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Mmm... kalau dibulatkan, setiap orang mendapat
jatah tujuh ribu meter-an.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Heh, <i>ya tho</i>?!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Apanya yang <i>ya
tho</i>?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lha, ya. Kita ini kok bisa tidak punya tempat
tinggal? Tanah berapa-berapa—kek, kan lumayan daripada nomaden.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kata Mahatma Gandhi, bumi ini bisa memenuhi
kebutuhan setiap orang, namun tidak bisa memenuhi kebutuhan satu orang yang
serakah.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kali ini Aris terlihat semangat. Ia merubah
posisinya yang tadinya tiduran, sekarang duduk. Nada suaranya sedikit naik,
tinggi. “Mungkin bumi ini kurang luas dan kurang besar untuk menampung
orang-orang semacam kita plus orang-orang serakah. Jadinya ya begini ini, kita
tidak kebagian apa-apa. Mungkin, jika kita hidup di planet Jupiter, planet yang
paling besar itu, bisa jadi orang semacam kita masih sempat kebagian tanah-tanah
sedikit.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Di Jupiter kita tidak bisa hidup, Ris. Mati.
Setiap planet itu punya pra-syarat untuk dapat ditinggali manusia.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kenapa begitu, Wi’?” Aris merebahkan tubuhnya ke
posisi semula, memasukkan tangan kanannya ke dalam kolor, garuk-garuk.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Satu, jarak planet tidak boleh terlalu dekat dan
terlalu jauh dari matahari. Sebab, batas toleransi suhu pada sebuah planet
tidak boleh lebih dari 150ᵒ Fahrenheit atau 65,5ᵒ Celcius.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Dua.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Airnya cukup. Baik yang terkandung di tanahnya,
ataupun di udara.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tiga.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sinar matahari yang cukup, dibutuhkan untuk
pembakaran pada tubuh hewan maupun manusia. Pembakaran inilah yang dapat
menimbulkan tenaga. Sinar matahari yang cukup itu berguna sebagai sirkulasi
ambil-buang kandungan CO<span style="font-size: 8.0pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">2</span>
dan O<span style="font-size: 8.0pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">2</span>—dari dalam
udara ke udara.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Empat.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Planet tersebut harus dilapisi ozon atau O<span style="font-size: 8.0pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">3</span>, yang berfungsi sebagai
pelindung dan penyaring mata manusia
dari gelombang-gelombang pendek.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lima.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ukuran planet. Jika terlalu kecil, gravitasinya juga
kecil, mengakibatkan benda apapun yang ada di dalamnya mudah lolos—keluar dari
planet itu. Jika terlalu besar, gravitasinya pun juga akan besar. Hal ini bisa menyebabkan—akan
banyak pula yang diikat oleh gravitasi planet tersebut yang puncaknya akan
berakibat berlebihnya debit air di tanah maupun di udara planet itu.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Terlalu lembab, gitu?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Persis. Selain itu, jika atom hidrogen yang
jumlahnya banyak itu, manakala bersatu dengan unsur lainnya, akan menimbulkan
amoniak dalam yang jumlah yang besar pula. Maka, planet tersebut sudah tidak
sehat untuk ditinggali.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Oke. Enam.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Planet tersebut, katakanlah Jupiter, harus
memiliki kandungan yang cukup untuk: tepung, gula, minyak, protein, dan lemak. Itu
semua, apa-apa saja yang mengandung karbohidrat tadi, dibutuhkan manusia untuk
mendapatkan energi.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tujuh.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Adanya zat beracun dalam jumlah dan ukuran yang
cukup dan tidak membahayakan.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Delapan.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sudah!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sudah? Gitu aja?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Iya. Sudah.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya sudah, aku pulang dulu. <i>Mumet ndasku</i>. Kamu memang tidak bisa diajak berandai-andai, tidak
tahu caranya refreshing dengan berimajenasi.” Aris beranjak dari tempat
rebahnya, undurdiri, sambil meraupkan tangan kanannya ke muka Dwi. Tangan yang
sudah ia siapkan sedaritadi, di dalam kolor sambil garuk-garuk.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dwi yang matanya masih menatap langit, tidak
membalas perlakuan temannya. Barulah setelah beberapa lama, ia sadar apa yang
diraupkan temannya tadi. “Jangkrik,” katanya.</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sambil menuruni satu per-satu anaktangga yang
terbuat dari bambu, Aris terkekeh, “biar rileks otaknya, <i>ndak</i> tegang terus.” Hingga kaki kirinya <i>jenak</i> menginjak tanah, tawanya berhenti, <i>handphone</i> dalam saku celana jeans-nya berbunyi. Dilihatnya pada
layar gawai, panggilan dari istrinya: “Halo?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Pak, pulang jam berapa?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lima menit lagi juga sampai.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Jangan lama-lama, Pak!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Telepon dimatikan, Aris meneruskan langkah kakinya
menuju rumah menyusuri gang-gang sempit yang kanan dan kirinya ditempati
berdempet-dempet hunian yang tak keruan tataletaknya: pintu depan berhadapan
dengan kamar-mandi tetangga, pos kamling yang dialih-fungsikan menjadi tempat
cukur rambut, dan jemuran baju hingga daleman yang <i>pathing-crenthel</i> di
mana-mana. Sebenarnya, jarak dari rumah Dwi menuju rumahnya—cukup dekat, tidak
sampai lima menit. Hanya saja Aris memang sengaja memilih jalan berputar-putar
untuk memperlambat sampai di rumah. Bagaimana tidak, setiapkali ia datang ,
istrinya seketika itu menjelma menjadi “ibu tiri” bagi dirinya: nyuruh cuci
piring, nge-pel, jemur baju, dan lain-lain. “Lha, dia ngapain saja seharian di
rumah?” gerutu Aris setiap hari. Belum lagi mendengar rengekannya yang tiada
habisnya: minta dibelikan baju, daster, BH, dan celana dalam yang modelnya bermacam-macam.
Mulai dari yang berenda, bergambar, model G-string, pokoknya beraneka ragam. Istri
Aris adalah orang yang sangat hapal dengan barang-barang miliknya. Jika hilang
satu lembar saja, dia akan ngamuk, mengacak-acak seisi rumah. Kalau sudah
begitu, rumah yang lebih mirip disebut kapal pecah itu, dibereskan oleh Aris. Pokoknya
aneh-aneh saja kelakukannya. Sebagai pegawai rendahan, gaji Aris hanya cukup
untuk makan dan keperluan rumah saja. Tapi, istrinya tidak mau mengerti.
Baginya, pokoknya harus ada. Ya, namanya juga perempuan, penggerak industri
bisnis, makhluk yang kegemarannya bersaing. Aris yakin, apa-apa saja yang ingin
dibelinya itu bukan untuk tampil cantik di depan suaminya, tetapi para isri
tetangga. Padahal sudah sering Aris mengingatkannya, “lho, kemarin kan baru
beli?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dengan nada <i>muntap</i>,
ia selalu menjawab: “Bapak belinya kekecilan, sudah tidak muat di badanku!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lho, kok malah aku yang disalahkan?! Aku
membelikan itu semua kan sesuai permintaanmu. Pertama ukuran ‘M’, beberapa bulan
kemudian ganti ukuran menjadi ‘L’, lalu kamu minta ukuran ‘XL’.” Kadang-kadang,
entah habis nonton sinetron apa, kamu minta ganti ukuran ‘M’. Ya jelas <i>ndak</i> muat.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Heh, pak, dengar ya?! Badanku ini gemuknya gemuk
air, bukan daging. Bahkan hampir tidak ada lemaknya. Kamu tahu apa alasannya?
Kerna sering menahan airmata! Hidup sama kamu itu lebih banyak susahnya
daripada senangnya.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pada keributan yang kesekian, kemarahan Aris
memuncak. Atas nama laki-laki, suami, dan sekaligus kepala rumahtangga—aris
membentak istrinya. Dan apa yang terjadi sudah bisa ditebak: istrinya menangis.
Jika sudah seperti itu, apapun persoalannya, suamilah yang bersalah. Sejatinya,
perempuanlah yang membuat negara ini lemah: membentuk laki-laki penurut dengan
memberinya gelar suami idaman. Maka, atas pengalaman-pengalam tersebut, Arismalas ribut. Dia lebih memilih untuk menghindar. Pulang sengaja
diperlambat, mampir ke rumah Dwi terlebih dahulu, berharap sesampainya nanti di
rumah, istrinya sudah tidur. Tapi tidak pernah kesampaian. Perempuan sebesar
beruang itu selalu menunggunya di teras dengan beberapa toples cemilan dan <i>handphone</i> di atas meja. Jika Aris datang
tak tepat waktu, misalnya bilang lima menit akan sampai di rumah dan ternyata
tidak, istrinya akan menelepon lagi. Begitu kelakuannya seharian: pagi telpon,
siang sms, malam telepon lagi. kalau tidak dibalas sms-nya, atau tidak diangkat
telpon darinya, sesampainya di rumah istrinya langsung marah. Tidak jarang ia
akan melempari Aris dengan rengginang, kacang, marning; pokoknya apapun yang
ada di dalam toples akan dileparnya. Kalau isinya habis, toplesnya yang
dilempar.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sebenarnya Aris sudah jenuh dengan kelakuan
istrinya. Selain kelakuannya yang menyebalkan itu, akhir-akhir ini istrinya
sering mengeluhkan pendapatan Aris yang kurang untuk kehidupan rumahtangganya.
“Mbok cari penghasilan tambahan, pak?!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Mau cari penghasilan di mana lagi, bu?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Jualan soto kan bisa?! Resep soto keluargamu kan
juga bisa dijual.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Jualannya kapan, bu?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya pulang kerja. Kamu langsung bisa buka lapak
dipinggir jalan sana. Kulihat lumayan ramai kalau malam.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kepada Dwi-lah Aris sering menceritakan
persoalan-persoalan rumahtangganya. Sebagai teman, ia cukup baik. Nasihat-nasihatnya
tidak provokatif. Dwi selalu memberi saran agar Aris sabar menjalani kehidupan
berumahtangga. Ya, memang betul kata Dwi: harus sabar. Kalau tidak, sudah dari
dulu Aris menceraikan istrinya. Padahal perempuan itu dulunya tidak begitu,
bisa dikatakan perempuan yang <i>nriman</i>.
Waktu pacaran, dia tahu Aris hanyalah seorang anak kampung, bukan kalangan
orang berada. “Aku ini anak desa lho, dik?!” Dengan tersipu dan pipinya yang memerah,
perempuan itu menjawab: “Ah, tidak apa-apa mas. Aku senang suasana desa yang
damai dan sejuk. Bau tanahnya, suara jengkerik, dan embun di pagi harinya tidak
akan pernah bisa kutemui ketika di kota.” Setelah menginjak dua tahun masa
pernikahan, saat lebaran, Aris mengajaknya mudik: “Males, ah, di desamu becek,
sepi, tidak ada mini-market.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Modarlah saya, Wi’.Heh? Gimana coba perasaanmu sebagai
suami?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya, yang sabar Ris.” Jawab Dwi.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Bagaimana agar bisa jadi orang sabar untuk menghadapi perempuan semacam ini,
Wi’?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Caranya? Ya kamu harus bersabar. Itu
satu-satunya cara agar kamu bisa jadi
orang yang sabar.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ya... ya... ya... aku memang harus bisa bersabar
menghadapi persoalan ini, batin Aris. Bagaimanapun dia adalah istriku, orang
yang dulunya pernah kucintai. Lagi pula, ketika aku melamarnya, mertuaku
menanyakan sesuatu kepadaku: “apakah kau betul-betul mencintai anakku, nak Aris?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Iya, pak. Saya betul-betul mencintai anak bapak.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Baiklah kalau begitu. Tapi, ingatlah pertanyaanku
itu dengan baik. Sebab, aku akan menanyakan hal yang sama kepadamu ketika
hubungan-pernikahan kalian sedang memasuki masa-masa yang paling buruk.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan sekarang, kedua mertuanya sudah mati sebelum
sempat menanyakan hal yang sama beberapa tahun yang lalu ketika Aris datang
untuk melamar.</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Wi’ kita cari tambahan, yuk?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Nah, aku juga mau ngomong begitu sama kamu.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aris tersenyum puas. Matanya berkaca-kaca. “Berarti,
pada tingkat pertama kita mufakat. Agar musyawar-mufakat ini menjadi paripurna,
pertanyaan selanjutnya, mau jual apa kita?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Nah, itu pertanyaannya.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Bagaimana kalau kita jualan soto saja? Kebetulan,
bapakku adalah penjual soto di kampung. Laris. Lha, aku mau pakai resep keluargaku
itu. Gimana?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Wah, boleh itu. Tapi aku belum pernah dagang soto
sebelumnya.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya nanti kita bagi tugas. Aku yang meracik bumbu,
memasaknya, dan menuangkan setiap kuah soto itu ke dalam mangkuk pembeli.
Sedangkan bagianmu, mengantar soto yang telah kuracik dan bersih-bersih.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Mufakat!” Dwi mengulurkan tangan, mengajak lawan
bicaranya salaman.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tapi aku mau improvisasi sedikit, Wi’”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Maksudnya?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Pakai penglaris.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“<i>Ndak mau ah</i>!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“<i>Lha, piye
tho cah gemblung iki</i>? Argumentasinya dong? Jangan main bilang ‘<i>ndak mau ah</i>’ saja!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya, menurutku tidak logis saja. Tidak masuk akal.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kalau tidak masuk akal, kenapa kamu tidak masukkan
ke hati?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dwi bereaksi dengan menggelengkan kepalanya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Gini lho,” Aris mengambil <i>handphone</i> dari saku celananya, memotret Dwi. “Berapa PIN BBM kamu,
biar aku kirim foto ini.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“<i>Handphone</i>-ku
jadul, Ris, <i>monophonyc</i>, mana ada
aplikasi BBM-nya?!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Nah, itu maksudku. Misal <i>handphone</i> kamu sekelas dengan punyaku, ada aplikasi BBM-nya,
berarti bisa aku kirim gambar ini ke <i>handphone</i>
kamu?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Bisa.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Pertanyaannya adalah, kok bisa gambar yang tadinya
dari <i>handphone</i>-ku bisa sampai ke <i>handphone</i>-mu? <i>Lha, wong</i> kita tidak melihat bagaimana proses berpindahnya?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dwi diam.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Anggap saja berpindahnya foto dari tempat satu ke
tempat lain adalah peristiwa gaib, Wi’. Maksudku adalah, setiap diri
membutuhkan aplikasi. Dan aplikasi itu bernama iman. Jika tidak, semua hal yang
tidak bisa kau jangkau dengan pikiranmu, kau bilang tidak masuk akal.”</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Napas Aris dan Dwi berdesakan—keluar dari lobang
hidung mereka. Berdua, sedang duduk di sebuah pohon besar untuk memperbaiki
napasnya. Keringat mereka pun bercucuran. Perjalanan mendaki bukit masih
separuh perjalanan. Hari itu, matahari telah naik di pucuk ubun-ubun. Itu
berarti, waktu telah menginjak saat siang hari. Dwi meraih botol mineral yang
tergeletak di samping kiri—tempat Aris duduk. Botol berkapasitas satu setengah
liter itu ditenggak hingga tinggal setengah. “Masih berapa jauh lagi perjalanan
kita, Ris?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kalau jalan kita santai, menjelang maghrib kita
sudah sampai di sana.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Kocap
kacarita</i>, mereka berdua akhirnya sampai di sebuah rumah dengan penerangan
yang ala kadarnya. Pagarnya bambu, halamannya luas, arsitektur bangunannya
bergaya Jawa. Rumah itu tampak kuno sekali, sendirian di puncak bukit—menambah
nuansa mistis dalam hati Aris dan Dwi. Baru saja langkah kakinya melewati pagar
bambu, angin berembus pelan, membuat bulu-kuduk mereka berdiri. Deg-degan, tapi
mereka tetap menerobos masuk hingga sampai di depan pintu. Belum sempat
mengetuk pintu, sang pemilik rumah keluar, seperti sudah tahu akan ada tamu.
Orangnya kurus, sepuh, berpakaian serba hitam.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ada maksud apa kalian datang kemari?” kata lelaki
berdastar hitam di depan pintu.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Anu, mbah. Kami ada keperluan.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Masuklah.” Lelaki itu masuk ke dalam rumah,
kemudian disusul oleh Aris dan Dwi.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Di dalam, di dinding kayu sang pemilik rumah,
tertempel banyak sekali benda-benda: foto salah satu presiden Indonesia, wayang
kulit, dan yang paling banyak adalah pusaka-pusaka. Dari keris hingga tombak. Sepi,
mungkin ia tinggal sendiri di rumah yang di setiap sudut ruangnya mengepul asap
dupa. Aromanya sangat menyengat indera penciuman.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Duduk!” lelaki tua itu mempersilahkan Aris dan Dwi
di suatu ruangan. “Apa keperluan kalian datang kemari?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Penglaris, mbah.” Kata Aris.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Mau dagang apa?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Makanan, mbah, soto.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Baik. Itu mudah. Tapi ada syaratnya?!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Apa syaratnya, mbah?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Apa kalian sanggup memenuhi syaratnya?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sanggup, mbah. Asalkan, setiap orang yang memakan
soto saya merasakan nikmat dan selalu ingin kembali datang.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Hal apa yang paling nikmat di dunia ini menurut
kalian?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kawin, mbah.” Aris sambil tersipu menjawabnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Persis. Syaratnya adalah, kalian ambil celana
dalam perempuan yang masih perawan. Jika ia adalah seorang bunga desa, khasiatnya akan semakin
bagus. Ingat, harus celana dalam milik perawan. Jika kalian sudah mendapatkannya,
mandikan kolor itu dengan bunga di tujuh sumur.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kenapa harus di mandikan di tujuh sumur, mbah?”
kata Dwi.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Air adalah sumber kehidupan. Menurut tradisi Jawa,
air itu bermacam-macam jenisnya: warih, tirta, sagara, guskara, kedhung,
grojogan, bun, dan sumur. Sedangkan sumur, ada tujuh macamnya: Pertama, sumur <i>kanoman</i>, kata dasarnya ‘enom’ artinya
muda. Dua, sumur <i>kasepuhan</i>, berasal
dari kata ‘sepuh’ artinya tua. Tiga, sumur <i>jati</i>,
artinya hakiki. Empat, sumur agung atau kamulyan yang artinya kemuliaan. Lima,
sumur tegang-pati—kereta basa (akronim) dari <i>tega ing pati</i> yang artinya tidak takut menghadapi peristiwa
kematian. Enam, sumur <i>kejayan</i>, artinya
kejayaan. Tujuh, sumur jalatunda—dalam terminologi bahasa Arab berasal dari dua
suku kata: <i>jalla</i>, artinya jelas atau
terang. <i>Nid</i>a, dalam <i>shigat mudhara’ah</i> dibaca ‘yunda’ yang
artinya terpanggil. Ketika dengan <i>ta’</i>
<i>dhomir mukhottob</i>—‘yunda’ menjadi ‘tunda’
yang artinya engkau yang terpanggil. Bukankah niat kalian datang kemari agar
pelangganmu terpanggil untuk membeli makananmu?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Iya, mbah.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Perlu kalian tahu, ada dua makhluk pengikut
Bhatara Kala yang tidak pernah berhasil dibasmi oleh Ki Sapujagat: Kala Lumur,
berdiam di dapur. Dan Kala Lumut, berdiam di sumur. Dia yang akan membantumu
agar hajadmu kabul.”</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Gerobak sudah jadi, dan soto pun sudah siap untuk
dijajakan. Hari itu adalah hari pertama Aris dan Dwi mencoba peruntungannya
menjadi pedagang, cari penghasilan tambahan. Celana dalam, syarat yang
diberikan oleh dukun dari puncak bukit itu, juga sudah siap. Aris
tempelkan, dipaku di dalam periuk kuah soto. Berangkat dari rumah Dwi, mereka
berdua mendorong gerobak dengan sepenuh pengharapan dan segenap kepercayaan
dirinya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sesuai dengan rencana, gerobak yang mereka
dorong—berhenti di seberang lapangan, di atas trotoar. Lokasi yang mereka pilih
adalah pusat keramaian: masjid, sekolahan, dan ruko-ruko; semua berkumpul di
tempat itu. Di sana juga banyak penjual makanan, tapi hanya Aris dan Dwi saja
yang menjajakan soto.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Satu jam pertama, hanya satu-dua orang saja yang
datang membeli soto mereka. Dan selama itu pula istri sebesar beruang itu tak
henti-hentinya menelepon suaminya. Pada jam-jam berikutnya, para pembeli mulai
berdatangan tiada henti. Hanya dalam tempo tak lebih dari empat jam, soto habis
terjual.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Hari berikutnya, sama. Bahkan semakin laris. Kali ini
sebelum Aris dan Dwi datang di lokasi, para pelanggan sudah antri menunggu. Dagangan
mereka laris-manis.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Getok tular</i>,
soto Aris dan Dwi mulai semarak didatangi pelanggan. Seakan tiada hari tanpa
makan soto. Ada satu orang yang makannya dua porsi, ada yang mengajak seluruh
anggota keluarganya, ada yang makan dengan rekan kerjanya, ada yang dibungkus.
Ramai sekali. Sampai-sampai, Aris dan Dwi tidak sempat duduk hanya sekadar
untuk beristirahat. Di tengah kesibukan dan permintaan pembeli yang beraneka
macam, lagi-lagi, <i>handphone</i>-nya
berbunyi, telepon dari istrinya: “Halo, pak, celana dalamku kok hilang satu,
ya?”</div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-4795182989935262832016-07-18T12:38:00.001-07:002016-07-18T12:38:48.388-07:00“VAKSIN PALSU” KUNTA WIJAYANDHANU<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Leng-leng
ramya ningkang sasangka kumenar mangrenga rum ning puri, mangkin tan pasiring
halep ingkang umah mas lwir murub ring langit...</i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Hmm...</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Syahdan di suatu masa yang tidak menentu:
kadang-kadang tenang dan kadang-kadang ribut, lahirlah <i>Jabang Tetuka</i>, buah cinta dari seorang <i>panenggak</i> (Pembareb – Panenggak – Premadi – Wuragil), yakni anak
nomor dua dari Pandhu Dewanata yang bernama Bima dengan seorang putri dari
Parabu Tremboko yang nomor dua juga—bernama Dewi Arimbi. Jabang Tetuka lahir
sebagai raksasa, tubuhnya besar—itu adalah bukti bahwa pemerintahan hari ini
memang sangat mensejahterakan rakyatnya. Bersamaan dengan itu, United Nations
Children’s Emergency Fund (Unicef) menempatkan Pringgandani pada posisi keenam
sebagai negara yang memiliki jumlah terbanyak bayi yang tidak divaksinasi atau
belum mendapatkan imunisasi lengkap. Ditambah lagi prediksi dari World Health
Organization (WHO) bahwa 1,5 juta nyawa meregang setiap tahun akibat kurangnya
vaksinasi. Maka, berdasarkan dari dua keterangan itu, Kementrian Kesehatan
bekerjasama dengan Ikatan Dokter Pringgandani (IDP) melakukan upaya pemerataan
imunisasi.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ceprot. Bayi lahir, dan masih mengemban tali pusar
yang <i>ora tedhas tapak paluning pandhe
sisaning gurinda</i>. Tidak mempan diputus dengan senjata apapun. Ya, apapun.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Mendapati persoalan ini, Pandawa-Lima plus Kresna
melakunan <i>rembug tuwa</i>. Dan didapatlah
kesimpulan bahwa Arjuna yang diutus untuk meminta solusi kepada dewa atas
persoalan tali pusar ini. Pilihan itu tidak serta-merta: selain klimis, rapi,
bersih, berkulit putih, pokoknya <i>good
looking</i>; Arjuna memiliki <i>prejengan</i> layakya seorang dokter. Tak lama dari
peristiwa <i>rembugan</i> itu, Premadi
berangkat, bertapa di suatu tempat yang mungkin—pada hari ini lokasi itu sudah dijadikan
RS. Harapan Bunda. Tapi, pada saat bersamaan, Adipati Karna juga bertapa di
tempat yang sama.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Raras kang
halenggah neng dampar kencana sumorot prabanya lir Bhatara Endra, gumelar
hangebaki kang samya sumewa tinon kadi samodra pasang kang samya trapsila nganti wijilingkang
pangandika sang bupati...<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Bhatara Indra akhirnya mengutus Bhatara Narada
untuk menemui Arjuna. Karena wajah keduanya bak pinang dibelah dua, yang
ditemui Bhatara Narada adalah Adipati Karna.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Hentikan tapamu, <i>Ngger</i>!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Karna membuka matanya, meletakkan kedua tangannya
di atas lutut—yang sudah beberapa lamanya tertelangkup di dada.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ini,” Bhatara Narada menyerahkan Kunta
Wajayandhanu kepada Karna, “gunakan untuk memotong tali pusar Gatotkaca.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Karna menerima pusaka itu dengan kedua tangannya.
Tak beberapa lama, karena tugas dari Bhatara Indra selesai, menyerahkan Kunta
Wajayandhanu kepada yang berhak, Bhatara Narada melesat ke atas langit. Di
tengah lesatnya, Bhatara Narada sempat melihat ke arah bawah—dan melihat ada
dua orang yang mirip wajahnya sedang berada pada lokasi yang sama namun berlainan
tempat: Pertama, seorang yang sedang berjalan meninggalkan <i>palungguhan</i> diantara semak-belukar dan sedang menenteng Kunta
Wajayandhanu. Kedua, pemuda yang sedang duduk bersila di dekat telaga.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Merasa ragu, dan telah melakukan kekeliruan,
Bhatara Narada turun (lagi) dan menemui anak muda yang sedang bersila.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Siapa namamu, <i>Ngger</i>?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sahaya Arjuna.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sambil menepok jidatnya, “Masya Allah.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“<i>Lha, ngapa tha deen?</i>”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Aku keliru!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Keliru piye, mas?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Aku telah salah memberikan Kunta Wajayandhanu
kepada yang bukan berhak. Cepat! Kejarlah dia!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“<i>Lha, niki estri napa jaler</i>—kok ber-hak?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Bedebah! <i>Aja gojegan, iki lagi serius!</i> Kejar!!!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Secepat kilat Arjuna beranjak dari tempat duduknya,
dan mengejar Karna. Terjadi tertempuran, tapi hasilnya imbang. Arjuna tidak
berhasil merebut Kunta Wajayandhanu, melainkan hanya warangkanya saja.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan, warangka inilah yang kemudian dijadikan alat
untuk memotong tali pusar Gatotkaca. Berhasil. Selain itu, warangka Kunta
Wajayandhanu juga awor ke dalam tubuh balita Gatotkaca menjadi imunisasi bagi
dirinya yang kemudian menjelma: kotang antakusuma, caping basunanda, pada
kacarma, terompa padakatyarma, taliwanda, surengpati, gelung supit urang, dan
lain-lain dan lain-lain. Benda-benda itulah yang membuatnya bisa terbang, otot
kawat balung wesi, dan sebagainya—hingga Gatotkaca berusia dewasa.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tapi itu tampak luar—Gatotkaca ksatria kuat tiada
ciri.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sejatinya, imunisasi vaksin palsu, yakni masuknya
warangka Kunta ke dalam tubuh Gatotkaca—bukan Kunta Wajayandhanu itu sendiri,
Gatotkaca memiliki kelemahan atau cacat pada dirinya. Itu terbukti pada hari
ke-14 perang Baratayuda, Gatotkaca tumbang oleh Kunta Wajayandhanu milik Karna.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Lalu pertanyaan selanjutnya, siapa yang harus
dipersalahkan dalam peristiwa imunisasi warangka ini, bukan Kunta Wajayandhanu?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ya, <i>ndak tau</i>.
<i>Coro dikon mikir duwur-duwur isa pecah ndase</i>. Tapi, begini: Jika melihat
kencenderungan produk-produk yang beredar pada masyarakat, misalnya, muculnya
istilah: KW 1, KW 2, KW 3, dan KW Super—dan itu sudah menjadi kelumrahan
publik; maka kasus vaksin palsu ini harusnya tidak perlu dipersoalkan. Ingat
istilah: <i>ana rega ana rupa</i>.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Atau</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kita bisa telusuri dari rangkaian mata rantai
transaksi ini: bisa saja pihak manajemen kayangan, yang dalam hal ini diwakili
oleh Bhatara Narada adalah pihak yang bertanggungjawab karena telah salah
memberi wewenang kepada CV. Adipati Karna. Kedua, Arjuna yang wajahnya mirip dokter itu. Dia seharusnya sudah tahu kalau yang masuk ke dalam tubuh Gatotkaca
bukanlah Kunta Wajayandhanu melainkan
warangkanya. Terakhir, bisa jadi yang salah adalah Bhatara Indra selaku pihak yang
setara Menteri Kesehatan, “kenapa dia tidak turun sendiri—memberikan Kunta
Wajayandhanu kepada Arjuna?”.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ada juga yang berpendapat, bahwa munculnya kasus
ini ke permukaan membuka mata semua pihak bahwa memang banyak lubang-lubang
dalam pemerintahan. Persoalan ini membuat kita lebih teleiti dan dapat
dijadikan sebagai alat untuk memaksa pemerintah agar memberikan yang terbaik terutama
dalam hal kesehatan rakyat.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sik, sorry. Untuk yang terakhir saya tidak sepakat.
Persoalan ini, sekalipun ada faktor-faktor obyektif dalam kasus vaksin palsu
yang menggerakkan dialektika, proses ini tidak bisa menghilangkan tanggungjawab
orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ada semacam ketegangan yang selalu
timbul antara kekuatan objektif sejarah dan tanggungjawab moral pelakunya.
Balita yang menjadi korban, dan sekaligus orang tua, tak pelak lagi, besar manfaatnya
untuk bahan koreksi dan perbaikan dalam dunia kesehatan kita. Sekalipun
demikian, pelaku kejahatan vaksin palsu tidak dapat mengkalim dirinya atau
diklaim sebagai pencipta anititesis yang berguna bagi dunia kesehatan. Pada titik
ini, oknum vaksin palsu harus diperlakukan sebagai makhluk moral dan subyek hukum
yang wajib memberikan pertanggungjawaban tentang salah-benar perbuatannya,
suatu hal yang tidak bisa dilakukan secara dialektis, tetapi hanya dapat
diuraikan dan diperiksa secara logis.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dhog.</div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-359278684632564162016-07-12T09:53:00.000-07:002016-07-12T09:53:25.350-07:00OPOR<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLUm-_F0_CaNNgZBES5oADzgyRadQ0t2iYttuIQVQSYaRWG4BEcfHBgY_wBQMyJSoTFGGq_Tipx6bojxn2fDYF4qzMIEYJInTgL4CknJnTCxZWdw8LKOf-bZRy1ome69DxFUGRsB3WBqY/s1600/OPOR.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLUm-_F0_CaNNgZBES5oADzgyRadQ0t2iYttuIQVQSYaRWG4BEcfHBgY_wBQMyJSoTFGGq_Tipx6bojxn2fDYF4qzMIEYJInTgL4CknJnTCxZWdw8LKOf-bZRy1ome69DxFUGRsB3WBqY/s320/OPOR.jpg" width="275" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tangan kanannya menenteng tas-keranjang berwarna
biru, tangan kirinya menggandeng tanganku. Erat. Hingga kesekian langkah
kakinya, dan butir-butir keringat di dinding dahinya, akhirnya kami sampai di
dapur dan selalu disambut dengan bau khas seperti biasanya: asap kemarin yang
tertempel di mana-mana.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pada keranjang biru itu, ibu mengeluarkan isi
belanjaan. Pertama, ayam, lalu dipotong-potong sesuai dengan jumlah anggota
keluarga. Jumlah potongan sudah sesuai, selanjutnya ayam digoreng setengah
matang. Satu orang, mendapat jatah satu potong ayam. Kemudian tiba saat
memperlakukan bumbu: bawang merah, bawang putih, kemiri, dan kunir—diuleg
hingga halus dan lembut. Setelah itu ditumis hingga matang. Ketika menumis
bumbu-bumbu, ditengah-tengahnya, ibu memasukkan daun jeruk dan serai.
Semerbaklah ia ke seluruh ruang dapur. Selesai. Ibu memasukkan ayam setengah matang
tadi ke dalam bumbu, kemudian disusul dengan menuangkan santan cair di dalamnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ah...</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Di meja makan, di antara kumandang takbir dan
ketupat; kami, sekeluarga, menyantapnya bersama-sama. Aku selalu mendapat bonus
tambahan kerna menemani ibu pergi ke pasar: dua potong ceker ayam. Hmmm... opor
ayam buatan ibu memang tak ada duanya.</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Selasa legi. Terang bulan. Lengkung khatulistiwa berbias
kesumba di tepian langit, di ujung atas sebelah sana. Belum lagi dikepung kembang
api, petasan, bunyi bedug, arak-arakan manusia, dan kumandang takbir yang
selalu terdengar amat menyayat—dibanding tangis-sesenggukan mata batin
siapapun.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Masih jauh dari pagi. Cuaca berubah. Yang tadinya
langit <i>ndadari</i>, kini gelap tanpa sisa
di galur dadaku. Katamu deras? Tidak. Malam itu hanya hujan biasa. Hujan yang
tak mampu menghapus guratan tangisku. Hujan yang hangat, yang campur dengan air
mata. <i>Tirta kaskaya</i> yang lebih kacau
dari yang kita rasa. Apa yang diucapkan oleh denyut ubun-ubunmu pada lebaran-ketiga
di masa perantauan, di kota orang? Badanku hangat, bukan demam, hanya rasa
geram seorang buruh-pabrik menjelang lebaran. Keramaian kota yang berangsur
sunyi seperti ini mesti menghadirkan nuansa yang aneh. Yakni sebuah keakraban
yang telah beranak-pinak di jantung hati kami, buah yang ditelurkan oleh kota
yang selalu tampak sibuk membenahi diri. Ya, hanya dirinya sendiri. Yaitu kota
yang selalu membangun jembatan, tapi tak ada air di bawahnya. Itu kenapa
setiapkali hujan, kota ini mesti digenangi air. Banjir. Seperti Nabi Nuh,
membangun kapal, lalu banjir datang. Jembatan-jembatan itu pun sama. Mereka menamai
‘tol’ pada jembatan-jembatan itu, sungguh nama yang aneh. Maha Besar Allah yang
telah menciptakan lupa, sehingga orang kecil sepertiku tak gentar mengulangi
kegetiran semacam ini setiap menjelang hari raya, hari kemenangan untuk
sebagian orang dan hari keruwetan untuk sebagian lainnya: sibuk beli hp, beli perhiasan, motor kreditan, carteran mobil dan
berbagai kebanggan lain yang dibuat-buat.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku tak sanggup berperilaku seperti itu. Jika pun
aku pulang, itu hanya ingin bertemu ibu. Beliau sudah sepuh. Selain itu, juga
aroma beranda yang entah mesti terasa lembab yang selalu kurindukan. Dan tentu
saja opor, racikan sakti tangan ibuku sendiri.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Benar kata orang, hanya makanan yang membuat para perantau
merasa pulang. Sudah tiga kali ini aku tak bisa pulang, tapi untung saja ada
orang baik yang selalu menyelenggarakan <i>open
house</i> setiap hari raya di rumahnya. Kami, buruh pabrik yang mendiami rumah
petak-petak di sini selalu diundang. Hidangannya khas: opor dan ketupat. Tidak
hanya itu, kami selalu diberi uang setiap acara makan-makan usai. Tapi entah
kenapa yang diundang hanya penghuni kos laki-laki saja. Itu yang membuat
anggapan miring tentang Ibu Ningsih. Padahal orangnya baik. Bertubuh besar,
bongsor, berisi, dan berkulit putih. Rambutnya ikal sebahu. Statusnya janda,
cerai mati. Asli Jawa Timur.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Perkenalanku dengan Ibu Ningsih sudah cukup lama,
sekira tiga tahun yang lalu. “Ayo, Had, makan-makan.” Kata Andika, teman satu
pabrik yang tinggal di sebelah kamarku—ketika kami sama-sama tak pulang
lebaran, mengajakku berkunjung ke rumah Ibu Ningsih.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ayo lho, mas, jangan sungkan. Nambah yang banyak
makannya.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Iya, Bu Ningsih.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kok manggil ibu, sih. Memang saya sudah kelihatan
tua, ya?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tidak, bu. Justru masih kelihatan seger.” Aku
menjawabnya malu-malu.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kalau begitu, panggil saja Mbak Ningsih, biar
lebih akrab.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Setelah kunjungan pertamaku di rumah Mbak Ningsih,
entah kenapa aku merasa ada yang belum selesai. Kukira hanya aku saja yang
merasakannya. Tidak tahu apakah memang kebetulan atau bagaimana, beberapa hari
kemudian, Mbak Ningsih mendatangi kamar kos-ku.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dari luar, terdengar ketukan pintu. Pelan. Sambil
menyebut-nyebut namaku.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kerna sedang libur, aku sengaja menggunakan waktu
untuk benar-benar istirahat. Aku tak plesir ke mana-mana. Tidak biasa-biasanya,
mendengar ketukan pintu itu, aku <i>kedhandapan</i>
membetulkan letak sarung lalu segera menarik slot membukakan pintu.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Mas Hadi, bisa ke rumah?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“<i>Nggih</i>,
mbak. Ada apa ya, kok saya diminta ke rumah <i>Njenengan</i>?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Anu, saya minta tolong buat bersih-bersih rumah.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku mengiyakan permintaannya. Bukan kerna apa-apa. Sebagai
seorang pensiunan, janda pula, aku tahu Mbak Ningsih tinggal sendiri di rumah.
Mungkin untuk menghibur diri, beliau sering menyisakan uangnya untuk membeli
ikan di pasar—memberi makan kucing-kucing. Bukan kucing bagus, tapi kucing kampung.
Jadi, kebiasaan Mbak Ningsih setelah pergi ke pasar, beliau menyiapkan makanan
untuk kucing di depan rumahnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Selagi menyiapkan makanan, kucing-kucing berkumpul
di depan rumahnya sambil mengeong. Hampir serentak. Suaranya berisik dan terdengar
aneh. Begitu Mbak Ningsih keluar menemui mereka, kucing-kucing langsung diam.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Hush... mbok ya sabar.” Katanya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kucing itu seperti mengerti apa yang dikatakan Mbak
Ningsih. Jika tak berlebihan, Mbak Ningsih (maaf) seperti mewarisi beberapa
sempalan keagungan Nabi Sulaiman dan Nabi Muhammad. Penyayang kucing, dan sekaligus
seperti bisa memahami perasaan dan bahasa kucing. Begitu janda kinyis itu
keluar dan mengatakan ‘hush’, kucing-kucing kampung itu langsung diam.</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tentu saja kedatangan Mbak Ningsih ke kamar kos-ku,
membuatku agak kaget. Beberapa hari ini aku memang memikirkannya, tiba-tiba dia
datang. Pucuk dicinta, ulam pun tiba.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Setelah beberapa menit, lebih kurang tiga puluh
menitan, setelah membersihkan diri, aku menuju ke rumah Mbak Ningsih. Tidak
jauh. Rumahnya ada di ujung jalan utama kampung ini. Rumahnya besar, dua
tingkat. Pagarnya tinggi, kokoh dan besar—warna tembaga yang kecoklatan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Rupanya <i>sahibul
bait</i> telah menungguku di luar pagar.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Maaf Mbak, lama.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tidak apa-apa. Mari, masuk.” Mbak Ningsih membuka
pagar, kemudian segera menggemboknya. Kami berjalan beriringan sambil ngobrol
tentang apa saja.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kami tidak masuk rumah utama. Tapi menuju taman
bagian belakang, melalui samping—yang tampak didominasi dengan warna hijau.
Sungguh rindang dan asri. Di taman belakang, ada dapur yang didesain terbuka:
beratap, dan tembok yang hanya setinggi setengah badan manusia. Pas di belakang
dapur itu, ada kamar mandi. Kecil.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Itu,” Mbak Ningsih menunjuk ke arah toilet kecil
itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Baik, Mbak.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“O, ya. Semua peralatan (untuk bersih-bersih) ada
di dapur.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Siap, Mbak.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tuan rumah masuk ke dalam, aku mengambil peralatan,
menuju toilet. Ketika kubuka, bau busuk langsung menyusup ke dalam hidungku
yang terdalam. Ada bekas seperti makanan yang dimuntahkan. Taik berwarna
kocklat kehitaman yang tercecer di mana-mana: di dalam kakus, di lantai, dan
tidak sedikit yang ada di dinding. Taik itu tampak sudah kering dengan bentuk
yang macam-macam: melingkar, memanjang, dan cair. Mataku dan indera penciumanku
juga menangkap genangan cairan yang baunya sangat mencekik tenggorokan.
Kepalaku langsung pening, makanan dalam perutku rasanya naik hingga ke bagian
dada, aku sungguh ingin muntah.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dengan menahan napas, aku langsung menarik selang
dan memutar kran yang terletak pas di depan toilet jorok itu. Aku semprot
semuanya, dengan mata terpejam.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Cukup lama aku menyiramnya, mata kubuka, dan
kotoran-kotoran itu sudah tampak memudar. Setelah itu, aku menyiramkan
pembersih porslen hampir ke seluruh ruangan. Sudah. Aku gosok hingga bersih,
lalu kusiram lagi.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Selesai.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Mbak ningsih keluar, menemuiku tanpa
kuberitahu—pekerjaanku telah selasi. Seperti sudah memperkirakan, berapa lama
aku akan mengerjakannya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ini,” Mbak Ningsih menyodorkan sejumlah uang.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lho, apa ini Mbak?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ini partisipasi atas waktumu, yang kau gunakan
untuk membantuku.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Membantu kok dibayar, Mbak?! Peristiwa membantunya
tidak boleh dibeli, sebab namanya membantu ya membantu. Titik.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sudahlah, terima saja.” Mbak Ningsih memasukkan
uang tadi di saku celanaku. Aku rasai sesuatu yang aneh. Tangannya seperti
menyentuh sesuatu yang sangat kubanggakan. Ini pengalaman berarti buatku.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ayo,” kata sang Tuan Rumah. Sepertinya aku
disuruhnya pulang, tak ada pekerjaan lanjutan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Setelah kejadian itu, aku sering diminta Mbak
Ningsih datang ke rumahnya untuk bersih-bersih. Minimal tiga hari sekali, dan
paling lama satu minggu sekali. Aku melakukan itu dengan senang hati. Tapi Mbak
Ningsih selalu memberiku imbalan. Beliau tidak memanfaatkanku, tidak
menggunakan kedekatan kami untuk merugikan satu sama lain. Tentang perasaanku
kepadanya, mungkin ini hanya sepihak. Aku merasa Mbak Ningsih agak genit
kepadaku. Tapi, setiap kesempatan berkunjung ke rumahnya, untuk bersih-bersih,
tidak ada kejadian apapun antara aku dan janda yang <i>pasuryan</i>-nya <i>cemlorot</i>
itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Hingga menjelang hari raya berikutnya, aku masih
juga tak bisa pulang. Gaji bulanan, dan penghasilan tambahan yang kudapat dari
Mbak Ningsih habis untuk biaya berobat ibuku dan biaya sekolah adik-adikku.
Untung saja Mbak Ningsih selalu menyelenggarakan <i>open house </i>untuk para perantau yang merindukan nuansa hangat sebuah
rumah dalam artian yang sesungguhnya. Bagaimana tidak? Setelah Salat Ied, tanpa
dikomando terlebih dahulu, kami langsung menuju ke rumah Mbak Ningsih. Di rumahnya,
Mbak Ningsih sudah menunggu kami dengan berbagai macam jajanan: pastel abon,
lemper isi daging, dan lain-lain. Menu intinya sudah jelas opor.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada ibu, dan
semoga ini bukanlah sebuah pernyataan yang khianat, bumbu opor masakan Mbak
Ningsih benar-benar hmm... Kuahnya gurih dan kental. Ditambah taburan bawang goreng
di atasnya, meskipun tak pernah kutemui bekas ayam di sana: paha, <i>swiwi</i>, dan ceker; opor Mbak Ningsih
hampir merubah pendirianku bahwa opor ibu tidak ada duanya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Suasana lebaran di rumah Mbak Ningsih benar-benar
pelipur lara untuk para perantau sepertiku. Kehangatannya, obrolan-obrolannya,
dan rasa persaudaraannya begitu terasa. Rumah Mbak Ningsih benar-benar menjadi
rumah kedua di saat lebaran.</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Waktu terus berjalan seperti biasanya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tapi ada yang aneh, suasana penghuni rumah-sewa di
tempatku tidak seperti biasanya. Mereka jadi sering membicarakan Mbak Ningsih.
Kami tidak lagi saling akrab. Dan lebih parahnya lagi, ada yang sengaja pindah
kos tanpa alasan yang jelas. Aku merasai semua mata tertuju padaku, seperti
membicarakanku di belakang.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tidak hanya itu, selain orang sebaik Mbak Ningsih
mulai digunjingkan orang-orang yang dahulunya sering ia tolong, kucing-kucing
pun kini sudah mulai tidak ada yang meminta makan kepadanya. Biasanya, setiap
pagi, mereka datang, kucing akan bergerombol dan memeong di depan pagar Mbak
Ningsih. Tapi sekarang hanya satu-dua, jumlahnya semakin lama semakin sedikit.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kasihan Mbak Ningsih.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dalam situasi seperti ini, rasanya aku ingin
melindunginya. Sempat aku ingin mengatakan: “Isi jeroan ini, kau pilih saja
cara yang bagaimana untuk kunyatakan? Yang busurnya tegak atau yang rebah? Yang
kubidik dengan mata atau yang langsung kurentang ke telenging batinmu?” Tapi
aku selalu ragu untuk mengatakan, takut bertepuk sebelah tangan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Berada pada situasi memilih antara setia kawan dan
rasa terimakasih, saya ingin menjadi pendamai. kerna <i><span style="background: white; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">khairul umuuri ausatuha</span></i><span style="background: white; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">, sebaik-baik
perbuatan adalah yang tengah-tengah.</span> Aku ingin mengklarifikasi persoalan
yang padat ini. Aku ingin melakukan rekonsiliasi. Terlebih dulu aku ingin
mengajak bicara Andika, teman sekaligus tetangga kos-ku. Dia yang pertamakali
memperkenalkanku kepada Mbak Ningsih, kuharap dia solusi.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tapi tidak mudah.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Setiap aku datang, menghampiri Andika yang sedang
duduk di depan teras kamar kos-nya, dia selalu memasukkan jari tangannya ke
dalam mulut agar muntah. Dia seperti itu tidak sekali-dua kali, sering. Kerna
aku merasa tidak pernah ia terima untuk berkunjung, akhirnya aku merasa, Andika
memang tidak mau menerima kedatanganku. Kepada yang lain pun sama. Ini sangat
menghina.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Hingga lebaranku yang ke tiga, keadaan masih sama.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Selepas Salat Ied, aku datang ke rumah Mbak
Ningsih, seperti biasanya. Tapi, lebaran kali ini acara <i>open house </i>sepi. Tidak seperti satu atau dua tahun yang lalu.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ayo, Had, dimakan opornya.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Iya Mbak, termakasih.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Yang lain ke mana ya, Had?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Mudik, Mbak.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya sudah kalau begitu. Sini, aku ambilkan opor
buatmu.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tidak usah repot-repot, Mbak. Biar saya ambil
sendiri opornya.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tidak apa-apa. Kamu mau bagian yang mana?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Saya ceker saja, Mbak.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Mbak Ningsih menatapku sadis dan tersenyum sinis,
“kucing mana punya ceker, Had.” Jawabnya singkat.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku kaget, langsung ke luar rumah Mbak Ningsih
tanpa pamit. Sepanjang perjalanan, kepalaku rasanya pusing. Diantara kembang
api, petasan, bunyi bedug, arak-arakan manusia, dan kumandang takbir; aku
berusaha memuntahkan isi perutku dengan memasukkan jari tanganku ke dalam mulut.
Benar, opor ayam buatan ibu memang tak ada duanya.</div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-62866392651148254892016-07-11T13:19:00.001-07:002016-07-19T13:01:49.724-07:00#POEM (1)<div style="text-align: justify;">
O, cahayu, puan bermata perunggu. Apakah benar itu engkau, yang rambutnya sekar rinonce, yang mesti semerbak--mobat-mabit tak tentu kiblat. Bahwa cinta, bahwa denyut, dan detak dari nadimu berulang kali--yang semayam di antara kecambah dan kolong kenanga ini sudah kadung menjimat di batin dalam pasang sepiku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Engkaupun syahdu, itu tampak dari kaca di matamu yang gegap walau tetap sahaja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bleger-mu tak maujud beberapa hari ini. Maka selama itu, ada yang kembang kempis di jantungku, rindu bertikai tak pernah jerih.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemarin, cahayu, sangat rindang rinduku padamu, di senja kenangan jingga langitmu yang lebih gegas ketimbang gema.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebelum langit menggulung tikar, namamu menggelayut di ranting hujan. Air berhenti, tapi genangnya terbengkalai di mana-mana adalah terjemahan dari tangismu dulu yang embun di daun kelor.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hujan. Apakah betul itu adalah saat agar bisa kutuang air mata, yang lebih asin dari lautan yang menggigilkan rindu menggagalkan lupa--lingga ke yoni, langit berbunga di pucuk mahoni.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Apapun itu, yang meleleh di sudut mripatmu akan menjadi sajak seluas senja. Di ujung karna tembang terakhir, aku semakin tak kuasa dibekuk rindu, pada perpisahan kita yang lebih lama.</div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-86656999431439614922016-07-09T10:28:00.001-07:002016-07-10T00:16:25.896-07:00SNORKELING<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRj7ihNBZUP3vnJqD0rcvLzom52WgbA3kAlhaLJP6qKyANqovRH9v8w2lqao7Ra-8Gma6nm-xwoip4Wr8CXEQib0C9pX5d9tWLt3vuVnm8MA_gtKuJYZptK7FuBEAHxDfF8MAUqsGWktE/s1600/Snorkeling.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRj7ihNBZUP3vnJqD0rcvLzom52WgbA3kAlhaLJP6qKyANqovRH9v8w2lqao7Ra-8Gma6nm-xwoip4Wr8CXEQib0C9pX5d9tWLt3vuVnm8MA_gtKuJYZptK7FuBEAHxDfF8MAUqsGWktE/s320/Snorkeling.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku selalu membayangkan jika <i>jeding</i>, bak air kamar mandi adalah
satu-satunya tempat rekreasi yang ada di rumahku. Aku berkhayal jika penampung
air bertèkel (baca: jubin) biru itu, yang terletak di antara sumur dan kakus di
dalam kamar mandi rumahku adalah sebuah kolam renang yang sering kulihat di
televisi milik tetanggaku. Jika hari minggu tiba, ketika libur sekolah, aku
bangun pagi, membersihkan jeding, lalu mengisinya hingga penuh dengan cara
menimba. Entah kekuatan apa yang merasukiku saat itu, bocah SD yang lengan hingga
bahunya hanya selingkaran ibu jari dan telunjuk milik anak-anak—kuat mengisi
bak air sebesar itu sendirian. Aku lebih suka menyebut peristiwa ini dengan <i>the power of children</i>, kekuatan yang
dimiliki anak-anak untuk mewujudkan keinginannya. Sebuah keinginan sederhana.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Satu tèkel pada jeding itu berukuran 20 cm x 20
cm berjajar mendatar sebanyak sepuluh buah, dan bertumpuk ke atas sebanyak lima
buah. Jadi, lebar jeding dua meter dan panjang satu meter. Untuk mencapai satu
tèkel penuh, aku harus menimba sebanyak dua puuluh lima kali. Untuk bisa
membuat penuh satu tèkel, aku bisa menghabiskan sekira tiga puluh menitan.
Setiap tiga puluh menit, aku berhenti, menaburi lantai kamar mandi dengan sabun
colek, aku gosok seluruh lantai, lalu main prosotan. Dirasa cukup, aku
bersihkan buih-buih sabun colek di lantai, lalu menimba lagi hingga penuh.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Lunas pekerjaan mengisi air hingga penuh, aku
mengambil <i>dingklik</i> (kursi kecil
terbuat dari kayu), menaikinya, lalu masuk ke dalam kolam renangku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Blung.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Setiap awal memasukinya, aku merasa tenggelam
di dalam air. Di dalam, aku seperti sedang berada di alam lain hingga
kesadaranku kembali dan napasku terasa hampir habis. Tanganku meraih-raih bibir
bak air, dapat, lalu kudorong tubuhku hingga muncul di permukaan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku menghirup napas, lalu menenggelamkan
badanku lagi, naik ke atas lagi, dan menenggelamkannya lagi. aku senang. Ada
kegirangan, dan keriangan yang kurasa. Dan yang paling penting, aku bisa
bercerita kepada teman-temanku bagaimana rasanya mandi di kolam renang.
He-he-he.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Hari minggu, tahun 1994, aku mampir ke rumah
tetanggaku untuk menonton televisi. Saat itu kulihat, di televisi, ada seorang
yang memakai peralatan menyelam, lengkap: mengenakan wet suit, google mask atau
kaca google, fins yaitu sepatu yang mirip sirip bebek, BCD (Bouyancy
Compensation Device) yaitu jaket yang dapat di aliri udara, tabung scuba di
punggungnya, dan snorkel yang menancap di dalam mulutnya. Di sebelah kanan
laki-laki penyelam itu ada karang yang berukuran besar, segeromboloan ikan
berenang di belakangnya; tak begitu lama ia menyodorkan tangan kanannya lalu
mengangkat ibu jarinya—bersamaan dengan nada paduan suara: eR-Ce-Te-Ii okeeeeeee.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tentu saja aku ingin menyelam seperti orang
itu, mungkin anak-anak seusiaku juga. Tapi, untuk yang satu ini, sangat berbeda
dengan kolam renang. Menyelam tidak akan dapat di lakukan di jeding rumah.<o:p></o:p></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Telepon genggamku berdering. Sebuah nomer yang
tak kukenal menghubungiku. Dengan nada malas, aku mengangkatnya: “Halo. Siapa
ini?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lho, justru itu saya telpon kamu. Saya ini siapa?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku menarik telpon genggamku dari telinga,
kulihat benda yang sedang kugenggam itu. Lalu kutempelkan lagi hp di telinga.
Terdengar suara terbahak-bahak di sana. “E, <i>cah
bajingan</i>, <i>man robbuka</i>?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ha-ha-ha...”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dari gaya bicaranya yang semanak, aku tahu dia
adalah temanku. Teman SMA-ku dulu di Surabaya. Temanku yang satu ini secara
natural telah dianugerahi gaya bicara yang <i>nggatheli</i>
dan raut muka yang tak samapta. Tidak bodoh, tapi jauh dari kata pintar. Tapi,
dia adalah seorang yang <i>begja</i>.
Beruntung. Bisa masuk universitas teknik sipil ternama dan lulus tepat waktu.
Dan karena <i>Gusti Owwoh</i> kasihan
kepadanya, kini ia menjadi seorang yang kaya raya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Su, mbok ya kamu ikut saya. Bulan depan saya
mau ke Wakatobi.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tebih men, thel?!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">“Terumbu karangnya
masih asli, kehidupan biota lautnya melimpah. Dan yang paling penting, Ndes,
airnya Ndes... Airnya...”</span><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Wegah! Rasudi aku plesir robedebah kaya kowe.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Serius tha?!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sik, prejengan semak-belukar kaya raimu iki
isa renang, ta? Kamu kan lahir kemis kliwon, tidak cocok di air?!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Aku sing mbayar, wis. Tak traktir.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Wegah!!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kowe nek melu aku ning Wakatobi, tak
unggahke Kaji.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Wegah!!!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ayo tha?!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya wis, Su, Nek kowe meksa terus. Aku tak
kuasa. Ketemu ning ndi?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Langsung kepethuk ning kana, ya?”<o:p></o:p></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Beberapa minggu kemudian aku berangkat
dari Jakarta, sedangkan temanku, <i>blanthik
sapi</i> yang mengajakku, berangkat dari Surabaya. Kami janjian ketemu di
Bandara Sultan Hasanuddin. Beberapa jam sebelum waktu keberangkatan, aku sudah
siap meninggalkan rumah. Mobil yang sudah sedari tadi mesinnya kupanasi,
kini siap kubawa menuju bandara Soekarno-Hatta. Mungkin satu minggu kendaraan
kuparkir di sana. Semua keperluan sudah kumasukkan ke dalam bagasi, aku tancap
gas meninggalkan rumah. Dalam perjalanan, di dalam mobil, aku mengingat keinginanku
semasa kecil dulu: ingin mencoba—bagaimana rasanya menyelam. Snorkeling.
Setelah kupikir-pikir, walau tidak semua, keinginan dan cita-cita kita pada
akhirnya akan tercapai, tapi tidak dalam waktu yang bersamaan. Kita hanya perlu
bersabar. Dan terus bergerak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Mak wès.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Aku sudah di bandara Makassar. Minum
kopi di salah satu restoran di dalam bandara. Belum habis batang kedua rokokku,
temanku datang menghampiriku. Maka sesuai jadwal penerbangan, kami melanjutkan
perjalanan udara menuju Bandara Haluoleo (Bandar Udara Wolter Monginsidi)
Kendari. Kemudian lanjut lagi, masih dengan jalur udara, menuju Bandara
Matahora di Wangi-wangi. Setelah itu, kami menuju Wanci untuk mencari
penginapan yang dekat dengan lokasi Pantai Sousu. Dan di sinilah kejadian itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br />
<span class="textexposedshow">Pagi, kami mengawalinya dengan ngobrol
ngalor-ngidul serta ditemani kopi dan beberapa batang kretek. Lalu, tanpa mandi
terlebih dahulu, kami berdua menuju lokasi snorkeling. Melakukan gerak-gerak
pemanasan, lalu menyewa alat. Kami ditemani instruktur selam, gampangannya
pelatih. Rampung sesi pengarahan, aku mengenakan peralatan: pertama, </span><i>wet suit</i>, baju selam. Dia akan tetap
menjaga suhu badanku saat di dalam air. Lalu <i>Bouyancy Compensation Device</i>, semacam jaket yang dapat di aliri
udara. Kemudian tabung scuba, berisi oksigen, menyediakan udara untukku
bernapas dalam air. Snorkel, alat yang kumasukkan ke dalam mulut dan tersambung
ke tabung scuba. Fins, kaki katak. Membantu laju dalam air. Kaca google,
melindungi mataku dari iritasi air. Kemudian, kami berempat (aku, temanku, instruktur, dan pengendara speedboat) melaju ke tengah laut menggunakan
speeboat.<span class="textexposedshow"> “Lho, kamu ga nyewa alat selam?”. Tanyaku pada
teman nggatheli itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br />
<span class="textexposedshow">Dia merespon pertanyaanku hanya dengan mengangkat
dagu, dan alis yang dinaik-turunkan. Merasa tidak perlu menanggapi kelakuannya,
aku langsung lompat ke laut.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Blung.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Tak beberapa lama, dia menyusul.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br />
<span class="textexposedshow">Melihat keadaan bawah laut, aku teringat ketika
masa kecil dulu, ketika menenggelamkan badanku ke dalam jeding. Ada nuansa yang
berbeda. Seperti alam lain. Di sini juga: karang, rumput laut, ikan-ikan, dan binatang
air lainnya menambah suasana takjub pada rasaku. Sungguh sangat indah sekali
pemandangan bawah air. Aku menyelam, masuk lebih dalam lagi. Aku merasakan
kesunyian yang teramat sangat. Pada titik ini, aku paham, bahwa batas mati dan
hidup sangat tipis sekali. Hidupku kini bergantung pada scuba pada punggungku.
Semakin aku masuk ke dalam laut, kesadaranku melayang-layang: semua di dalam
sini tampak bergoyang-goyang, juga ada keindahan yang berbeda dibanding
daratan, dan seperti ada manipulasi cahaya di dalam laut. Sangat spirituil dan
estetik. Aku masuk lebih dalam lagi, sekira 30 meter, cahaya matahari merayap
makin tipis. Dasar laut belum tampak oleh mataku. Di dalam kegelapan, seperti
ada suara-suara yang kudengar. Jika tidak salah, ia berasal dari dalam diriku yang kemudian tersentuh oleh cahaya tipis matahari yang berada di antara lendir-lendir
tubuh ikan-ikan, mereka tampak saling menjalin dan merajut dan melebar ke
seluruh samudera membawa suara yang kudengar tadi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Dalam haru, aku teringat temanku. Aku
berniat, selesai snorkeling kali ini, aku ingin mengucapkan terimakasih atas
pengalaman menajubkan ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Aku masuk lebih dalam lagi. Tak
beberapa lama menikmati trumbu karang dan ikan-ikan, sekelebat aku melihat
kawanku menuju ke kedalaman yang kini telah kucapai. Aku nyalakan senter,
kutujukan kepadanya. Dia menoleh ke arahku, dan aku meresponnya dengan
mengacungkan jempol ke arahnya. Seperti </span>eR-Ce-Te-Ii okeeeeeee.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br />
<span class="textexposedshow">aku menyusulnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow"> Tapi ada yang aneh. Aku agak heran, teman yang
kutahu tidak bisa berenang itu, masih tampak asik di bawah laut. Tidak naik ke
permukaan untuk ambil napas. “Kuat sekali napasnya” batinku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Aku ikuti arah dia menyelam, tampak
dia melakukan gaya yang aneh, semacam keranjingan melihat keindahan bawah laut.
Aku terus ikuti dia, sambil membatin: “Lama sekali dia menyelam, tanpa tabung
scuba? Kuat sekali dia menahan napas?!” Setengah takjub dan setengah rasa khawatir,
aku ikuti dia, aku susul dia, lalu menepuk bagian pundaknya. Aku lepas snorkel
pada mulutku, lalu mengatakan sesuatu kepadanya: “Sejak kapan kamu bisa menyelam? Kuat sekali napasmu, apa rahasianya?”<o:p></o:p></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br />
<span class="textexposedshow">Diiringi gelembung-gelembung di sekitar mulutnya,
dia mengatakan: “Aku <i>kelelep</i>
goblok!!!”</span><o:p></o:p></div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-38671678854939956672016-07-03T07:46:00.004-07:002016-07-03T07:46:59.691-07:00ONGKOS PULANG<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjE-3zWkn9T5pH1l1IDpbO8A6glMelegknh4ZP-NwgC1mw1oleDe31fvnkz8jdusOlE2Kt7gIPVbwZjiSk_1w57zAiVZhj6WqQozoqhoV0jNGbPsq-7olFt9IY1RKLs5lskpr9sbDoh0vQ/s1600/ONGKOS+PULANG.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="173" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjE-3zWkn9T5pH1l1IDpbO8A6glMelegknh4ZP-NwgC1mw1oleDe31fvnkz8jdusOlE2Kt7gIPVbwZjiSk_1w57zAiVZhj6WqQozoqhoV0jNGbPsq-7olFt9IY1RKLs5lskpr9sbDoh0vQ/s320/ONGKOS+PULANG.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Setelah melakukan
kegiatan rutin di kantor, hari itu, kebetulan aku ingin menilik beberapa rumah
yang kusewakan kepada para pekerja. Hanya pemeriksaan rutin. Jaraknya tidak
jauh, letaknya pas di belakang rumahku; lebih-kurang lima belas menitan jika ditempuh
dengan berjalan kaki. Selesai memeriksa keadaan, aku balik ke rumah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sampai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Laju roda berhenti tepat
di depan halaman. Kunci mobil kuputar ke arah kiri, dan mesin berjenis <i>diesel</i> pun berhenti. Masih di dalam
mobil, kulihat di sebalik kaca, seorang lelaki, muda, sedang duduk di kursi
teras yang berjumlah empat biji yang sama bentuknya. Sekilas, sepertinya aku
mengenal anak muda itu. Dipagari berbagai daun dari jenis bunga-bunga, ia
tampak hening-bersandar sembari tertunduk di sana. Aku keluar, dengan membawa
dua tas yang kuletakkan di jok belakang: satu tas berisi lapatop dan <i>printer portable</i>, tas yang lain berisi
data-data. Aku berjalan menuju ke arahnya, laki-laki itu berdiri menyambut
kedatanganku, mengulurkan tangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Assalamualaikum...”
sapanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Waalaikumsalam... E,
Koy, lawan siapa pian? Seorangan, ja?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sorang, Pak Haji.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Napa habar, Koy?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Waras, Pak Haji.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ayo, silakan duduk.”
Akoy tampak sungkan duduk di hadapanku. “Sudah lawas mahadang?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Hanyar ja, Pak Haji.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Setelah terhidang dua
gelas teh hangat untuk kami berdua, tentu saja aku ingin beramah tamah terlebih
dahulu dengan Akoy, begitu orang menyebut namanya. Sebenarnya, secara personal,
aku tak begitu mengenalnya. Tapi aku tahu jika Akoy bekerja di tempatku selama
ini. Jika tidak salah, awalnya dia dipekerjakan sebagai <i>checker</i>: yaitu orang yang menghitung jumlah dump-truck yang berisi
angkutan—yang keluar-masuk dari tambang dan kemudian melewati jembatan timbang
untuk menuju ke pelabuhan. Itu pekerjaan awalnya. Setelah itu, kerna hasil
beberapa laporan dia adalah anak yang sangat rajin, dan dapat dipercaya, akhirnya
aku meminta dia untuk belajar menjadi <i>master
loading</i> (orang yang mengatur letak muatan ketika dimasukkan ke dalam kapal
tongkang?)—dan seterusnya-dan seterusnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Setelah beberapa lama kami
berbincang, Akoy pamit undurdiri. Kulihat angka pada arloji, rupanya memang
sudah larut malam. Aku persilakan ia, dan mengantarnya hingga ke ambang teras. Akoy
berjalan sangat pelan, tak menoleh lagi. Kasihan anaki itu. Obrolan-obrolan
yang berlangsung tadi, saking tersentuhnya, terbersit banyak sekali kata dan
kalimat di kepalaku. Kisahnya, tak sanggup kupendam sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Begini:<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kekasih,<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Seperti katamu, maka
surat ini aku tulis dengan tanganku sendiri agar—ketika kau membacanya, akan
terasa olehmu—betapa penuh lekuk-liku rinduku kepadamu. Maka, kuawali surat ini
ketika genap dua tahun kita tak saling bertemu, saat waktu menunjukkan pada jam
pukul 01.00 Wita. Batulicin menuju Banjarmasin. Berdesak-desak di dalam angkutan
mobil, rupanya di luar hujan. Selintas tadi aku dengar klakson-klakson dari
arah berlawanan lalu sunyi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Hmmm... lalu sunyi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sekian lama hidup di tengah
hutan, di atas tanah berhamparan emas hitam, bagaimana kabar Indonesia? Apa
kabar orang-orang semacam aku ini, kekasih? Di depan sana berisik, di sebelah
pacaran, sedangkan aku memilih ketiduran merindukanmu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Langit malam sehabis
tangis, hitam seperti masa depan; pantas saja sedaritadi yang tampak hanya
jalanan basah mengilaukan lampu-lampu merkuri, rerimbunan <i>alas</i> di kanan kiri, suara ban mobil pada genangan air. Membayangkan
ketika aku datang ke tempat ini untuk pertamakali: A, waktu itu Dayat, temanku,
menawariku sebuah pekerjaan. Ia mengajakku bekerja—yang katanya dapat merubah
nasib, di luar pulau, mencari penghidupan yang lebih baik di tanah Banua. Sebagai
keseriusannya, Ia mengirimiku sejumlah uang meski hanya cukup untuk perjalanan
dari Pelabuhan Tanjung Emas ke Pelabuhan Trisakti. Tidak lebih. Meskipun
demikian, pikirku lumayan. Sudah baik hati Dayat membantu sebagian bebanku
menuju tanah perjanjian. Walapun aku harus melanjutkan perjalanan melalui jalur
darat sejauh 263 km, lebih kurang 5 jam’an. Lalu dilanjutkan dengan dua kali
naik <i>sepid</i> (baca: speed boat)—tak
mengapa, semoga ini adalah awal yang baik untuk perubahan besar dalam hidupku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
O, ya, kekasih. Aku masih
ingat genangan pada matamu, ketika cerobong asap bertiup, kau melepas jam
tanganmu, pemberian bapakmu. Katamu: “Gunakan, jika kau ingin pulang.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku hanya tersenyum, tak
menjawab, sebab tak terbersit sedikitpun untuk pulang tanpa membawa apa-apa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dug.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sepid berhenti di suatu
tempat yang sangat sunyi. Terkaan demi terkaan mulai hadir di kepala. Dayat menyambutku
dengan lambaian, tapi tanpa selembar senyum pun pada bibirnya. Harapanku
berbalik seratus delapan puluh derajad dengan kenyataan di depan mata. Seperti
perkedel, hatiku ambyar kemana-mana. Sambil memanggul tas, dan menenteng kardus
yang berisi oleh-oleh dari kampungku, kakiku menjejak tanah meninggalkan lantai
sepid dengan suasana hati kecewa—yang segera sadar bahwa sesungguhnya Dayat
sedang mencari kawan untuk masa gelap di tempat seasing ini. Dayat dibuang oleh
karma atas perbuatannya, dan ia mengajakku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ketika pertamakali
berniat untuk merantau, yang kupegang adalah janji-janji Dayat tentang sebuah
pekerjaan dengan berbagai fasilitas dan hunian untuk pegawai. Gaji yang besar,
prestise yang akan kusandang, dan berbagai cuilan-cuilan surga yang selalu ia
ceritakan kepadaku. Tapi, kenyataan berbicara lain. Begitu turun dari sepid, di
depan mataku hanyalah belantara gung liwang-liwung, dan berjajar pohon-pohon
liar yang saling membelit dengan perdu dan semak perawan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dayat mengulurkan tangan,
“bagaimana perjalananmu?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku menyambut uluran
tangannya dengan senyum yang sedikit kupaksa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dengan segenap rasa pegal
di seluruh badanku, Dayat mengajakku berjalan menuju rumahnya, sebuah rumah
sewa, jaraknya cukup jauh dari pelabuhan kecil ini. Akhirnya kami berdua sampai.
Rumah yang dimaksud Dayat adalah rumah panggung yang berbahan kayu, memiliki
hanya satu kamar saja, tanpa tv dan barang elektronik lainnya, juga satu ruang dengan atap terbuka—yang biasa digunakan untuk
mandi dan cuci-cuci. Malam itu, di bawah temaram lampu dan serbuan
nyamuk-nyamuk, aku tidur beralas kecewa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan beberapa bulan pun telah
berlalu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Hari itu terasa dingin sekali.
Di luar hujan. Sesekali, di tengah tidurku, aku mendengar suara benturan yang
sangat keras. Antara kayu dengan kayu, seperti dibanting. Cepat-cepat aku lari ke
arah muka, ternyata pintu sudah terbuka sebab terdorong oleh angin. Seperti
yang sudah kubilang, di luar sedang hujan. Saat itu aku sadar, di dalam rumah,
sejatinya aku sedang sendirian. Dayat pergi, entah ke mana.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Nasib ini, mana mungkin
dapat kuceritakan kepadamu. Itulah alasan kenapa Tuhan menyematkan gengsi pada
diri laki-laki, mungkin agar aku dapat melupakan tangisku sendiri—agar terus
dapat memelihara harapan yang sudah kadung terbit di rerimbunan angan-anganmu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sedari awal kita bertemu,
kita sepakat untuk membangun berlapis-lapis kesadaran bahwa harapan haruslah
besar, tapi hasil tak bisa kita paksakan. Pada titik itulah kita harus
berpasrah, sangat berbeda dengan menyerah.<o:p></o:p></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Mobil terus melaju,
ugal-ugalan. Membangunkanku dari tidur atas gambar-gambar wajahmu. Jam tangan
menunjukkan pukul 05.00 Wita. Sama seperti saat itu, pada suatu hari, perutku
ngamuk tak keruan. Wajar saja, seharian ini hanya kuisi dengan beberapa teguk
air. Stok ‘Supermi isi dua’ milikku hanya tinggal satu, rencananya akan kumakan
ketika sarapan pagi sebelum pergi ke pelabuhan untuk mencari pekerjaan (baru).
Dalam keadaan seperti ini, maafkan aku yang telah mendua: selain merindukanmu,
ingatanku diam-diam juga mengenang rasa nasi yang kumakan beberapa hari yang
lalu. Kebetulan tetanggaku sedang ada hajat, memperingati seratus hari
kepergian putranya kerna sakit demam berdarah. Di antara gigil dan haru <i>sahibul hajat</i>, aku menyembunyikan rasa
girang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Lheg.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kurasai dingin sekali di
dalam lambung, nikmat. Air liur dalam mulut—aku tekan sedalam-dalamnyanya
perutku—untuk mengingat nasi-<i>slametan</i>
beberapa hari yang lalu. Hmmm... sepertinya rasa dingin itu masih tersisa
hingga tubuhku gemetar. Sebagai penyandang penyakit <i>maag</i>, getar itu adalah tanda bahwa aku sudah sangat kelaparan.
Kulirik arloji pemberianmu, masih pukul 05.00 Wita. Tanpa pikir panjang,
‘Supermi isi dua’ semata-wayang itu—riwayatnya harus kusudahi pada subuh ini,
di atas kompor sumbu milikku. Tak tahan jika aku harus menunggu saat jam
sarapan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
‘Supermi isi dua’ raib
begitu saja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tapi, sebelum merebusnya,
kupandangi arlojimu dalam-dalam. Sungguh ini bukan bualan. Tiba-tiba saja,
lewat detakkannya, aku menemukan harapan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Piring aku cuci, lalu
kujepitkan ia di sela-sela dinding kayu, dalam keadaan berdiri. Rampung, aku
siap-siap berangkat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Di atas atap-atap jerami
yang basah, langit dikelir biru. Samar-samar jalan-jalan desa sudah mulai
tampak. Semoga saja ‘Supermi isi dua’ ini bisa bertahan seharian. Setelah
membersihkan diri, aku bergegas menuju ke pelabuhan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pintu kututup, lalu
berjalan penuh dengan rasa kenyang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Atas nikmat pagi ini,
pulihnya tenagaku dari rasa lapar, aku ingin berterimakasih kepada pemerintah
yang telah mengimpor biji gandum melalui BULOG, kemudian diolah oleh PT.
Bogasari sebanyak 70%, lalu PT. Bogasari diakuisisi oleh PT. Indofood. Kepada BULOG
dan PT. Indofood aku sangat-sangat berterimakasih, tapi yang utama kepada <i>Allah subhanahu wa ta’ala</i>, sebab mereka
hanya perantara.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sebelum merantau ke pulau
ini, sering aku dengar beberapa orang yang berkampanye: mengajak masyarakat
untuk tidak mengkonsumsi mie instan. Alasannya macam-macam. Dari alasan kesehatan,
sampai kepada isu-isu politik-ekonomi tentang penjajahan pihak luar negeri di
balik impor gandum dan produk mie instan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Masalah kesehatan, konon,
mengkonsumsi mie instan dapat mengakibatkan mutasi-gen atau transgenesis. Ini
diakibatkan dari bumbu-rasa pada mie instan tersebut. Misalnya rasa ayam
bawang, maka tubuh mempersiapkan dirinya untuk mengolah ayam bawang. Tapi kerna
yang diolah adalah mie, bukan ayam bawang, maka sel mengadaptasi dirinya—bahwa
ayam bawang adalah berbentuk lonjong-panjang. Di dalam DNA manusia terdapat gen
yang memiliki kode-kode genetik tertentu, bentuknya kira-kira seperti anak
tangga. Setiap anak tangga memiliki kode yang berpasang-pasangan: garis anak
tangga atas, misalnya dengan kode A, maka garis anak tangga bawah, harus
berkode B. Maka, jika ketika makanan yang kita makan memberi informasi yang
salah, kode A malah bertemu dengan kode C, akan berakibat pada penurunan
kwalitas gen. Jika diaplikasikan pada proses pembuahan, reproduksi, maka
mengkonsumsi mie instan dapat berakibat gagalnya gen ketika membentuk jaringan, yang puncaknya akan gagal
membentuk organ. Sangat berbahaya untuk regenerasi dan keturunan. Belum
masalah-masalah lain yang ditimbulkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Persoalan di level
politik-ekonomi, Indonesia bukan negara penghasil gandum. Harus impor. Maka,
ketergantungan terhadap gandum, dapat berakibat fatal jika suatu saat terjadi
embargo— dari pihak luar—yang menghentikan suplai produknya di tengah
permintaan yang sangat banyak. Akan terjadi inflasi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Halah... halah... halaaahh...
preketek!!!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Yang memprakarsai
kampanye itu adalah orang kaya, pantas jika mereka tidak doyan makan mie
instan. Aku? Yang miskin ini, mana bisa menghindar? Padahal amanahnya jelas
pada Pasal 34 Ayat 1 UUD 45: fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh
negara. Aku orang miskin, dan ditelantarkan teman di tempat asing ini. Harusnya
negara hadir untuk memeliharaku. Tidak usah muluk-muluk, memelihara di sini
maksudku cukup dengan ongkos pulang ke kampung saja. Atau, jika tidak, berilah
aku pekerjaan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tapi, negara memang tidak
akan hadir kecuali mengenai urusan pungutan pajak dan retribusi. Negara tidak
pernah hadir dalam kasus remeh milik orang miskin sepertiku. Padahal, katanya, <i>equality before the law</i>, semua sama di
depan hukum. Iya, di depan hukum memang semua sama. Yang beda itu ketika di
belakang hukum. Tinggal siapa yang mampu dan mau ‘wani piro’—maka kelarlah
urusannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan, kerna fakir miskin
dan anak terlantar tidak pernah dipelihara oleh negara, maka mereka (baca:
fakir miskin dan anak terlantar) kini dipelihara oleh Indofood.<o:p></o:p></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ketika sampai di
pelabuhan, suasananya masih sepi. Kira-kira masih jam 06.00 Wita. Aku duduk di
tepi dermaga. Mungkin lima atau tujuh menitan aku duduk, sebuah mobil berhenti
pas di depanku. Pintu belakang terbuka, seorang berperawakan kecil dan tambun
keluar dari sana. Rupanya Pak Haji Sabran, pengusaha batubara. Aku berdiri,
menyambutnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sedang apa kamu di
sini?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Cari pekerjaan, Pak
Haji.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Bisa baca-tulis?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Bisa, Pak Haji.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ajak dia jadi <i>checker</i>,” perintah Pak Haji Sabran
kepada sopirnya. Dan sopirnya pun langsung mengangguk, pelan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Merasa diterima, aku
langsung meraih tangan Pak Haji Sabran, menciumnya sembari mengucapkan
terimakasih yang tak ada habis-habisnya.<o:p></o:p></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Beberapa bulan kemudian,
kekasih, Pak Haji Sabran mempercayaiku menjadi <i>Master Loading</i>. Itu, orang yang berperan dalam pengawasan proses
bongkar-muat—muatan curah untuk memastikan kegiatan tersebut berjalan efisien.
Artinya, seorang master <i>Master Loading </i>harus
mengetahui titik dalam stabilitas kapal: pusat gravitasi, pusat daya apung, dan
mata center; agar ketika proses muat, tongkang tidak patah kerna letak muatan
yang tidak seimbang. Waktu yang digunakan lebih cepat dalam proses bongkar atau
muat, dan yang paling penting—muatan aman selama perjalanan laut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pada jabatan baru ini,
akhirnya aku mengenal mekanisme kegiatan bisnis juraganku dan seluk-beluk yang
terjadi di dalamnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pak Haji Sabran adalah
pengusaha batubara yang biasa didatangi oleh utusan perusahaan yang membutuhkan
batubara untuk mesin pabriknya. Majikanku ini punya lahan tambang. Tapi, jika
spesifikasi batubara miliknya tidak sesuai dengan permintaan <i>user</i>, dia bisa mengambil batubara milik
perusahaan besar di sini. Tentu saja secara diam-diam. Caranya cukup mudah:
proses pengangkutan dilakukan malam hari, tentu saja dengan kompensasi ekonomi
untuk orang dalam. Lalu muatan itu di bawa ke pelabuhan dengan sepengetahuan
oknum polsek sekitar. Ya setor sejumlah uang. Tidak cukup di situ, bosku juga
melibatkan oknum-oknum yang lain: perhutani, babinsa, dan polairut. Semua
kecipratan. Yang penting aman. Ini kegiatan gotong-royong, tahu sama tahu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Rusak memang. Tapi, aku
makan dari kegiatan itu. Setengah dari diriku menikmatinya, setengah lagi
mengutuknya. Setiap hari.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan, beberapa bulan
kemudian, entah kerna alasan apa, aparat berdatangan. Menyita semua alat berat
yang sedang bekerja. Termasuk perusahaanku. Seluruh kegiatan berhenti untuk
waktu beberapa lama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Uangku habis. Sebagian
kukirim ke orang tuaku, sebagian lagi kepadamu untuk ditabung, dan sisanya
kugunakan untuk keperluan sehari-hari. Uang yang kugunakan untuk keperluan
sehari-hari telah habis. Persediaan ‘Supermi isi dua’ kini tinggal beberapa
bungkus saja. Suasana desa kini sepi, tak seperti dulu. Lebih tepatnya mati,
tak ada kegiatan. Tidak ada listrik di siang hari. Mesin <i>genset</i> desa, yang diperkunakan untuk mensuplai listrik ke rumah
warga, hanya dinyalakan pada jam enam sore hingga jam enam pagi. Tak ada radio,
apalagi televisi. Koran pun tak ada. Bagaimana kabar Indonesia, kekasih?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Akhirnya, malam itu aku
memberanikan diri datang ke rumah Pak Haji Sabran, majikanku. Jika berjalan
kaki, rumah Haji Sabran sekitar lima belas menitan dari kontrakanku.
Kontrakanku ya rumah milik Haji Sabran yang disewa-sewakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku mengetuk pintu, yang
membukakan adalah pembantunya. Dia bilang, “Pak Haji belum datang. Tunggu saja
di depan.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku duduk di teras rumah,
di salah satu kursi. Aku duduk sambil tertunduk, malu, jika kedatanganku kali
ini memang ada maksud yang mendesak, minta tolong.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tak begitu lama, mobil
Pak Haji Sabran terdengar memasuki halaman. Beliau berjalan ke arahku sambil
menenteng dua tas di bahu kanan dan kirinya. Aku berdiri, kemudian uluk salam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Waalaikumsalam... E,
Koy, kamu sama siapa? Sendiri saja?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sendiri, Pak Haji.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Apa kabar, Koy?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Baik, Pak Haji.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ayo, silakan duduk.
Sudah lama menunggu?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Baru saja, Pak Haji.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Min,” teriak Pak Haji
Sabran. Pembantunya keluar. “Buatkan kami teh hangat.” Pembantu itu mengangguk,
lalu segera masuk ke dalam. Tidak beberapa lama, ia keluar dengan dua cangkir
gelas di atas nampan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ayo, Koy, diminum!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku menyruput teh hangat
itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ada yang bisa saya
bantu, Koy?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku melepaskan arloji
dari lengan kananku, meletakkannya di atas meja. Arloji pemberian kekasihku.
“Ini, Pak Haji.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“E, apa ini Koy?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ini adalah jam pemberian
pacar saya, Pak Haji.” Kemudian kuceritakan semua kisahku padanya. Dari Dayat,
kedatanganku ke sini, mendapat kerja dari Pak Haji, hingga hari ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Bukannya benda ini
sangat penting bagimu?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Betul, Pak Haji. Saya
datang ke sini untuk meminta bantuan kepada Pak Haji, tapi hidup tidak boleh
gratis. Maka, saya serahkan sebagian hati dan harapan saya untuk di tukar ongkos
pulang. Saya ingin balik ke kampung saja.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pak Haji Sabran mengambil
amplop dari tasnya. Tanpa di hitung, beliau langsung menyerahkan kepadaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Setelah melanjutkan
obrolan, akhirnya aku pamit. Takut kemalaman, ketinggalan sepid. Pak Haji
melirik angka pada arloji di atas meja. Lalu berdiri, mengulurkan tangan. “ Ya
sudah, selamat jalan. Jangan kecil hati, Koy. Alam ini diciptakan agar kita
mengalami. Hanya mengalami. Tidak lebih. Sejatinya kita tak pernah mendapatkan
apa-apa, dan kehilangan apa-apa. Itulah ongkos kita pulang. ‘Mengalami’
sejatinya adalah penyaksian, syahadat jika dalam term agama.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Terimakasih, Pak Haji.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku cium tangan Pak Haji
Sabran, kemudian balik badan, berjalan tanpa menoleh lagi ke belakang. Maka,
kuakhiri suratku kali ini kepadamu. Semoga kita segera bertemu.<o:p></o:p></div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-31168277106168174592016-06-20T09:25:00.002-07:002016-06-21T01:36:44.885-07:00TAK SEINDAH PUASA DI MASA LALU<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjT7r-Wq_nCy_zAPPoM7dy4A1MWzSpLckberobdXNHZXPofe_Gh41rg2tGtyVQBSm-qqX9EjoJus670SUUtHQrVKx-uYpLblntjDNXyQzAN4dCHqokLpFAXVkXI7S7UGVHOtM-zDU2x2x4/s1600/IMG_2065.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjT7r-Wq_nCy_zAPPoM7dy4A1MWzSpLckberobdXNHZXPofe_Gh41rg2tGtyVQBSm-qqX9EjoJus670SUUtHQrVKx-uYpLblntjDNXyQzAN4dCHqokLpFAXVkXI7S7UGVHOtM-zDU2x2x4/s320/IMG_2065.JPG" width="258" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dari kiri, namanya Norman, karibku semasa kecil.
Dia anak yang pendiam, teratur, lurus, dan <i>on
the track</i>. Itu kenapa selepas SMA, ketika anak-anak yang lain masih ingin
menuntaskan pencarian jatidirnya, masa depan Norman sudah tertata: melamar
pekerjaan sebagai CPNS, dan diterima. Yang paling kanan, Ridwan, juga teman
baikku. Dia adalah anak yang usil, pemberontak, setia kawan, tukang bolos
sekolah, sering terlibat tawuran, dan memiliki bakat-mengkilat dalam beberapa
hal. Kini Ridwan bekerja dan hidup di negeri Belanda bersama istrinya. Di
tengah, yang kebanyakan gaya, aku. Bertiga, kami adalah sahabat karib untuk
waktu beberapa lama di masa yang sangat jauh.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sebenarnya Norman dan Ridwan adalah teman sekolah
kakak perempuanku, mereka berada satu tingkat di atasku. Kerna sering main ke
rumah untuk tugas-tugas sekolah, aku jadi mengenal mereka. Tapi, tradisi patriarkis
a la pesisiran tidak pernah memungkinkan untuk bisa akrab-berteman dengan
perempuan, pada akhirnya nasiblah yang mengkaribkan kami bertiga.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Rumah Norman berada di Sukodono Gg. I, rumah Ridwan
di Sukodono Gg. II, sedangkan aku tinggal di Nyamplungan Gg. IX. Ketiga lokasi
itu masih termasuk dalam Kelurahan Ampel, kawasan Masjid Ampel Surabaya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sampai pada akhirnya, kami harus berpisah. Rumahku
pindah, dan kami tidak pernah bertemu lagi untuk waktu yang sangat lama.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tapi, entah ada angin apa—tiba-tiba saja kami
terhubung kembali. Kebetulan Ridwan pulang ke Indonesia dan mengajak kedua
temannya (aku dan Norman) untuk duduk bersama, <i>cangkruk</i>.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Lokasi yang dipilih Ridwan adalah TP (baca:
Tunjungsn Plaza), dan kami berdua tahu—kenapa Ridwan memilih tempat itu untuk
momen <i>nglumpuke balung pisah</i>.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ceritanya begini.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ketika itu kami sudah mengklaim diri kami sebagai
ABG, duduk di bangku SMP, jadi sepantasnya main yang-yangan. Sebab alasan
itulah selama bulan puasa, kami bertiga sering menghabiskan waktu untuk mejeng
di mall. Saat itu belum ada JMP (baca: Jembatan Merah Plaza), lokasi itu masih
berfungsi sebagai terminal. Satu-satunya mall yang paling prestise adalah TP.
Alih-alih ingin mencari gebetan, cemceman, selepas lohor kami janjian ketemu di
suatu tempat kemudian berjalan kaki menuju terminal dan dilanjutkan menaiki bus
jurusan TP.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sampai.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kami masuk, dan selalu dalam suasana hati yang penuh
dengan rasa takjub. Bagaimana tidak, <i>lha
wong</i> cecunguk semacam kami ini hanya memiliki ongkos untuk pulang-pergi, tapi ketika sampai dan berhadapan dengan sebuah pintu kaca besar, pintu
itu mau membuka dan kemudian menutupkan untuk kami. Awal-awal melewati pintu
itu aku selalu deg-degan, kalau-kalau dia tahu—kami tidak pernah bawa uang. Sempat
terselip kekhawatiran pintu kaca itu tidak mau terbuka kerna telah membaca niat
kami— masuk TP mall hanya mau lihat-lihat saja, tidak akan pernah beli apa-apa.
Dua-tiga kali melewatinya dengan rasa was-was dan menutupi kantong celana
dengan telapak tangan, agar tidak ketahuan jumlah uang yang kusimpan, akhirnya
aku jadi terbiasa dan lancar.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Bleng.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kami masuk, dan Ridwan yang paling bersemangat.
Matanya langsung mecicil, menggerayangi seluruh ruang mall. Ketika menemukan
incaran, cewek yang berjalan sendirian, atau maksimal yang bertiga, kami
langsung mengikutinya, atau lebih tepatnya mengejar. Ya tentu saja <i>ndak</i> pernah dapat kenalan. Mata kami
mengincar seperti pencopet, setiap kali kami ingin mendekatinya, mereka selalu
menjauh. Jadi <i>ndak</i> pernah ketemu. Kegagalan
demi kegagalan membuat kami mengadakan evaluasi di level penampilan. Pernah kami
bergaya mengikat <i>sleyer</i> di dengkul,
melipat sisi kiri celana sebatas lutut, membuka dua kancing baju, pakai minyak
rambut, pakai topi menutupi rambut, hingga cukur rambut; tapi hasilnya sama. Tapi
konyolnya, kami melakukan itu sepanjang bulan puasa. Asu.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ridwan tertawa ketika aku menceritakan
kejadian-kejadian itu, Norman cengar-cengir sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya. Sambil menunggu adzan maghrib, aku mengajak dua sahabatku itu untuk
berhenti sejenak dengan cerita-cerita di masa lalu, aku menanyakan sesuatu
kepada Ridwan. Rada serius:</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Wan, kamu kan sudah sukses, kenapa tidak pindah
saja dari Sukodono yang kumuh itu? Mbok kamu cari lokasi-hunian yang layak
untuk keluargamu.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Suasana Ampel, Put, tidak akan ada di mana pun
tempat.” Jawab Ridwan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Yak, betul.” Sambut Norman. Dia juga sudah pindah
dari kawasan masjid Ampel, satu tahun yang lalu.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sebenarnya, sebagai orang yang telah merasakan
pindah rumah lebih lama daripada Norman dan Ridwan, memang benar ada perasaan seperti
itu. Apalagi pas puasa seperti ini, nuansa Ampel lebih meresap hingga ke
pori-pori. Terlebih ketika usia kami belum mengenal apa itu yang-yangan. Melalui
pengeras suara yang berada di menara masjid Ampel, setiap hari—langit dan udara
di sekitar kampung dipenuhi oleh suara Syaikh Mahmud Khalil Al-Khusairi. Dengan
pelaguan bergaya mujawwad, surah Al-Hujurat dan Ar-Rahman selalu menemani
hari-hari kami di kampung itu. Ada juga cengkok yang bergaya Abdul Basith
Abdusshomad, biasanya dilantunkan oleh Ustadz Abdul Aziz Muslim untuk membacakan
surah Ath-Thoriq dan Al-A’la. Juga surah Al-Hadid yang dibacakan oleh Noor
Asyiah Jamil. Tapi Syaikh Mahmud Khalil Al-Khusairi sepertinya lebih dekat
dengan setiap warga kampung—kerna suaranya selalu menentukan waktu buka puasa
dan imsak kami. Melalui shalawat Tarhim, “ash-shalatu wassalamu ‘alaik. Ya,
imamal mujahidin... Ya Rasulullah...” setelah itu kami bisa menghitung dengan
cara masing-masing. Setelah terdengar kata ‘Ya Rasulullah...’, kami tinggal
menghitung: satu, dua, tiga dalam hati, maka setelah itu—bedug akan terdengar
melalui pengeras suara. Jika saat berbuka, ketika bedug berkumandang, kami
langsung menyantap makanan tanpa harus menunggu adzan maghrib terlebih dahulu.
Ketika saat sahur, suara bedug adalah batas akhir waktu sahur.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ketika itu kami sangat <i>titen</i> terhadap hal-hal yang berkaitan dengan batas waktu. Seperti
di langgar-langgar di sekitar masjid Ampel, sebelum shalawat tarhim berkumandang,
ceramah KH. Zainuddin Mz diperdengarkan melalui TOA. Dan saat-saat seperti itu
yang membuat kami merasa lega: setelah seharian bertahan dengan panas suhu
Surabaya dalam keadaan puasa, suara KH. Zainuddin Mz semacam kabar dari sorga
yang mengatakan “bedug maghrib sebentar lagi.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Puasa di kampung Ampel memang sangat aktif dan
produktif. Artinya, puasa bukan alasan untuk bermalas-malasan. Dari pagi hingga
pagi lagi selalu saja ada kegiatan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Biasanya begini.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Bangun tidur ba’da sahur, kami berangkat ke
sekolah. Jam satu siang kami pulang. Kira-kira jam tiga sore, kami berangkat ke
langgar untuk mengaji. Pulang mengaji, tanpa pulang ke rumah terlebih dahulu, kami
melepas sarung, lalu bermain bersama-sama: engkle, sebuah permainan dengan
media gambar pada area tanah yang didominasi bentuk kotak-kotak. Juga ‘gaco’,
benda yang berasal dari pecahan genteng—yang dibentuk—dan digunakan untuk alat
yang di lempar-lempar pada gambar di area tanah yang telah digarisi kotak-kotak
tersebut. Kerna di tempatku sudah tidak ada tanah, jalan kampung adalah
satu-satunya lokasi yang tak ditumbuhi rumah, ia kami gunakan sebagai tempat bermain
walau sudah berupa beton dan aspal. Untuk membuat garis dan kemudian membentuk bangun
kota-kotak, kami menggunakan kapur—yang kami kumpulkan dari sisa penggunaan di
sekolah ataupun di langgar tempat kami mengaji. Kalau kapur tidak ada, kami
menggunakan <i>kreweng</i> untuk membuat
garis-garis tersebut.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Cara bermain engkle cukup mudah: kita tinggal
lemparkan gaco ke dalam kotak, lalu melompat-lompat memasuki kotak dengan kaki
satu. Meskipun mudah, permainan ini cukup menguras tenaga di bulan puasa. Itu
kenapa kami memainkannya di sore hari menjelang maghrib. Jenis permainan engkle
sangat beragam; sebut saja engkle gunung, engkle sewu, engkle pesawat, dan
lain-lain. Engkle sendiri bukan nama tunggal. Ambillah contoh di daerah Gresik,
menyebut permainan ini dengan nama ‘deblekan’. Di Jombang, orang mengenalnya
dengan nama ‘sonda’. Di Probolinggo orang menyebutnya ‘bendan’. Mungkin daerah
lain punya nama sendiri untuk permainan ini. Kerna jenis permainannya banyak,
jika bosan, kami tinggal ganti permainannya. Engkle dipilih sebagai permainan
menjelang buka puasa, dibanding permainan yang lain, engkle merupakan satu-satunya permainan yang
relatif tidak menggerus tenaga terlalu banyak, dan tentunya jenis permainan yang masih ada
sifat maskulin-nya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
TOA terdengar <i>kemresek</i>,
itu tanda bahwa petugas sedang mempersiapkan sesuatu pada pengeras suara. Tak
begitu lama, ceramah KH. Zainuddin Mz menggelegar seantero kampung. TOA langgar
adalah tanda untuk kami agar berhenti bermain. Tentu saja itu bukan aturan
tertulis. Berhenti bermain ketika ceramah adalah kesepakatan yang tak pernah
kami diskusikan. Pokoknya, suara TOA berbunyi, maka secara otomatis seluruh
kegiatan anak-anak akan berhenti.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sebelum mengenakan sarung kembali, terlebih dahulu
kami membuang gaco-gaco, lalu membersihkan garis-garis engkle dari kapur.
Selesai. Kami menuju langgar, duduk di beranda, mendengarkan dengan saksama—ceramah
KH. Zainuddin Mz. Tapi namanya juga dikerjakan manual, apalagi orang tua,
sering yang diperdengarkan adalah ceramah yang kemarin, atau ceramah dua hari
yang lalu. sampai-sampai, kami hapal redaksinya:</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>“...para
muslimin dan muslimat yang dirahmati oleh Allah. Setelah perang badar usai,
Nabi pernah berkata kepada para sahabatnya: bahwa masih akan ada perang yang
lebih besar lagi, yakni perang melawan diri sendiri</i>.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Di kemudian hari, dalam ingatan kolektif kejawaanku,
cermah dari KH. Zainuddin Mz itu mirip dengan kisah di dalam cerita pewayangan:
menurut <i>laku jatrining dumadi</i>, perang
itu ada beberapa jenis. Misal, perang antara bapak melawan anak, di dalam dunia
pewayangan di namakan Gojali Suta—yakni pertarungan antar Kresna melawan Boma,
anaknya sendiri. Perang antar saudara, Bharatayuda. Atau perang antar keyakinan, yakni perang batin Dewi Sinta ketika diculik Rahwana—di
Alengka selama 13 tahun. Selama itu Sinta selalu bertanya: apakah Rama masih setia
kepadanya? Sinta perang dengan batinnya. Kembali kepada perang melawan diri
sendiri, itu sama seperti perangnya Bima melawan plasentanya sendiri yang
mewujud sebagai Jayadrata. Sebuah perang <i>tumpas
kelor</i>, perang yang membuat Bima kewalahan, dan akhirnya Kresna ikut turun
tangan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ingatan-ingatan tentang masa lalu ketika puasa di
kampung asal yang nuansanya tak terlupakan kerna terlampau indah itu, membuatku
ingin mengait-ngaitkan makna puasa menurut jalur etimologi.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Berada di dalam posisi rasional yang tidak-canggih,
saya (hanya bisa) percaya bahwa kata ‘pasa’ merupakan hasil serapan dari bahasa
sansekerta yang berbunyi ‘paza’ yang berarti: batas, belenggu, ikatan. Dalam pemaknaan
kontekstual, ‘paza’ menurut khasanah sanskrit dapat dijabarkan sebagai usaha
mengikat jiwa dari suasana yang bukan dirinya. Laku ‘paza’ yang dimaksud di
dalam sanskrit adalah bagaimana cara memahami parameter atas dan bawah. Itu dapat
teraplikasi pada batas lapar, batas kenyang, marah, sedih, bahagia, batas
keinginan, dan batas-batas tentang sesuatu yang belum terdapat di dalam diri
kita. Puasa adalah tentang batas.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ceramah KH. Zainuddin Mz rampung, shalawat tarhim
terdengar di penjuru kampung. Masing-masing dari kami pulang untuk melaksanakan
buka puasa bersama keluarga di rumah.</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Salah seorang waiters mendatangi kami, menyerahkan
tiga menu makanan untuk kami masing-masing.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Puasa, <i>tho</i>?”
tanyaku.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Setan di bulan puasa ini, sudah diikat semua. Masak
masih tergoda untuk tidak puasa?” kata Ridwan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Norman tidak menggubris kami, dia tampak serius
memandangi daftar menu makanan. Biasanya, dari komunikasi sepele seperti itu,
dapat berakhir dengan perdebatan yang sangat sengit. Itu sudah menjadi kebiasaanku
dengan Ridwan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Saya teh panas ya, mbak.” Kata Norman.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sama, mbak, tiga.” Sambung Ridwan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Makannya, pak?” tanya waiters.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sop buntut, tiga.” Kataku.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kemudian waiters mengulangi apa-apa saja yang kami
pesan, lalu dia pergi ke belakang.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Obrolan kami bertiga berlanjut. Kami buka dengan
obrolan tentang menu makanan favorit saat berbuka puasa. Kami bertiga sangat
menikmati hari itu, mengenang masa lalu ketika <i>apple</i> dan <i>blacberry</i> masih
nama jenis buah-buahan, belum menjadi <i>smartphone</i>.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Norman suka dengan kolak pisang, Ridwan setrup
kolang-kaling, sedangkan menu buka puasa favoritku adalah kolak qurma. Makanan itu
biasanya yang kami makan ketika bedug maghrib tiba. Tidak langsung dengan
makanan berat. Selesai berbuka, kami ramai-ramai pergi ke langgar untuk salat
maghrib berjamaah. Selepas salat maghrib kami pulang, makan. Setelah itu balik
lagi ke langgar untuk menunggu saat salat tarawih. Rampung, kami tadarrus,
bergantian. Suasananya ramai sekali. Tidak jarang terdengar suara candaan kami di ujung pengeras suara langgar. Para orang dewasa
maklum, tidak ada yang tersinggung. Suasananya meriah sekali. Justru kami
sangat suka dengan nuansa puasanya, bukan lebaran. Lebaran tidak jarang membuat
kami sedih. Tidak ada yang ribut dengan pakaian idul fitri, dan gebyar makanan
untuk disantap ketika buka puasa. Semuanya biasa saja. Tapi tidak dengan saat
puasa, ia sangat istimewa.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ketika bulan puasa, kehidupan seperti ada di malam
hari. Tidak ada rasa takut dan ngeri. Sebab, kami semua tahu bahwa ketika
memasuki bulan puasa, segala setan-setanan: jin, demit, siluman, ifrit; semua
diikat oleh Tuhan. Jadi, kami merasa aman-aman saja.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Maka, sepelas tadarrus, kami beramai-ramai bermain
bola di jalan raya. Satu jalur jalan kami tutup dengan bangku kayu panjang. Setiap
kampung bermain dengan kelompoknya masing-masing. bolanya dari plastik,
gawangnya dari sandal atau batu yang diletakkan dua meter di sisi kanan dan
kiri sang penjaga gawang. Kami main bola hingga jam dua pagi, lalu
beristirahat, tidur di langgar hingga saat sahur datang.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pada suatu hari, seharian Ridwan tak menampakkan batang hidungnya. Ngaji, main engkle, mendengar ceramah KH. Zainuddin Mz di
langgar, salat maghrib bersama, salat tarawih, hingga tadarraus. Kami berdua
tidak bertemu Ridwan samasekali. Hingga saat main bola di jalan raya, aku dan
Norman saja yang ikut serta. Tanpa Ridwan. Jam dua, kami menuju langgar untuk
beristirahat. Sesampainya di sana, aku melihat Ridwan sesenggukan, sepertinya
sedang berdo’a di tempat pengimaman. Saat itu suasana langgar sepi, dan hening.
Aku dan Norman memanggilnya, tapi dia tidak merespon. Aku panggil dengan suara
lebih keras, dia tetap diam. Akhirnya kami memutuskan untuk menghampirinya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Wan,” kataku sambil menyentuh pundaknya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ketika dia menengok, kami melihat wajah Ridwan
rata: tidak ada matanya, tidak ada hidungnya, mulutnya, alisnya, semuanya tidak
ada. Semua. Mukanya rata.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kami berdua kaget, kemudian lari tanpa menengok ke
belakang.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Di penghujung acara reoni kami, aku menceritakan
kisah itu kepada Ridwan. Ia meresponya hanya dengan mengernyitkan dahi dan
sedikit senyum yang terasa kecut.<br />
<br />
Wong landa cen asuok.</div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-58940911620404931012016-06-19T03:08:00.002-07:002016-06-19T07:20:26.401-07:00NEGERI DANAU<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgv0oizaK86SGP7DsNq-4om5PJII6ev4-uZ3QhUnUAIXq21d3nwl100qnpXjuQ5A1GEpmMjnrs_igLPBx-1qOA5tBu1wN-_WNBOkwT99NPY0Uwn8ujSGO00Cr1PjKzQ4Uxv_WjEmQUQTJo/s1600/negeri+danau.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="160" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgv0oizaK86SGP7DsNq-4om5PJII6ev4-uZ3QhUnUAIXq21d3nwl100qnpXjuQ5A1GEpmMjnrs_igLPBx-1qOA5tBu1wN-_WNBOkwT99NPY0Uwn8ujSGO00Cr1PjKzQ4Uxv_WjEmQUQTJo/s320/negeri+danau.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<br />
Angin bergerak agak kencang. <i>Kemresek</i> daun-daun dan bebunyian reyot batang bambu, juga suara-suara
misterius yang ada di baliknya—membuatku merasa—memang ada dimensi-lain di belakang
sana: sebuah semesta yang dingin, gelap, hening, dan asing.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ah, yang benar Lip?!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ssttt... jangan bilang siapa-siapa, ya?! Tadi sore,
ketika hendak mengambil air wudhu untuk salat manghrib, rasa penasaranku selama
ini—terhadap <i>barongan</i> (rimbunan pohon
bambu?) yang telah membelukar di belakang rumah kontrakan itu semakin
menjadi-jadi. Aku tidak tahu alasannya. Sebagai penakut, tentu saja rasa ingin
tahu seperti itu tak akan pernah bertahan lama. Ia hanya meletup sementara,
kemudian segera menguap—lalu hilang tertiup oleh angin sebab bayangan yang tidak-tidak
yang tercipta di kepalaku. Begitu kejadian yang sudah-sudah.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Namun tidak demikian.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sore itu memang agak sedikit berbeda. <i>Kemriyek wit pring</i> itu seakan menyedotku
kuat-kuat untuk munuju ke sana, mendekatinya, dan kemudian masuk—menembus di
sebalik rerimbunan yang selalu menimbulkan suara-suara aneh jika malam hari itu.
Tanganku seakan ada yang menarik, dan punggungku seperti ada yang mendorong. <i>Nlunyur</i>, aku berjalan begitu saja.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tindian (baca: <i>Sleep
Paralysis / The Old Hag Syndrome</i>). Ya, rasanya seperti itu. Aku sadar jika sedang
berjalan, tapi otakku tak bisa mengendalikan atas gerak tubuhku. Perasaanku
sudah teriak minta tolong, tapi sia-sia, suaraku tak bisa keluar dari
tenggorokanku.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Wajahku keruh, ketakutan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Bagaimana tidak? Tadinya aku hanya hendak menuju
sumur di belakang untuk membasuh
beberapa bagian tubuh, bersesuci, <i>lha kok
malah</i> bergerak tanpa kendali—mendekati pohon bambu yang tumbuh-rapat dan
tak keruan itu. <i>Sansaya</i> dekat, aku seperti
melihat lobang yang menyerupai mulut goa dengan bercak-bercak sinar berwarna
biru. Dan tubuhku terhisap ke arah sana. Kemudian entah, aku langsung <i>Mak Lh</i><i>èp</i>
begitu saja.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lalu, apa yang terjadi Lip?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya, aku masuk ke dalam.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Iya. Maksudku, di dalam bagaimana keadaannya?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kamu pernah dengar negeri danau?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Serius, Lip?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kok malah tanya. Kamu pernah dengar, tidak?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Semua orang kampung sini, pasti sudah pernah dengar
cerita tentang negeri danau itu, Lip. Itu cerita lama.”</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ketika badanku semakin mendekat ke lobang itu,
lobang yang menyerupai mulut goa itu, tanganku mencoba untuk menahannya, melawan,
meraih-raih benda apa saja agar aku tak masuk ke dalam. Tapi <i>muspro</i>. Aku tak menemukan benda apapun
untuk dipegang. Dan ketika tanganku <i>ndlesep</i>,
masuk melewati bibir goa, aku merasa seperti masuk di dalam air. Dingin sekali.
Pertama-tama yang masuk hanya ujung jariku, lalu masuk lagi hingga batas
lengan, dan kemudian seluruh badan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Anehnya lagi, jika setiap jengkal tubuhku masuk ke
dalam, seperti ada suara ‘nyes... nyes... nyes...’. Suaranya mirip ketika besi-panas
yang terkena air: nyes... nyes... nyes... Ada buih dan bunyi di permukaan
kulitku. Suara itu terus terdengar hingga seluruh tubuhku masuk ke dalam.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan, ketika di dalam, aku merasakan sebuah keadaan
yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Aku diam, masih bingung dengan peristiwa
tak lazim tadi: terhisapnya tubuhku ke dalam lobang, dan entah bagaimana
caranya aku bisa berada di tempat-asing semacam ini.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Apakah ini yang dinamakan negeri danau?” tanyaku
dalam batin.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Situasinya persis yang sering dibicarakan oleh
orang-orang selama ini; entah di gardu ronda, di warung, di pelataran rumah
tetangga: ia adalah sebuah tempat di mana nuansanya seperti di dalam air.
Seperti sedang menyelam: dingin, dan setiap benda tampak melayang-layang. Dan
juga, sepanjang hari di tempat itu adalah malam. Di tengah langitnya, selalu
terjepit sebutir bulan purnama yang membuat hati siapa saja yang memandang
cahaya bulat itu menjadi biru. Rumput di seluruh hamparan tanahnya terasa
sangat lembut, seperti kapas. Setiapkali ia tersentuh oleh kulit, akan
mengeluarkan cahaya kuning seperti kunang-kunang. Anginnya berkelebat sedang,
siapapun saja akan tahu bahwa yang berwarna putih—yang bergerak-gerak dan
berputar-putar di atas udara adalah angin. Pohon-pohonnya sangat besar dan
berwarna hitam. Ia sungguh seperti lukisan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Takjub. Aku duduk di atas rumput penuh cahaya itu.
Di depanku, sepanjang mata memandang adalah air, membuat semua yang ada di atas
langit: bulan, awan, dan bintang-bintang; seperti juga terdapat di danau tanpa ujung
itu. Dan sesekali, akan ada suara kapal: trotok tok tok tok... trotok tok tok
tok... trotok tok tok tok...</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Negeri Danau ini tempat apa, <i>tho</i>?” tanyaku dalam diri.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Suara jengkerik bertebaran di rumput-rumput. Juga katak,
kumandang mereka saling bersahutan segema orkestra. Pohonnya, walalupun selalu
tampak hitam di semesta yang harinya selalu malam, setiapkali berbuah, ia mesti
mengeluarkan cahaya warna-warni serupa cemara pohon natal. Indah sekali.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ya, memang indah. Mataku tak henti-hentinya
memandang setiap sudut tempat ini. Tapi entah kenapa, mripat-ku selalu
memandang jauh ke arah danau. Seperti ada bayangan hitam yang bergerak-gerak. Aku
usap kedua mataku dengan lengan, untuk memastikan apa yang sedang kulihat:
seperti bayangan orang. Ia seperti melepaskan sesuatu ke dalam air. Dan setiap
kali itu pula, kapal melintas dan terdengar bunyi trotok tok tok tok... trotok
tok tok tok... trotok tok tok tok...</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Penasaran, aku meneriakinya, “hey, siapa itu?” aku
sambil melambaikan tangan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lip...”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kamu bisa diam, tidak—jika ada orang cerita? Aku
mau cerita klimaks-nya! Jangan main potong pembicaraan orang, kebiasaan!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lip... bangun, Lip.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku membalikkan kepala ke arah temanku: seperti ada
cahaya yang menyilaukan, dan juga lamat-lamat terdengar gemuruh jalan dan
pasar.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lip, bangun. Itu, ada orang yang mau beli mainanmu.”
Lanjutnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku langsung <i>mak
sranthal kedandhap-dandhap</i>. Sambil mengucek mata, aku juga mengelap mulutku
yang dirembesi air liur. Rupanya aku tadi tidur.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ha-ha-ha... mimpi lagi, Lip? Kamu ngigau kencang
sekali: hey, siapa itu... hey, siapa itu...”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kuperhatikan di sekitar, tak ada satu orang pun. Dia
memang sering menggodaku, membangunkanku ketika tidur. Aku duduk, memperbaiki
rasa kaget dengan mengatur napasku. Kumandang adzan terdengar, para lelaki berjalan,
sebagian ada yang berlarian. Mereka semua sedang menuju arah yang sama: masjid.
Di tengah kekosongan akibat bangun tidur yang buru-buru tadi, sayup-sayup aku
mendengar suara yang berasal dari pengeras suara. Katanya, “Nabi Muhammad
adalah nabi akhir zaman. Nabi terakhir,” ialah nabi yang ini dan nabi yang itu.
Suara itu terdengar sangat bersemangat, keras, dan bertenaga; seperti ingin
menjelaskan tentang berita termutakhir dan terbaru—di mana orang lain belum ada
yang tahu. Berita yang sangat penting, dan hanya ia yang tahu. Orang yang
suaranya terdengar di mana-mana itu bercerita dengan nada berapi-api, seakan
Muhammad Rasulullah baru diangkat sebagai Nabi baru kemarin malam.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kamu mau pulang, atau masih tetap di sini?” tanya
temanku.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Memangnya kenapa?” aku sambil mengemasi barang daganganku.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Mbok nunggu aku salat jum’at dulu, aku nitip
daganganku.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya, aku tungguin barang daganganmu.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Temanku berlalu, menuju masjid, sedangkan aku tetap
membereskan sebagian barang daganganku. Ya, cuma dagangan kecil-kecilan. Bagi
mereka yang lahir pada medio ’80-an sampai ’90-an, pasti masih familiar dengan
benda ini: perahu otok-otok. Mainan anak-anak yang terbuat dari seng. Bapakku
yang mengajariku membuat perahu otok-otok ini, beliau pedagang mainan
anak-anak.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ceritanya panjang. Tapi intinya, setelah menikah,
aku memutuskan untuk keluar dari rumah orang tua, hidup terpisah, dan bersedia bekerja
apa saja. Awalnya aku pernah mencoba peruntungan berkeliling sebagai jasa
tambal panci, atau peralatan dapur apapun yang bocor. Semenjak barang-barang
dari Cina menggempur pasaran, harga peralatan dapur menjadi murah, jasaku sudah
tak dibutuhkan lagi. Aku ganti pekerjaan lain. Selama beberapa bulan, aku
pernah mecoba peruntungan untuk berdagang ‘kasur kapuk’, tapi juga tidak laku, mungkin
definisi tempat tidur hari ini adalah di <i>spring
bed.</i> Kemudian aku ganti pekerjaan lagi: jadi tukang wenter kain, isi korek,
jual minyak tanah, jual burung emprit yang bulunya kuberi warna, jual keong
yang cangkangnya kulukis dengan cat minyak, dan banyak lagi. Tapi semuanya
gagal. Dunia ini seperti tak menginginkanku lagi. Sebab, setiap apa yang
kuusahakan, tidak ada yang berhasil. Berhasil yang kumaksud di sini bukan tentang
hal yang besar-besar, ya minimal cukup buat makan sehari-hari.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Akhirnya aku ganti pekerjaan lagi. Ya ini, jual
perahu otok-otok, <i>hand made</i>–warisan
dari bapakku. Cara membuatnya cukup
mudah. Pertama-tama, aku membeli ‘seng’ dalam bentuk lembaran. Setelah itu,
misalnya satu lembar adalah satu meter persegi, aku memotongnya menjadi tiga
bagian lalu membentangkannya dan kubuat pola dengan spidol di atas seng-seng.
Selesai. Aku gunting mengikuti garis spidol. Beres. Aku lipat seng tadi sesuai
pola sehingga membentuk bangung yang kuinginkan. Agar satu samalain lengket, tidak kembali ke
bentuk semula (setelah dilipat), aku soder dengan timah.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Satu meter persegi seng tadi, digunakan untuk
membuat tiga bagian kapal: Pertama, lambung kapal (hull). Bagian ini dibuat
untuk menyediakan daya apung (bouyancy), ia merupakan dasar perhitungan
stabilitas rancang-bangun pada sebuah kapal yang berbentuk huruf ‘V’. Kedua, geladak
(deck), adalah lantai kapal. Nah, di atas deck, biasanya diberi anjungan
(bridge) atau ruang komando. Ia berfungsi sebagai asesoris saja. Nanti di atas
anjungan, biasanya kuberi orang-orangan supaya terlihat seperti ada
pengemudinya. Ketiga, instrumen inti. Dia terletak di atas hull dan di bawah
deck, posisinya ada di dalam. Instrumen inti ini ada beberapa lapis
bagian: Satu, pipa yang menyerupai
knalpot. Ia berfungsi sebagai gas pembuangan sekaligus pendorong. Pipa yang
berfungsi sebagai knalpot ini terhubung dengan plat ‘seng’ yang dibentuk
seperti mangkok. Dua, untuk bahan bakar. Bisa berupa mangkok kecil yang diberi
kapas, diletakkan di atas mangkok plat-knalpot tadi. Tiga, pipa kecil yang
diletakkan di depan anjungan. Bisa dibentuk menyerupai bom-meriam kecil, agar
tampak lebih estetis. Pipa ini dimasukkan hingga tembus ke bagian dalam kapal.
Dan, ketika kapal telah diberi bahan bakar, biasanya minyak kelapa, ketika api
dinyalakan, kapal akan berjalan dengan sendirinya dan pipa ini akan bergerak ke
atas dan ke bawah sehingga menimbulkan bunyi: trotok tok tok tok... trotok tok
tok tok... trotok tok tok tok...</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ini adalah keahlianku yang terakhir.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Itu kenapa aku mengupayakannya dengan
sungguh-sungguh. Aku mempromosikannya di mana-mana: di gardu ronda, di warung,
di pelataran rumah tetangga, dan lain sebaginya. Aku bercerita, bahwa kapal
otok-otokku berbeda dengan yang lain: kuberi cat warna-warni dan memiliki huruf
‘ND’ di lambung kapalnya, arena air yang besar, beberapa mili minyak kelapa
yang kuberi gratis untuk bahan bakar. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Awalnya, aku agak optimis berdagang kapal
otok-otok. Sebab, mainan ini pernah booming pada masanya. Siapa tahu akan
terulang lagi, heh? Maka dari itu, aku memilih berdagang di depan sebuah
sekolah dasar, dekat masjid, kira-kira satu jam dari kontrakanku. Pikirku,
anak-anak pasti suka mainan. Lokasi yang strategis, bukan? Selain pertimbangan
itu, aku juga berinovasi: memberi latar gambar pada lapak daganganku dengan
sebuah lukisan yang aku buat sendiri. Sebuah gambar-danau yang sangat besar—di
mana airnya dicermini rambulan dan benda-benda langit lain. Pohon dengan buah
warna-warni. Dan di seberang danau itu, ada sebuah daratan yang berhampar
rumput dengan cahaya kekuningan. Di atasnya, seperti ada orang yang sedang
duduk, menatap ke arah kolam yang kubuat untuk arena kapal otok-otok.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tapi, sejauh ini nasibku tak kunjung berubah.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sudah beberapa bulan ini tak satu pun daganganku
laku. Jangankan laku, untuk berhenti dan dilihat saja pun tidak. Anak-anak hari
ini lebih suka bermain gadget, smartphone. Sebuah benda berbentuk kotak yang
membuat setiap orang selalu tertunduk di hadapannya. Benda yang sejatinya untuk
<i>connecting people</i>, tapi <i>mbleset</i> menjadi <i>unconnecting people</i>. Sebuah benda yang dapat menjerumuskan
seseorang menjadi asosial, dan autis. Sebuah benda yang mengaburkan tradisi
silaturahim, dan kehangatan bercengkrama. Ya, tapi mereka kan cuma anak-anak,
tidak mengerti akibat yang akan ditimbulkan benda itu. Ini sepenuhnya adalah
tanggung jawab orang tua. Mereka agak kurang tepat menterjemahkan kasih-sayang.
Apa yang anaknya minta, harus dikasih. Biar sama dengan teman-temannya yang
lain. Dan ada yang konyol, benda-benda seperti itu kadang juga sering diberikan
oleh orang tuanya untuk memamerkan status sosial di depan orang lain. Tapi ini—kan
memang jaman modern, segala sesuatu memang harus cepat. Jaman di mana setiap
orang gampang menjadi resah. Paketan habis, resah. Orang tulis status,
kesindir. Orang upload foto, kepingin. Dan sebagainya dan sebagainya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ya, memang terasa nada sinisme. Atau mungkin aku
yang memang tidak pernah mampu mengikuti cepatnya sebuah perubahan zaman, aku
ditinggal lalu digilas oleh nasib. Bagaimana mau mengikuti perkembangan, <i>lha wong</i> buat makan saja kadang-kadang
ada kadang-kadang sama sekali. Zaman berkembang atau tidak, aku tidak pernah
tahu. Yang aku tahu, aku harus bertahan hidup tanpa harus meminta-minta. Aku
gunakan seluruh kebisaanku. Dan mungkin kebetulan kebisaanku sudah tidak
dipakai oleh zaman ini.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Mulyadi, temanku yang sedang salat jum’at, yang
menitipkan barang dagangannya kepada untuk ditinggal di masjid itu, sering
menasehatiku: Sabar, Lip. Sabar.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Halah Mul, Mul, aku setiap hari berdiri, jalan,
duduk, sampai tidur selalu beralas sabar. <i>Ngerti</i>
apa kamu tentang sabar? Kamu tahu bagaimana rasanya—dua lapak yang
bersandingan, tapi hanya lapakmu saja yang selalu dikerumuni anak-anak untuk
membeli daganganmu? Setiap hari kamu bisa berbincang dengan anak-anak itu
sembari kau menggodanya dengan menirukan gaya bicara anak-anak yang mendatangi
lapak daganganmu?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Yang mereka lihat mungkin aku miskin, tak punya
uang kerna daganganku tak laku. Tapi, di pucuk hatiku, persoalan utamaku adalah
kesepian. Tak ada orang yang sekadar tanya, atau basa-basi menawar daganganku.
itu pun sudah cukup bagiku. Diajak bicara orang itu, rasanya seperti diguyur
air di tengah kemarau yang kering. Orang susah sepertiku sudah biasa menghadapi
penderitaan; tak makan dan tak minum bukan persoalan besar.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Andai kata aku adalah seorang Nabi, dengan persoalanku
seperti sekarang ini Tuhan pasti akan menurunkan sebuah ayat: Jika kamu memilih
untuk mengajak berbicara kepada orang-orang yang sedang kesepian, ketahuilah
bahwa sesungguhnya yang kesepian itu adalah Aku.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tapi, ya manusia biasa. Manusia di bawah garis
kebiasaan: entah nasibnya, persoalannya, rejekinya, dan banyak lagi.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lip,” sebuah tangan mendarat di pundakku.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku menggerakkan leher, “Mul, sudah selesai
salatmu?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sudah, Lip. Terimakasih sudah menjaga daganganku.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku hanya tersenyum.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Mau ke mana lagi, Lip?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Pulang, Mul.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tidak menunggu sampai jam pulang sekolah saja,
Lip?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku tersenyum, dan menggelengkan kepala. Lalu,
bergegas merapikan kapal-kapal dan kumasukkan ke dalam <i>ronjotan</i> (dua keranjang kayu di belakang motor?) sebelah kiri. Lukisan
aku lepas talinya dari pengikat, dua pohon, lalu kulipat dan kumasukkan
keranjang di sebelah kanan. Kolam untuk arena kapal otok-otok, terbuat dari
pelampung karet yang berisi udar: airnya kubuang, lalu melepaskan katup
udaranya. Selesai. Kulipat dan kumasukkan ke dalam keranjang sebelah kanan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Mul, aku duluan ya?!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Oke, Lip, hati-hati di jalan. Sampai jumpa.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku hidupkan motor bututku, lalu jalan dengan
kecepatan seadanya menuju kontrakan. Sampai. Sebuah rumah kayu dengan atap yang
sangat rendah. Halamannya berupa tanah, sering dalam keadaan basah; diisi oleh
beberapa tiang jemuran, kandang ayam, dan rumah burung dara. Motor kuparkir.
Kolam plastik kujemur untuk mengeringkan airnya. Lalu aku masuk, membuka gembok
pintu. Kapal otok-otok kumasukkan ke dalam rumah. Lukisan juga kukeluarkan dari
keranjang, ku masukkan ke dalam rumah. Kubentangkan pas di dipan dipan tempat
aku tidur: agar aku dapat melihatnya sebelum dan sesudah tidur. Buat pajangan,
memanis rumah yang kumuh ini. Selesai aku pasang lukisan itu, aku merebahkan
badan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Baru saja membaringkan badan, entah cuma bayangan
atau halusinasiku saja, aku merasa sosok orang yang terdapat dalam lukisan itu,
yang sedang duduk di tengah hamparan itu seperti bergerak dan
melambai-lambaikan tangan. Dari arahnya, terdengar suara: “Hey, siapa itu?
Kemarilah, duduk di sini bersamaku!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Terdengar gesekan daun-daun bambu di belakang rumah
kontrakanku; derit batang-batang pohon bambu, dan sesekali suara angin yang
terdengar cukup kencang. Masih terdengar agak mengerikan. Aku bangun dari
tidur, meraih tangan yang terulur di depan wajahku sambil berkata: “Kemarilah,
duduk di sini bersamaku!”</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pagi itu, Mul hendak berangkat ke SD—tempat ia
membuka lapak dagangannya bersampa Alip. Untuk menuju ke sana, dia harus
melewati kontrakan Alip. Alih-alih ingin mengajak berangkat bersama, di
kontrakan Alip sudah ramai dengan orang-orang yang berdiri di halaman.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Mulyadi turun dari motornya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ada apa ini, Mas?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Itu, si Alip beberapa hari ini tidak keluar kamar.
Juga tercium bau busuk di dalam.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lalu, bagaimana mas?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ini lagi lapor Pak RT, Pak RW, Pak Lurah, dan
Polsek. Mau dipastikan bersama-sama.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Mulyadi langsung menembus kerumunan orang yang
memadati halaman kontrakan Alip. Sampai di depan pintu, tercium bau yang sangat
menyengat. Mulyadi menggedor pintu: “Lip, buka pintunya Lip.” Walau dalam hati
Mul berkata, “orang yang merasa tak dibutuhkan lagi, ia akan merasa lebih baik
mati.” </div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-8433294035376168932016-06-06T02:22:00.000-07:002016-06-27T13:46:25.273-07:00KÈNNYA RANDU DAHLIA<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqiGJPTRmQU7nmk9IwXSwayc5qUt4tkEwX5RMu-WpZDe5cMkCotFCeWAJDxCf6W_W7YEQygnxUWOqWZdMBTDDffCF0NLnLaiWweALwzOo9UbD6kzJVKCWH6pvSMBHWfwfuG1HiShouzr8/s1600/Kennya_RD.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqiGJPTRmQU7nmk9IwXSwayc5qUt4tkEwX5RMu-WpZDe5cMkCotFCeWAJDxCf6W_W7YEQygnxUWOqWZdMBTDDffCF0NLnLaiWweALwzOo9UbD6kzJVKCWH6pvSMBHWfwfuG1HiShouzr8/s320/Kennya_RD.jpg" width="238" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>O, kagyat
risang kapirangu rinangkul kinempit-empit, duh sang retnaning bawana.</i> Bagaimana
ini? Tentang cinta yang kadung bertunas di pangkal dadaku? Yang selalu
menjadikanku lelaki salah tingkah, yang selalu <i>sendeku</i> di hadapanmu, di tatapan matamu yang <i>lindri-anjait</i> itu. Sedangkan pada kulitmu semayam <i>kelir</i> surga: dikuas warna <i>kapuranta</i>, yang kuningnya langsat dengan
hiasan-tipis lapisan coklat. Semoga <i>Gusti
Pengeran kang Akarya Jagad</i>—jemarinya—senantiasa melintasi alismu yang <i>naggal-sepisan</i> itu, yang tengahnya
cekungan telaga, yang pinggirnya dikepung ilalang. Juwita yang dari tubuhnya
selalu terkuak campuran wangi kenanga dan <i>arum
ndalu</i>. Juga di bawahmu, rasa tanah tertentu di telapak kakimu; <i>senadyan</i> sedang musim kering dan
retak-retak, ia akan tetap basah dan menerbitkan aroma air kelapa yang manis
sekali. Serta nada yang keluar dari bibirmu, mesti terdengar asyik dan purba.</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tangis bayi melengking memenuhi ruangan. Hari itu
masih pagi, tepat ketika jamaah salat subuh—bubar, pulang ke rumah mereka
masing-masing.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Di sebalik pintu yang tak begitu tertutup rapat,
Hamid sesekali menguping, ingin tahu—apa yang sedang terjadi di dalam ruangan
itu—dan sesekali juga ia mengganti telinganya dengan mata yang memaksa
mengintip-intip di antara lobang-lobang kecil pada daun jendela.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tuan Hamid!” panggil seorang perawat. Sedangkan
Hamid masih asyik mengintip.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“TUAN HAMID!!!” suara perawat yang kebetulan sedang
kebagian <i>shift</i> malam itu, yang
tubuhnya tambun itu, agak sedikit mengeras.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Eh,” Hamid kaget, “saya, Sus. Bagaimana?
Perempuan?” alihnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Laki-laki.” Masih dengan nada ketus.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tanpa menggubris rasa-geram yang sedang dialami perempuan yang mengenakan rok-terusan-putih
itu, ia menerobos masuk ke dalam ruangan yang sedari-tadi ia intip.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Hamid <i>ngluyur</i>
begitu saja.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Masih saja ia tersenyum-lebar jika mengingat
kejadian konyol tadi. Sebuah kejadian beberapa puluh tahun yang lalu—ketika
istrinya melahirkan anaknya yang ke tiga, yakni anak laki-laki pertama di dalam
struktur rumahtangga kecilnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ia berjalan menuju beranda, pelan—dengan membawa sebungkus
rokok yang ia genggam, dan berayun-ayun seiring langkah kakinya yang <i>sepuh</i> itu. Sampai. Hamid duduk. Belum genap rasa jenak dengan duduknya, tiba-tiba
saja air simpul, <i>rembes</i> di sudut <i>mripat</i>nya yang burung hantu. Mungkin ada
yang tandas hingga ke jantung sukmanya. Sebab, sedaritadi udara yang ia hisap,
yang terhirup hanyalah bunyi.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ia membetulkan letak duduknya, mengatur napasnya. “Bagaimana
ini?” Katanya, pelan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Rokok yang tadi ada di tangan kanannya, kini ia letakkan
di tangan kirinya. Kemudian, tangan kanannya meraih telepon genggam yang
tergeletak di samping cangkir kopi. Sepertinya ia ingin menelpon seseorang.
Dan, mungkin, seseorang itu adalah anaknya sendiri. Seorang anak yang pernah lahir
tiga puluh satu tahun yang lalu, pada sebuah fajar.<br />
<br />
Ya. Dalam senyap, orang tua,
sekokoh apapun tulang batinnya, ia takkan pernah sanggup ditinggalkan anaknya—sendiri.
“Jika rinduku tak keliru, dan tresna ini juga tak berdosa, lalu, apa nama untuk
airmata seduka ini?” katanya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Seperti ada yang merajang perasaannya, gering rasanya,
dan itu membuat Hamid semakin ragu untuk menelepon anaknya, dengan berbagai macam alasan:
takut mengganggu anaknya yang sedang sibuk, khawatir yang mengangkat telpon
adalah menantunya, takut sedang istirahat, dan lain sebagainya-dan lain sebaginya. Rindu itu sulit, ia memiliki hukumnya sendiri. Dan, menyiksa dengan caranya sendiri. Meskipun demikian, lengan dan segenap jemarinya
tetap ingin meraih telepon genggam miliknya, tapi tak pernah berhasil tersentuh
oleh tangannya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Istrinya keluar, duduk di beranda, di sebelah
kursinya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tapi, tak satu kata pun yang mereka bicarakan.
Keduanya sama-sama memandang kosong jauh ke depan. Hingga waktu dan beberapa
hitungan yang ada di dalamnya sudah tampak berwarna coklat dan tua. Itu
berarti, pagi telah runtuh dan langit menginjak saat di sore hari. Langit
lingsir, angin berembus kencang, Hamid menepis-nepis sarung motif
kotak-kotaknya yang berdebu.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sambil mengusir debu, lelaki itu sesekali memandangi istrinya yang di
setiap helai rambutnya mulai tampak dirambati uban. Ujung jarinya juga disarangi penyakit asam-urat. Dalam diam, sungguh ia ingin mencari sebab di mata istrinya
yang sembab: penuh dengan mendung dan hampir saja rinai, siap
menjelma menjadi tambak pada kelopak matanya yang mengabur. Dalam hati ia
bertanya, “masihkah engkau mawar kepadaku, kekasih?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sayang, ia tak sampai hati menyatakannya. Hamid
menyalakan rokok di tangan kirinya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Istrinya seperti sedang mengendus-endus bau, dan
sesekali melihat ke arah Hamid.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dalam kemuncak kisut pada kulitnya, lelaki tua itu
bertanya: apakah ini yang dinamakan karma?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tetiba saja Hamid diterpa bayang-bayang yang
mengajaknya mundur ke belakang. Ia seperti melihat ibunya yang sedang duduk-sendiri
di sebuah beranda yang sangat ia kenal. Di kursi itu ibunya diam, mungkin
sedang memikirkan dirinya. Tampak tangannya sering gemetar kerna sebab usia.
Kulitnya lebih mudah diserang kedinginan—entah sebab angin ataupun air. Keadaannya persis seperti Hamid sekarang: duduk, dingin, dan sendiri.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kasihan sekali ibu.” kata Hamid.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya, seperti nasibmu sekarang.” Kata suara yang
mucul dari kulitnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Memang. Karma cepat sekali datangnya. Ia dulu
pernah meninggalkan ibunya untuk membangun rumah tangga barunya atas nama
kemandirian. Sekarang, anaknya yang lahir ketika fajar itu, juga melakukan hal
yang sama.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sebenarnya semua ini salahku. Suatu hari, di
tengah perdebatan kami berdua, aku berkata kepadanya: kau boleh mengaku menang,
jika suatu hari nanti anakmu lebih hebat dari anakku.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Dari kecil, kau suruh anakmu belajar. Setelah mereka
mempelajari semuanya dengan baik, giliran kamu yang tidak siap menerima
perubahan anakmu atas ilmu-ilmu yang ia pelajari.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Aku sangat merindukannya, kini.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Rasa rindumu sekarang ini, sama seperti rasa rindu
ibumu yang pernah kau tinggal sendirian di rumah.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Aku sangat merasa bersalah.” Sambung Hamid.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Itulah yang namanya dosa, yaitu rasa bersalah yang
datang dan mengguncang di saat kita merasa sendirian.” Kata kulit arinya, lagi.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya, aku tahu itu. Itu kenapa aku ingin meminta
maaf?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tentang apa?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tentang semua masa laluku: minuman keras, judi,
dan kenakalan-kenakalan lainnya—atau tentang apapun yang pernah terjadi di luar
pengawasannya.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kenapa kau melakukan ini semua?” </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Anakku sedang menanti kelahiran anak pertamanya.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Lalu?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Jika suatu hari nanti anaknya tumbuh dewasa, dan
kemudian menikah, apakah anakku juga akan mengalami hal yang sama seperti yang
kualami sekarang ini?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kesepian?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya!”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Rasa bersalah?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya!”</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Masih di ruang paling muka, beranda rumahnya, dering
telepon genggam terdengar ke mana-mana: “Halo,” kata istrinya. “Apa? Sebentar,
sebentar. Ini kebetulan semuanya ada di rumah. Ibu <i>loudspeaker</i> dulu.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kemudian perempuan itu meletakkan <i>handphone</i> di meja, pas di tengah-tengah
kerumunan anak-anaknya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Halo. Ya... ya. Anakmu perempuan atau laki-laki?”
Tanya sang ibu, yang lain berebut tempat-terdekat di sumber suara. “Perempuan?
Alhamdulillah. Siapa namanya?” tanyanya lagi.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kènnya Randu Dahlia,” suara laki-laki di
sebalik telepon.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Normal atau sesar?” tanya yang lain.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Sesar.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kènnya Randu Dahlia artinya apa, mas?”
tanya yang lain lagi.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Kènnya itu bahasa Jawa, artinya
perempuan baik-baik. Randu itu <i>wit kapuk</i>,
pohon kapas. Nama latinnya <i>Ceiba
pentandra</i>. Konon, nama ‘Ceiba’ merupakan simbol suci dalam mitologi bangsa
Maya. Pohon ini dipercaya sebagai pohon yang sangat tinggi, sehingga—jika kita
menaikinya, kita akan sampai di puncak langit. Sedangkan Dahlia, adalah bunga
yang paling indah. Aku memberi nama itu kepadanya, jika nanti ia dewasa, dan
kemudian menikah, semoga dia menjadi perempuan yang dapat mengantar keluarganya
hingga ke langit dan menemukan keindahan yang paling indah.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Bagus sekali nak, namanya. Sekarang, berdo’alah,
kami yang mengamini dari sini.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Do’a apa ya, bu?”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Yang baik menurutmu.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Aku suka dengan do’a milik Douglas MacArthur,
seorang jendral Amerika Serikat.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Berdo’alah.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Tuhanku, bentuklah putriku menjadi manusia yang
cukup kuat untuk mengetahui kelemahannya...”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Amin.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Dan, berani menghadapi dirinya sendiri saat dalam
ketakutan. Manusia yang sabar dan tabah dalam kekalahan. Tetap jujur dan rendah
hati dalam kemenangan.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Amin.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Bentuklah putriku menjadi manusia yang berhasrat
mewujudkan cita-citanya dan tidak tenggelam dalam angan-angannya saja. Seorang puteri
yang sadar bahwa mengenal Engkau dan (mengenal) dirinya sendiri adalah landasan
segala ilmu pengetahuan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tuhanku, aku mohon, janganlah pimpin putriku di
jalan yang mudah dan lunak. Namun, tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan
dan godaan, kesulitan dan tantangan. Biarkan puteriku belajar untuk tetap
berdiri di tengah badai dan senantiasa belajar untuk mengasihi mereka yang
tidak berdaya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ajarilah dia berhati tulus dan bercita-cita tinggi;
sanggup memimpin dirinya sendiri, sebelum mempunyai kesempatan memimpin orang
lain.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Berikanlah hamba seorang puteri yang mengerti makna
tawa-ceria tanpa melupakan makna tangis-duka. Puteri yang berhasrat untuk
menggapai masa depannya yang cerah, namun tak pernah melupakan masa lampau.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan, setelah semua itu menjadi miliknya, berikan
dia cukup rasa humor—sehingga ia dapat bersikap sungguh-sungguh namun tetap
mampu menikmati hidupnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tuhan, berilah ia kerendahan hati agar ia ingat
akan kesederhanaan dan keagungan yang hakiki pada sumber kearifan,
kelemah-lembutan, dan kekuatan yang sempurna.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan, jika pada akhirnya semua itu dapat terwujud,
aku, bapaknya, dengan lantang akan berkata: hidupku tidaklah sia-sia.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Amin. Indah sekali do’amu, nak. Sekarang,
pimpinlah aku dan adik-adikmu mengirim al-fatiha untuk Ayahmu.”</div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-373644037288064872016-05-27T04:39:00.001-07:002016-05-27T19:48:19.352-07:00POHON MANGGA NO. 18<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTJKpYi5ubEV1_FC1mLd0qSLvRJaKQtEdVn71OdI3hWyWRq3T2iHwEQguILSml1nktBDgoofVVmAlBf0d0qxkJ5BGx-SBNpnajn1CJF_uk8Fc09FD4oVAidERgdakPNy1dJwmBz3WfXo0/s1600/pohon+mangga+18.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTJKpYi5ubEV1_FC1mLd0qSLvRJaKQtEdVn71OdI3hWyWRq3T2iHwEQguILSml1nktBDgoofVVmAlBf0d0qxkJ5BGx-SBNpnajn1CJF_uk8Fc09FD4oVAidERgdakPNy1dJwmBz3WfXo0/s320/pohon+mangga+18.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku selalu berdiri di halaman paling muka, tepat di
belakang pagar beton sang pemilik rumah. Aku tinggal di sini sudah cukup lama,
ketika jalan masih berupa batu dan tanah dengan bahu jalan yang masih ditumbuhi
rerumputan dan alang-alang: tanahnya kuning kecoklatan, belum berwarna hitam lapisan
aspal. Tiang-tiang listrik juga belum ada, penerangan hanya berasal dari
lampu-lampu di halaman rumah warga.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku masih ingat, lebih-kurang beberapa puluh tahun
yang lalu; jika pagi datang, embun mesti bertebaran di seluruh atap-langit
dusun. Ia seperti mengepung kami dengan butir-butir air; dan setelah itu, tak
lama kemudian, beberapa orang terlihat bermunculan—berjalan kaki dengan cangkul
yang dipanggul pada pundak—yang akan mereka gunakan untuk menggarap sawah dan
ladang masing-masing. Ada juga, satu atau dua yang mengayuh sepeda, dengan
sebilah arit yang diletakkan di boncengan belakang: setelah matahari tampak
sepenggalah, mereka datang dengan setumpuk rumput hijau segar. Jika tidak,
mereka akan membawa sapi atau kambingnya ikut serta. Pagi memang waktu yang
terasa akrab. Jika kebetulan mereka berpapasan, satu sama lain akan bertegur
sapa. Ramah sekali. Bau tanah, aroma kotoran sapi, dan <i>kemrincing</i> kalung kambing adalah bagian yang tak terpisahkan dari tempat
ini.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Itu jika hari masih pagi.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Saat siang, beberapa perempuan keluar-rumah menuju
sawah. Tangannya <i>menenteng</i> tumpukan
rantang yang berisi makanan seadanya, biasanya masak sendiri, untuk suaminya
yang sedang mandi-peluh di tengah lapang. Di sebalik pagar beton ini, aku
selalu suka memandang sepasang suami istri yang bercengkrama di tengah hamparan
kuning dan bongkahan tanah itu. Aku merasai, bahwa surga memang betul—terletak
pada senyum orang yang sedang jatuh cinta.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Matahari bergerak, condong ke arah barat.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Waktu sore belum sempurna, beberapa anak kecil
bermain layang-layang. Sebagian berlarian di tanah <i>jembar</i>, dan yang lain berenang di kali. Jika matahari dirasa bergerak-lagi
menjauhi timur, masing-masing anak itu pulang, lalu kembali lagi membanjiri
jalan-desa dengan mendekap kitab di dadanya, mereka pergi mengaji bersama-sama.
Aku juga suka melihat anak-anak kecil itu. Riang sekali.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Angslup</i>.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Langit hampir petang, para lelaki-sawah
meninggalkan tanah garapannya. Mereka pulang, membersihkan diri, lalu pergi ke
langgar untuk salat maghrib bersama warga dusun lainnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ah...</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pemandangan seperti ini selalu menjadi tontonanku
sehari-hari. Sebuah pemandangan dengan tempo yang amat teratur, manusia-manusianya
bergerak sangat lambat. Aku jadi bisa memperhatikan mereka satu persatu.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tapi tak bertahan lama.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pada suatu hari, entah oleh sebab apa—kehidupan di
luar beton pagar ini berangsur-angsur mulai berubah. Gerak mereka mulai cepat;
kendaraan yang tadinya hanya sekali-kali lewat, kini mulai tampak sering dan hampir
memenuhi seluruh badan jalan. Setiap hari. Suaranya berisik sekali. Semenjak
saat itu, tak pernah kulihat orang yang berjalan kaki, mereka tampak selalu
tergesa dan buru-buru—tentang urusan apa saja: ke sawah, mengantar anaknya sekolah,
pergi ke langgar, ke pasar, kemanapun. Mereka tak lagi bertegur sapa. Juga, tak
ada lagi laki-laki sawah—sebab tanahnya kini mulai ditumbuhi bangunan-bangunan
beton nan megah. Anak-anak itu juga tak pernah kulihat lagi. Di siang hari,
mereka lebih memilih tidur. Jika tidak, orang tuanya akan memarahi dan menghukumnya.
Atau memang sudah tak ada tanah lapang untuk tempat bermain? Semuanya sudah berubah.
Tak terkecuali, wajah-wajah asing yang mulai bermunculan, menempati rumah-rumah
di sebelah kanan dan kiriku.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
O, ya. Namaku <i>wit
pelam</i>, pohon mangga, warga di desa sini mengenalku dengan sebutan <i>mempelam</i>. Jenisku adalah Manalagi.
Ukuran buahku tergolong sedang, kulitnya berwarna hijau dengan bintik-bintik
putih di sekujur hamparan. Jika telah mengkal, kulit buahku hijau keabu-abuan. Berdaging
tebal, dan berwarna kuning keemasan. Tempat tinggalku terletak di sebuah dusun
perbatasan kabupaten, tepatnya di sebuah halaman depan, rumah nomor 18.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pemilik rumah ini bernama Pak Buang, seorang pensiunan
Marinir. Pada tahun ’98 lalu, beliau menjual rumahnya kepada seorang laki-laki
yang belum pernah kukenal sebelumnya. Sering kudengar pemilik baru itu
dipanggil ‘Ayah’ oleh anak-anaknya. Dan oleh sebagian warga dusun ini, beliau dipanggil
‘Abah’.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Selepas subuh, daun pintu terbuka lebar. Itulah kali
pertama aku melihat pemilik-baru rumah ini dengan jelas. Tampak dari warna darah pada
wajahnya, jika tak salah tebak, sepertinya ia senang dengan suasana dusun ini.
Hanya mengenakan kain sarung, tanpa baju, lelaki kekar dan berkulit putih itu
menggerak-gerakkan tubuhnya (sepertinya sedang olahraga?).</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ia hanya berjalan mondar-mandir dari depan ke belakang,
lalu balik lagi ke depan, hanya di sekitar halaman rumanya saja. Tidak sampai
keluar dari pagar.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Setelah beberapa butir keringat bermunculan dari
tubuhnya, ia berhenti berjalan, lalu mendekat ke arahku. Tentu saja aku
deg-degan, khawatir, kalau-kalau beliau tahu—daritadi aku sedang
memperhatikannya. Kemudian laki-laki itu meletakkan tangannya di tubuhku: <i>Masya Allah</i>, hangat sekali. Beliau
seperti memperhatikan setiap gerutan pada kulit batang tubuhku. Matanya terus
merambat menyusuri dahan, ranting, hingga daun-daun.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Pohon mangga jenis apa ini, ya?” tanyanya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kepalanya mendongak ke atas, masih asyik melihat
daun-daun dan reranting milikku yang basah oleh embun. “Berbuah yang banyak ya,
mangga?!” Katanya. Kemudian, tangan kanannya meraih selang-air berwarna biru
yang terletak tak jauh dari tempatku, lalu tangan yang lain memutar tuas kran, lalu
menyiramiku.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Air yang beliau siramkan—kurasai lebih segar dari
air biasanya, dan entah kenapa—juga ada sedikit haru yang begitu asing. Memang,
sudah beberapa bulan ini aku tak pernah lagi mendapatkan perlakuan hangat
seorang manusia. Pemilik baru itu juga mau berbicara kepadaku, menganggapku
benar-benar makhluk yang hidup.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan, tidak hanya itu. Hari-hari berikutnya, selain
menyiramiku dengan rutin: setiap pagi dan sore, beliau juga memperlakukannku
agak sedikit berbeda dari kebiasaan. Setiapkali hendak menanak nasi, bekas <i>pususan</i> (cucian beras), beliau berikan
kepadaku. Bekas air untuk mencuci ikan, juga disiramkannya untukku. Itulah
sebab, kenapa aku ingin tumbuh dan berbuah—lebih teratur dan lebih lebat dari
biasanya. Buahku juga menjadi lebih manis kernanya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Rupanya, semesta mendukung.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Angin kerap menghempasku akhir-akhir ini, meniup-niup
jibunan serbuk sari dan menerbangkannya—berkelamin dengan putik.
Serangga-serangga juga berdatangan, mereka membuat sarang di tubuhku, dan juga di
dasar tanah tempat aku berdiri. Kadang-kadang burung juga hinggap di
dedaunanku, menari dan menyanyi di ranting-ranting. Kelelawar juga ikut-ikutan
mampir, jika malam hari, ia seperti nembang <i>kidung
rumeksa ing wengi</i>. Mereka semua turut membantuku dalam proses pembuahan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Jika sudah demikian, ketika bintik-bintik
kecil—bakal buah—telah terlihat <i>kemrantak</i>
di sekujur dedauan, ada saja orang datang untuk membeli bakal buahku. Biasanya
mereka datang menggunakan sepeda motor lengkap dengan <i>ronjotan</i> (keranjang [kayu] yang disampirkan di belakang <i>jok</i> motor) di kanan dan kirinya.
Sepertinya mereka adalah pedagang buah. Tapi Abah tak pernah menjualku kepada orang-orang
itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kerna peristiwa itu, kekagumanku kepada Abah semakin
hari kian bertambah. Beliau benar-benar menerapkan hukum <i>Ats-Tsamar</i>, jual-beli buah-buahan—bukan dalam arti <i>al-fawakih</i> (buah-buahan), melainkan <i>hamlu asy-syajar</i> (buah hasil tanaman): bahwa
memang benar ada larangan—jika buah belum <i>tusyiqih</i>
(memerah dan/atau hijau sehingga dapat dimakan), ia tidak boleh
diperjual-belikan. Buah pada pohon itu harus benar-benar dalam keadaan <i>hatta yathiba</i> (hingga masak) atau <i>hatta yuth’ama</i> (hingga bisa dimakan).
Jadi, tidak boleh jual-beli buah—yang
belum dalam keadaan <i>yadbuwa shalahuhu</i>
(mulai tampak kelayakannya).</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ternyata, dugaanku agak meleset tentang Abah.
Beliau tak menjualku kepada pedagang itu—bukan kerna alasan halal-haram, dan
juga bukan sebab—boleh dan tidak boleh. Beliau lebih terlihat gembira jika rasa
manis pada daging-buahku—dapat dimakan oleh anak-anaknya, dibagi-bagikan ke
tetangga, dan diberikan kepada tamu-tamu yang berkunjung di rumahnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan sebab alasan-alasan itulah, kini aku berbuah
rutin dalam empat musim, setiap tiga bulan sekali, setelah masa panen: pertama
dalam <i><span style="background: white; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Mangsa Mareng</span></i><span style="background: white; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">, adalah waktu ketika hujan mulai jarang. Musim ini ada di bulan <i>Apit Kayu</i>, Koso, dan Karo (Mei, Juni, Juli).
Yang kedua adalah <i>Mangsa Ketigo</i>, yaitu<span class="textexposedshow"> musim kemarau. Terjadi di bulan <i>Ketigo</i>, <i>Kapat</i>, dan <i>Kelimo</i> (Agustus, September, Oktober).
Yang ketiga adalah <i>Mangsa Labuh</i>. Yakni
awal masa penghujan. Frekuensi turun hujannya masih sedikit dan jarang. Terjadi
di bulan <i>Kanem, Kapitu, Kawolu</i> (November,
Desember, Januari). Yang keempat adalah <i>Mangsa
Rendheng</i>. Ialah sebutan untuk musim penghujan dengan frekuensi yang banyak.
Terjadi di bulan <i>Kesongo, Kesepuluh,</i> dan
<i>Apit Lemah</i> (Februari, Maret, April).</span></span><span class="textexposedshow"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Walaupun dalam setiap
musimnya—buah yang tumbuh tidak sama banyaknya, aku selalu berupaya membuatnya
semanis mungkin. Dengan cara inilah, aku ingin mengucapkan rasa terimakasihku
kepada Abah. Dan dengan cara seperti itu pula, melalui rasa manis pada buahku,
sejatinya aku hendak mengucapkan: “semoga <i>sampeyan</i>
panjang umur.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Hari ini Abah membeli
seekor kera, namanya Centhini. Rambutnya belah tengah, dan pendiam. Ia juga
akrab denganku, sering menaiki tubuhku jika selesai dimandikan dengan air
selang-biru. Tapi, Centihni tak bertahan lama. Setelah dilatih untuk tetap
jinak, akhirnya dia dihadiahkan kepada tamu Abah yang tingga di Jakarta.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Abah beli lagi, dan
kami juga akrab. Tapi dia juga bernasib sama, dihadiahkan kepada orang. Ketika
Abah membeli seekor kera untuk yang ketiga kalinya, aku sudah mengira dia akan
bernasib sama dengan pendahulunya. Tapi untuk yang satu ini agak berbeda. Dia
liar, galak, dan tidak jinak. Aku tidak suka dengannya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Dan persis seperti
degaanku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Suatu hari, ketika Abah
mencoba untuk memeberi makan kera itu, entah kerna Abah sedang lengah atau
bagaimana, kera itu menggigit tangan majikannya. Mancur deras darah dari bekas
gigi taring kera nakal itu. Takut terkena rabies, berbondong-bondong orang
membawa Abah ke rumah sakit.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Sedikit mengejutkan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Menurut diagnosa
dokter, gigitan kera itu tidak mengandung rabies. Tapi, justru memberi
keterangan lain: bahwa Abah mempunyai penyakit gula, kencing manis. Dan
semenjak saat itu, beliau dianjurkan <i>tarak</i>
(tidak boleh mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula?).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Hancur hatinya. Sering
kulihat beliau termenung di depan beranda. Aku sedih melihatnya, dan merasai
bahwa akulah salah satu penyebab penyakitnya. Jika akan begini kejadiannya, aku
takakan memaksimalkan rasa manis pada buahku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Aku terus
memperhatikannya. Dan beliau mendekat ke arahku. Rupanya, Abah melihat getah
yang bercucuran pada batangku. “Kamu kenapa menangis?” katanya, “ini semua
bukan salahmu. Tidak ada satu kejadian pun yang terjadi di dunia ini kerna sebab tunggal.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Beliau membasuh
getah-getahku dengan sarungnya. Kemudian membalik badan, masuk ke rumah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Abah pingsan. Darahnya
bercucuran di seluruh hamparan lantai. Sampurno, anaknya, kebingungan—membawa
Abah ke rumah sakit.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Keesokan harinya, aku
melihat Sampurno menangis di bawah tubuhku. Katanya, sambil berbicara disebalik
telepon genggam dengan seseorang: bahwa Abah harus menginap di rumah sakit.
Kakinya hancur, hingga terlihat daging dan tulangnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Rumah berwarna biru itu
kini terlihat muram. Abah adalah seorang yang sangat mereka cintai, tapi kini
tak pernah hadir dalam banyak peristiwa-peristiwa kecil di dalam rumahnya. Aku
juga merindukannya. Tak ada lagi yang mau mengajakku bicara, seperti yang Abah
lakukan kepadaku. Jika aku sejenak saja bisa menjadi manusia, ingin sekali
rasanya menjenguk Abah, membawakan buah-buahan untuknya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Sayang, aku hanya <i>wit pelam</i>, pohon mangga, hanya bisa
berdo’a: “semoga <i>sampeyan</i> lekas
sembuh.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Mobil mini bus warna
hitam datang, memasuki halaman. Satu persatu mereka turun, membopong Abah,
mendudukkannya di kursi roda. Sejenak, beliau mendongak ke arahku. Beliau
tersenyum sebentar, seraya berkata: “apa kabar?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">“Baik, bah. Sampeyan
bagaimana? Sehat?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow">Sambil terus melihat ke
arahku, matanya menangis. Lalu Sampurno mendorongnya, masuk ke dalam rumah.
Kulihat juga dari tempatku berdiri, beliau terlihat lebih tua. Kerutan pada
wajahnya tampak lebih nyata, bidang dadanya juga mulai tak ada, dan kekar
punggungnya—yang selalu kulihat ketika badannya berbalik untuk menuju pintu
rumah, setelah mengajakku berbincang-bincang dan menyirami tubuhku dengan air,
kini juga sudah tak ada.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Ya Allah, jika kali ini <i>Sampeyan</i> hendak mengambil keindahan-keindahan di dunia ini satu
persatu, biarkan aku ikut serta.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan...</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Angin bertiup, serangga, burung, dan kelelawar
berdatangan kembali. Mungkin kali ini Tuhan mendengar do’aku.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Benar saja. Dari hanya di kursi roda, kini Abah
berusaha berjalan dengan tongkat. Pernah kulihat, Abah terjatuh hingga
tersungkur, hidung dan mulutnya berdarah membentur lantai. Beliau memaksa
berjalan tanpa tongkat. Beliau memang pejuang yang tangguh, keras, dan tak
kenal kata kalah, apalagi menyerah. Aku sangat bangga kepadanya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Pagi-pagi sekali, Abah sudah tampak berpakaian
rapi. Tak lama kemudian, Sampurno datang, memarkir sepeda motornya di bawah
tubuhku. Ia mengucapkan salam, mencium tangan. Tampaknya, berdua ingin pergi
untuk waktu yang cukup lama. Sampurno duduk di dekat Abah, tapi beliau malah
bangkit dari tempat duduknya, mendekatiku.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Pohon mangga jenis apa ini, ya?” ucapnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Lho? Kenapa Abah bertanya seperti itu? Apakah Abah
sudah lupa kepadaku? Melupakanku? Ada apa dengan sampeyan, bah?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“Berbuah yang banyak ya, mangga?!” Katanya.
Kemudian, tangan kanannya meraih selang-air berwarna biru, dan tangan yang lain
memutar tuas kran, beliau menyiramiku, seperti dulu. Sama seperti ketika
pertamakali kami bertemu.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Setelah sekian minggu Abah pergi ke Jakarta,
akhirnya beliau datang. Wajahnya tampak putih bersih, tak seperti biasanya.
Terlihat lebih muda dari usianya yang kini telah menginjak 63 tahun.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Lebih kurang satu jam beliau berada di dalam rumah,
lamat-lamat aku mendengar suara istrinya menjerit minta tolong. Orang berdatangan,
anak-anaknya menangis. Abah dibopong ke dalam mobil. Di dalam katup matanya
yang rapat, ketika Abah di <i>gotong</i>,
aku melihat mulutnya mengucap lafal: “<i>Asyhadu
an La Ilaha Ilallah... wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah...</i>”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Dan sejak saat itu, rumah menjadi sepi. Sama seperti
saat ketika Pak Buang menjual rumah ini kepada Abah. Kurasai semua menjadi
murung. Ada apa ini?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kemurungan dan kesedihan itu kurasakan hingga pagi
hari. Pintu pagar dibuka lebar-lebar. Orang-orang berdatangan. Semua sedang
menahan tangis. Sampai saat sebuah mobil-ambulans memasuki halaman, dan
mengeluarkan sesosok orang dari dalam keranda—yang seluruh tubunya ditutup kain
batik bermotif bunga, saat itulah aku mengerti, bahwa sosok disebalik kain
batik itu adalah Abah: <i>Innalillahi wainna
ialahi ra’jiun</i>.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Semua histeris. Aku mendengar di ruang muka, tempat
jasad Abah dibaringkan, tangisan yang sangat menyayat hati. Abah pulang untuk
selama-lamanya. Ke mana perginya beliau? Sebagian orang mengatakan, bahwa Abah
telah mati, dan aku tak pernah sepakat dengan kata mati. Sebab, lawan kata
(antonim) dari ‘lahir’ adalah ‘batin’, bukan mati. Mungkin beliau saat ini
sudah berada di sebuah ‘alam batin’ yang entah apakah namanya itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Apapun, tetap saja aku hanyalah <i>wit pelam</i>, pohon mangga yang tak bisa
berbuat apa-apa selain berdiri menyaksikan dari sudut halaman depan ini. Andai
saja aku manusia, akan kucium keningnya sebagai ucapan perpisahan dan
terimakasih kerna telah merawatku selama ini.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ya, aku hanya <i>wit
pelam</i>, pohon mangga.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Hanya bisa menyaksikan, ketika orang
berbondong-bondong datang hingga halaman serasa tak mampu menampung pelayat
yang datang. Tubuhku yang besar ini, seperti hanya mempersempit ruang. Andai saja
aku tidak berdiri di sini, mungkin pelayat itu tak akan merasakan sesak ketika
hendak memandikan jasad Abah. Dan lagi-lagi, aku hanya bisa menyaksikan dari
sini, tempatku berdiri.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Gayung pertama disirimkan ke wajah abah, hingga ke
kakinya. Terus terang, ingin rasanya aku mengatakan: kenapa Abah diam
saja—ketika ada orang mengguyur wajah Abah? Apakah Abah tidak merasakan dinginnya
air itu? Kenapa Abah diam saja?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Ya Allah</i>...</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku terisak, hingga napasku sesak. Beberapa orang
membopong jasad Abah untuk diberi kafan, dan sebagian lagi, kekira ada
sepuluhan orang, mendekat ke arahku dengan membawa kapak, <i>bendo</i>, dan tali tampar. “Pohon ini saja yang kita tebang, untuk
papan-penahan jasad Abah ketika tanah <i>diurug</i>.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
“<i>Alhamdulillah</i>,
akhirnya waktu ini datang juga.”</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tak lama kemudian, tubuhku diikat. Aku tak
menghiraukannya, sebab mataku terus tertuju kepada jenazah Abah yang telah
dimasukkan di dalam keranda—dengan ditutupi kain hijau berhias huruf-huruf
arab. Jenazah itu dibopong oleh beberapa orang, bergantian, sambil mengucapkan
salam perpisahan.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ikatan tali tampar pada tubuhku semakin erat.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Jenazah digotong ke pemakaman, meninggalkan rumah,
dan mataku masih tertuju kepadanya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tak!!!</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sabetan kapak mengenai tubuhku. Sakit, tapi aku
sangat senang sekali. Akhirnya aku bisa menyertai Abah hingga ke kuburnya. Kami
akan dikubur bersama-sama.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Tak!!!</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Sebuah golok mengenai punggungku. Terus dan terus,
hingga aku tak sadarkan diri.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Kini aku telah menjadi beberapa potongan papan.
Samar-samar kulihat, orang berdiri di dekat liang lahat. Suara kumandang adzan
berlanggam Jawa terdengar lamat-lamat. Kemudian seseorang mengangkatku, lalu
meletakkannya—pas di atas jenazah Abah, (untuk) melindungi jenazahnya dari <i>urugan</i> tanah.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Aku bahagia sekali, bisa menemani Abah hingga waktu
yang sangat lama: diperistirahatannya yang terakhir, entah sampai kapan. Yang
jelas, kini aku dapat memandang wajahnya dari jarak yang dekat, di tidurnya
yang damai.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Ya, namaku <i>wit
pelam</i>, pohon mangga. Di dalam kubur ini, tiada henti aku memandanginya, tetapi
mataku terasa berat dan semakin lama semakin gelap. Sebelum mataku benar-benar
tertutup, aku membisikkan sesuatu di telinga Abah: “selamat jalan, Ayah, sampai
jumpa.”</div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-15169192451509692002016-05-25T04:11:00.001-07:002016-05-25T18:10:33.497-07:00DENGKUL<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWcxCkIVoC5u740haZMQD5D0DAhSfeYZMQs2kNZy6ZoT4VjS6JO37cdEwuvDM2LvPTd8WLmVaIWal4xN-vgLt5Xl7hXK4UAzh2zT8XxWXWRtUweIIVM8qmkocDenfmbDbRKb-bskMdv4A/s1600/DENGKUL.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="color: black;"><img border="0" height="185" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWcxCkIVoC5u740haZMQD5D0DAhSfeYZMQs2kNZy6ZoT4VjS6JO37cdEwuvDM2LvPTd8WLmVaIWal4xN-vgLt5Xl7hXK4UAzh2zT8XxWXWRtUweIIVM8qmkocDenfmbDbRKb-bskMdv4A/s320/DENGKUL.jpg" width="320" /></span></a></div>
<div style="text-align: center;">
<div class="text_exposed_root text_exposed" style="display: inline; font-family: inherit;">
<br /></div>
</div>
<span aria-live="polite" class="fbPhotosPhotoCaption" data-ft="{"tn":"K"}" id="fbPhotoSnowliftCaption" style="background-color: white; display: inline; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; outline: none; width: auto;" tabindex="0"><span class="hasCaption" style="font-family: inherit;"></span></span><br />
<div class="text_exposed_root text_exposed" id="id_5745720ca766b0d84183356" style="display: inline;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">...</span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
<div style="text-align: justify;">
Bruce: What do you want me to do?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
God: I want you to pray, son. Go ahead. Use them.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bruce: Lord, feed the hungry and bring peace to all of mankind. How’s that?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
God: Great, if you wanna be Miss America. Now, come on. What do you really care about?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bruce: Grace.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
God: Grace. You want her back?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bruce: No. I want her be happy, no matter what that means. I want her find someone who will treat her with all the love she deserved from me. I want her meet someone who see her always as I do now, through Your eyes.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
God : Now, that’s a prayer.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bruce : Yeah?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
God : Yeah...</div>
<div style="text-align: justify;">
...</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: right;">
Bruce Nolan and God - Bruce Almighty 2003</div>
<div style="text-align: justify;">
***</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku menutup pintu mobil, melangkah ke arah rumah-berpagar-putih sambil menekan tombol alarm dari jarak yang tak begitu jauh. Kedatanganku dibarengi lari-lari kecil Mbak Jum, yang tampak tergesa membukakan gembok pagar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"<i>Isih gendheng bocahe, Mbak?</i>" Aku menyapa perempuan tua yang setia kepada majikannya itu. Sambil berdiri di luar pagar, aku melihat taman yang dijibuni pusparagam menara bunga sepatu yang kini kering-layu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"<i>Mas Putra mabuk terus, mas. Ndak mau ngomong, ndak mau makan</i>." Kata Mbak Jum, setelah membukakakan pagar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"<i>Ya wis, ben tak uruse mbak.</i>"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sambil terus mendengarkan keluhan Mbak Jum, aku arahkan langkahku menuju beranda yang terus diikuti wanita tua itu beserta segudang rasa cemasnya. Aku duduk, kemudian melepas sepatu—masih terus menatap wajahnya—sebagai tanda bahwa aku sedang mendengar semua yang ia katakan.</div>
</span></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selesai melepas sepatu, aku berdiri ke arah pintu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku tarik hendel, satu persatu. Sampai ketika tiba pada pintu kamar utama, milik sahabatku, aku gerakkan tuas besi itu ke arah bawah dengan perlahan, aku dorong pintunya sangat pelan, kubuka sedikit, dan tampak siluet tubuh lelaki tambun dari arah belakang: sorotan cahaya televisi menerangkan ruang di sekitarnya. Ia duduk di lantai, merapatkan lulutnya ke dada.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Ah, film itu lagi." Batinku. Setiap hari, selama dua bulan, hanya film itu saja yang ia tonton. Berulang-ulang: Bruce Almighty. Film bergenre drama komedi, memang adalah favoritnya. Ditambah—diperankan oleh bintang-bintang idolanya: Jim Carrey, Morgan Freeman, dan Jennifer Anitson.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Memang, bukan karena dua hal itu (genre dan pemeran), yang membuatnya—menonton film yang sama, selama dua bulan, berulang-ulang. Tapi ia merasa, Bruce Nolan (Jim Carrey) dalam cerita itu, mewakili riwayat percintaan hidupnya: Ya, dimana pun lelaki semua sama, ingin menunjuk-nunjukkan diri di depan perempuan. Bruce Nolan tak puas dengan posisinya saat ini, yang menurutnya—hanya sebagai pembawa acara yang tak cukup memiliki <i>prestise</i>. Didampingi perempuan bersenyum manis, Grace (Jennifer Anitson), akhirnya Bruce Nolan bisa mendapatkan apa yang ia inginkan selama ini: menjadi pembaca berita.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bruce senang bukan kepalang, ia ingin merayakan keberhasilannya kali ini dengan membuat rencana kejutan: mengajak kekasihnya makan malam, di sebuah restoran yang penuh dengan suasana romantis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kerna tidak biasa-biasanya Bruce mengajaknya makan malam, Grace mengira acara makan malam yang direncanakan Bruce adalah acara untuk melamar dirinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
***</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Restoran mahal pun disiapkan. Berdua, kini pasangan muda itu telah duduk dalam satu meja. Grace <i>ndredeg</i>, ketika Bruce ingin mengatakan kejutan itu: ternyata, Bruce hanya ingin menceritakan bahwa dirinya naik pangkat, diangkat menjadi pembawa berita, seperti keinginannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Grace kecewa. Ia pulang, meninggalkan Bruce sendirian di restoran.</div>
</span></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bruce tak pernah sadar, bahwa sematre-matrenya perempuan, ia lebih suka dengan kepastian. Bruce tak pernah mengerti, bahwa ambisi terbesar seorang perempuan adalah menikah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin Bruce tak pernah tahu, bahwa perempuan adalah pemuja keabadian: sekali kau memujinya, seluruh hidupmu, kau akan dituntut untuk tetap memujinya. Tapi, Bruce hanya membicarakan tentang pekerjaannya saja. Memuji apa-apa saja yang telah ia capai. Sering cinta terjerembab dalam sebuah cita-cita dan gagasan: bahwa apa yang aku lakukan sekarang, adalah untuk membahagiakanmu, membuatmu bangga. Padahal, cintanya sedang menyamar. Sesungguhnya ia sedang mencintai dirinya sendiri, tapi dengan alasan orang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
***</div>
</span></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku terus memandangi sahabatku disebalik pintu kamarnya, hingga tiba pada satu adegan di mana Grace sudah bosan dengan perilaku Bruce Nolan. Ia ingin berpisah, dan menyuruh sahabatnya untuk mengemasi barang-barang yang masih ada di apartemen Bruce. Setelah Debbie, sahabat Grace, menunaikan tugasnya dengan baik: mengemasi barang-barang, sebelum benar-benar meninggalkan apartemen, Debbie berbicara kepada Bruce sebagai pesan terakhir: "You know, what I do every night before I go bed?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bruce menggelengkan kepala.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"I tuck my kids in, maybe have a scoop of ice cream and watch Conan."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bruce tersenyum lebar, hambar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"You know what Grace does?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bruce menggelengkan kepala lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"She prays. Most of the time for you."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bruce terjingkat dengan pernyataan Debbie. Ia merasa, Grace masih mencintainya. Maka segera, dengan kekuatan yang ia miliki dari Morgan Freeman (God), ia mendatangi kamar Grace, mencari tahu—apa yang sedang Grace lakukan. Rupanya, Grace sedang berdo’a, persis seperti kata Debbie. Lalu Bruce ingin melihatnya lebih dekat, do’a apa yang sedang Grace minta.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam tangis dan do'anya, Grace berkata: "Please, God. Please, I still love him. But i dont wanna love him anymore. I don’t wanna hurt anymore. Please. Help me forget. Please help me let him go."</div>
</span></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pecah, kini deras air matanya. Sahabatku, menangis entah sudah keberapa kalinya. Ia meletakkan kepalanya di atas dengkulnya, sambil terisak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Remang-remang, aku melihat ia menciumi bekas luka di atas dengkulnya itu. Seingatku, adalah luka ketika ia terjatuh saat ingin pergi <i>apel</i> kepada perempuan yang membuatnya menangis seperti sekarang ini. Menggunung cintanya, menggenang kini air matanya sederas hujan. Kemudian, aku lihat bekas luka itu berdiri dari dengkulnya, lalu melompat lewat jendela, berlari ke halte-halte bus yang pernah mereka teduhi berdua—ketika hujan. Sayang, ia tak sebruntung Bruce. Ia tak pernah bertemu Tuhan—yang kemudian menawarinya—agar perempuan yang dicintainya itu kembali.</div>
</span></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Jar, dari tadi?" kata Putra, sahabatku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wah, ketahuan. Aku di sini sudah dua bulan yang lalu, lama sekali kau patah hatinya?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia tak menjawab.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Eh, lagi nonton film apa?" tanyaku lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Biasa."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Kenapa <i>ndak</i> nonton G30S PKI saja? Film paling bagus itu!"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Kok bisa?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Bruce Almighty, film karya Tom Shadyc itu, hanya berhasil mempengaruhimu selama dua bulan saja. Film PKI, berhasil membohongi 200 juta manusia Indonesia, selama 32 tahun."</div>
</span></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Serius, <i>tho!</i>"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Loh, aku serius iki."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Aku kepingin bunuh diri, Jar."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
" <i>Astagfirullah hal adzim</i>. Istigfar, Putra. Iling. Sudah ada talinya?" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia menangis lagi, tentu saja aku jadi kebingungan. Juga merasa bersalah, kerna tak menanggapi omongannya dengan serius. Lalu, setelah menunggu beberapa saat, mungkin lebih tepatnya menunggu tangisnya berhenti, aku mulai mendekat, menyentuh kepalanya: </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Putra, kamu tidak wajib sakit hati, meskipun berhak memilih sakit hati. Sepanjang kesakit-hatian itu merupakan fasilitas yang tepat bagimu untuk mengkondisikan kedekatanmu dengan Tuhan. Kamu juga tidak dilarang menangis, sepanjang tangisanmu membuat setia dan cinta kepadaNya. Tuhan memposisikan diriNya pada manusia yang sedang hancur sepertimu. Suatu saat, kamu akan berterimakasih kerna diberi kesempatan <i>majnun</i> seperti sekarang ini. Dengan seperti itu, suatu hari nanti kamu akan tahu bagaimana rasanya beragama yang <i>bener</i>, dan bertuhan yang <i>pener</i>. Sebab, orang yang tak pernah jatuh cinta dan kemudian sakit hati, ia tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya mencintai Tuhan."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia membalik badannya, melihat kearahku dengan mata berkaca-kaca.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Setiap orang ingin menemukan dirinya," aku melanjutkan, "kerna—ketika seseorang beranjak dewasa, yang hilang dari manusia adalah dirinya. Maka kalau kau ingin tetap menjaga kesadaranmu untuk menemukan dimensi metafisika di antara fisika-fisika, bersikaplah seperti bayi: kalau mau nangis, nangislah, di mana saja, kapan saja, sebagaimana bayi. Untuk kembali seperti bayi, kita tidak memerlukan perjuangan apa-apa."</div>
</span></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan tatapan yang sangat tajam, sebuah tatapan takjub, Putra memegang kepalaku, menariknya hingga dekat dengan mulutnya. Kemudian ia berbisik: "<i>ojok kakean omong, aku kebelet ngising.</i>"</div>
</span></span></div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-52788632680573450122016-05-23T02:14:00.001-07:002016-05-23T06:41:33.864-07:00HARI PERTAMA<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjR8XLbc-xJyEieYY9MB0lpDqKLnFUmzqHA9snjVHq9Mw7vMBTMUT_yo2w4cGLf6yGQPVMxyaV9Lq5Mv_wE3-HnUray-DNHmthWr7ruQERDJMSjgGMYVr7CzGmDHrjVwk1JF1SD_ObSRbk/s1600/HeartBubble.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjR8XLbc-xJyEieYY9MB0lpDqKLnFUmzqHA9snjVHq9Mw7vMBTMUT_yo2w4cGLf6yGQPVMxyaV9Lq5Mv_wE3-HnUray-DNHmthWr7ruQERDJMSjgGMYVr7CzGmDHrjVwk1JF1SD_ObSRbk/s320/HeartBubble.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Kebetulan hari itu adalah minggu, <i>car
free day. </i>Saatnya<i> </i>menggerakkan badan, plesir, sudah seminggu ini aku di
rumah saja, sibuk memperbaiki atap rumah yang penuh dengan lubang. Ya, udaranya
masih dingin pagi itu, segar, walau matahari telah naik sepenggalah. Tapi entah
kenapa, mendung malah tampak di arak-arakan mega. Apakah hari ini akan hujan?
Entahlah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Setelah melakukan sedikit pemanasan, dan
memeriksa persediaan makanan juga minuman Diego, anjing kesayanganku, aku
bersiap keluar dengan pakaian seadanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Kubuka pintu pagar, dan segera menuju jalan aspal yang sudah tampak seperti permadani dengan segala bau basah
yang khas.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Suasanya tidak seperti biasa, agak sepi, kerna sedang musim penghujan. Mungkin orang-orang sedang sibuk—mempersiapkan
datangnya banjir di rumahnya masing-masing.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Suasana jalan terasa lengang, dan langit
bertambah gelap. Setelah acara jalan-sehat kurasa cukup, aku membeli beberapa
keperluan, lalu berniat balik lagi ke rumah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Persis seperti dugaanku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Barusaja berjalan beberapa depa, rinai air
sebiji wijen berjatuhan di atas ubun-ubun. Bersamaan dengan itu, entah apa yang
sedang terjadi, perempuan bersanggul manikam tengah tersedu sendirian di antara
gerimis lampu stopan. Dengkulnya berdarah, apakah <i>luh</i> atau air
hujan yang sedang berkelamin purba di hamparan kulit arinya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Di tengah jalur ketapang dan pohon asam,
dari balik daun-daun akasia; suara prenjak yang bertengger di pucuk
ranting-kenari yang kuyub itu, tampak seperti kelopak padma yang
beratap rumbia. Sayang, ia harus pecah oleh suara rintih-kesakitan seorang perempuan yang seperti
menyanyi dan penuh dengan irama itu: “Aduh... aduh...,”
keluhnya. Kebetulan aku sedang berjalan di sekitar situ, menenteng nasi
bungkus, koran, dan air mineral.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Aku menengok ke arahnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Hei kamu. Ya kamu. Halah, malah
nengak-nengok. Ya kamu itu. Oke...”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Aku mendekat, “kamu kenapa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Kepleset,” jawabnya singkat, sembari
lentik jemarinya memencet-mencet pinggir lukanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Gerimis yang tadinya rintik, lambat-laun
menjelma menjadi hujan dan kini mengguyur bangjo, aspal, trotoar, juga kami
berdua—tiada ampun. Modarlah saya! Langit pecah di penghujung waktu sebagai
pamungkas, airnya semakin memperjelas bentang layar antara dua gunungan dan rerumputan
pada tubuhnya. Ada getaran khusus, dan urub di sukmaku. Perempuan itu sadar,
aku tak sedang memperhatikan dukacita di lututnya. Ia mengangkat kaosnya
sedikit. Dan aku merasai sedang di posisi yang sangat ruwet: antara ingin menolongnya
segera, atau membiarkan dulu barang satu dua jenak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Sudah?” suara perempuan itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Apanya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Lihat-lihatnya, sudah?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Sedikit lagi!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“ Buruan tolongin, kek?!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Dihinggapi perasaan nanggung dan semacam
rasa pekewuh yang amat merepotkan hati, akhirnya aku membantunya berdiri, membopongnya
ke pinggir jalan, masuk ke dalam halte bus dalam kota. Untung saja perempuan ini agak
lain, memandang kenakalanku dengan rasa maaf, dan dapat menyulap pertemuan tak
sengaja ini menjadi surga.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Dia masih merintih kesakitan. Sambil
meniup-niup lukanya, aku mengalihkan perhatiannya: “Bapakmu sunat di mana?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Maksudnya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Kamu cantik.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Sudah berapa banyak rayuanmu mendarat di
telinga perempuan?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Sudah berapa banyak pria yang kau tolak
dengan cara seperti ini?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Dia tertawa. Tampak matanya mengkilat
kaca, lehernya cukup, giginya putih rata, dan lensung pipit yang membuat degub
jantungku sebentar berhenti. Ya, perempuan ini memang lain. Ramah, manja, dan
<i>cemekel</i>. Sikapnya yang <i>semanak</i>, ada terpikir memeluknya, tapi itu—kan napsu
namanya. Saya <i>istighfar</i>,ini tidak boleh, dengkul sakit bukan peluk
obatnya. </span><span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Segera pikiran yang tidak-tidak itu</span><span style="background-color: transparent; font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">—</span><span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">kutindas, sebab ini
semacam </span><i style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: small;">ngeres</i><span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;"> yang tersembunyi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Air mineral yang kubawa tadi, kutuang di atas
lukanya. “Aku bersihkan dulu lukamu, biar tidak infeksi.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Iya, terimakasih.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Cuma terimakasih? Tidak dicium?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Perempuan itu merebut koran-basah dari
tanganku, “jangan bercanda dong, sakit nih!” Dia memukulkannya ke arah
tanganku. Dan aku hanya tertawa, tak menghindari serangannya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Jangan lupa, kasih obat-merah sesampaimu
di rumah.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Iya.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Rumah kamu jauh? Biar aku antar?!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Tidak usah, hanya dua blok dari sini.
Nomer 68.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Kok ngasih alamatnya lengkap ? Nyuruh aku
apel?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Terserah kamu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Aku pura-pura tak mendengar jawabannya.
“Sudah,” aku membuang botol air mineral ke tempat sampah. “Lebih baik kamu
segera pulang, tidak baik lama-lama di tengah hujan.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">“Iya,” dia bangkit dari duduknya, lalu berjalan ke arah yang berlawanan dengan tujuanku, terpincang-pincang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Aku segera meninggalkan halte bus itu, dan
melupakan kejadian konyol tadi. Rupanya nasi bungkusku juga terendam air hujan
di dalam kantong plastik hitam. Sambil terus berjalan, aku mencari tong sampah
untuk membuangnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Blung!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Nasi pecel seharga lima belas ribu itu
langsung raib. Dan aku meneruskan perjalananku ke rumah. Tapi koran yang
terlanjur basah itu tetap kugenggam, aku tak berniat membuangnya, ada
bekas-tangannya pada koran itu. Sayang jika harus dibuang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Hujan masih belum reda. Kepalang kuyub, aku terus
jalan tergesa. Dengan langkah cepat, aku merasai ada sesuatu dalam
tubuhku, entah kerna belum sarapan, atau sedang masuk angin: rasanya memang
aneh. Tubuhku agak sedikit ringan, seperti ada yang kurang, atau bahkan hilang. Atau
kerna sebagian dari diriku, ada yang tertinggal di halte bus kota itu?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Baru saja tangan kananku membuka pintu pagar,
kerinduan sudah tandas sampai ke tulang. Sebagian lagi sudah kadung menyebar ke
seluruh sum-sum. Di manis gula, di harum mayang, mata rembang dan rindu
yang ungu: tapal batas antara hujan yang bertujuan menyirami pohon, tanah,
serta bunga-bunga di pekarangan rumah—dengan hujan yang hanya ingin menyirami segenap
mahoni, kanigara, dan kenanga di halaman batinku—sangatlah tipis bedanya.
"<i>Masya Allah</i>, hujan jangan marah, semoga hari ini langit berbunga
kupu-kupu."<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Selesai dengan gembok pagar, aku terus melangkah, melewati halaman dan pekarangan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Beriringan dengan derap langkah, wajah gadis itu masih
melayang-layang di udara, memantul di segenap sudut lipatan dan ingatan.
Panji-panji hitam di bantaran genangan air di taman bunga, pohon selasih
semakin rindang dan semakin besar rimpangnya bagai ketela mukibat. Rasanya,
hari ini terasa melankolis, daun-daun tampak lebih lebat dari biasanya, dan aku mencoba tidak menggubrisnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Aku terus berjalan menembus taman, menuju pintu utama.
Kumasukkan kunci, dan memegang handle pintu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Masih separoh tuas itu aku tarik, air rembas,
bermancuran di bawah daun pintu: "Ada apa ini?Aduh, banjir. Pasti
atapnya bocor lagi.” Penasaran, pintu makin kubuka sedikit.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Benar saja, air bah langsung menghantamku, membanjiri
seluruh ruang pekarangan—hingga airnya meluap, menjulang ke atas langit. Aku
terjungkal, tenggelam, bersama dengan</span><span style="font-family: verdana, sans-serif; font-size: x-small;">—</span><span style="font-family: verdana, sans-serif; font-size: x-small;">semua perabotan rumah yang juga tampak
tenggelam di dalam air, semua berhamburan keluar, semua.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Di dalam bingung yang amat puncak, satu-satunya yang
kuingat hanyalah wajah gadis di halte bus itu. Aku ingin meminta tolong
kepadanya. Tapi bagaimana caranya?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Aku makin panik, takut kehabisan oksigen, aku berupaya
untuk tetap bernapas. Lho? Aneh! Kenapa aku masih bisa bernapas? Di dalam air? Seperti ikan? Aku tambah keheranan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Masih dengan keheranan tadi, bersamaan itu ada rasa hangat sekaligus geli di ujung jari kakiku. O, rupanya Diego, anjing piaraanku, ia sedang menjilat-jilat kakiku. Kepalanya
keluar, menyembul ke pintu, sedangkan tubuhnya masih berada di dalam rumah. Ternyata aku belum sempurna membuka pintu, ia membangunkanku dari lamunan. Dan
air bah tadi, yang menenggelamkanku dan barang seisi rumah, </span><span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">ternyata tidak pernah ada, hanya khayalan saja.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Aku masuk.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Diego menggonggong, suaranya melengking
ke seluruh dinding. Aku membiarkannya. Aku betul-betul ingin ke kamar mandi, membersihkan tubuhku dari air
hujan, agar tidak sakit. Baru beberapa langkah memasuki ruang muka; meja, kursi, bupet,
semuanya—berterbangan ke udara, membentur langit-langit dan atap rumah. Tak
hanya itu, tiba-tiba tubuhku juga melayang, seperti kunang-kunang, tak ada
gravitasi. “Ada apa ini?” </span><span style="font-family: verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Tapi segera kutampar-tampar pipiku, sebab aku yakin
ini hanya halusinasi.</span><br />
<span style="font-family: verdana, sans-serif; font-size: x-small;"><br /></span>
<span style="font-family: verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Sadar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Sambil terus melangkah menuju kamar mandi, aku
bertanya-tanya: “Ada apa dengan diriku? Apakah aku sedang jatuh cinta? Ini baru
hari pertama, apakah besok akan berbeda?”</span></div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-84006616903207478352016-05-21T11:28:00.004-07:002016-07-09T10:40:19.908-07:00GHOSOB<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhv3FZv5QbuFYJrRTuIGdT2lOAj6_Rfb5AIaTgaoLx6cQh1ujE8otGD3b1tX-sB1mZGYMbz9XyWEytRtC9J_D1QTrULGgLV9LASgJ1Bo96N84cnBUH_E4TuBOaR92sKaCEUXdARWkSCCrg/s1600/gembok-sandal.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhv3FZv5QbuFYJrRTuIGdT2lOAj6_Rfb5AIaTgaoLx6cQh1ujE8otGD3b1tX-sB1mZGYMbz9XyWEytRtC9J_D1QTrULGgLV9LASgJ1Bo96N84cnBUH_E4TuBOaR92sKaCEUXdARWkSCCrg/s320/gembok-sandal.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<br />
Entah berapa lama aku berada di rumah Ustadz Khoiruddin, terasa begitu panjang berada di dalam: sampai-sampai susah bernapas, dan tak nyaman. Ketidaknyamanan itu bukan disebabkan oleh hal-hal yang tidak baik, tapi bercengkrama dengan orang yang tak seimbang, yaitu keluarga yang begitu aku hormati: Ustadz, Nyai, dan kedua anaknya, Gus Amin dan Ning Izzah.<br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Ingin rasanya aku duduk di bawah, tapi dilarang. Keluarga guruku itu bersikeras, mempersilahkanku duduk di atas kursi ruang tamu. Aku dianggapnya seperti keluarga sendiri. Mereka sangat ramah.</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Ini bermula </span><i style="line-height: 19.3199996948242px;">ba’da isya’</i><span style="line-height: 19.3199996948242px;"> tadi, Ustadz memanggilku untuk datang ke </span><i style="line-height: 19.3199996948242px;">Ndalem</i><span style="line-height: 19.3199996948242px;">. “E, kamu,” sambil menunjukk ke arahku dari tempat pengimaman, tempat Ustadz duduk, selepas menunaikan salat bersama.</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Kula, Ustadz.” Aku maju ke hadapan beliau.</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Siapa nama kamu?”</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Jamaluddin, Usatadz.”</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Ya, ya... Jamaluddin.”</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Saya masih dengan wajah tertunduk di hadapan Ustadz Khoiruddin.</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Setelah ini, kamu ke rumah, ya? Tidak ada acara, kan?”</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Sendika dawuh, Ustadz.”</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Dan berada di sinilah aku sekarang. Di depan pintu Ndalem Ustadz Khoiruddin. Barusaja </span><i style="line-height: 19.3199996948242px;">handle</i><span style="line-height: 19.3199996948242px;"> pintu itu terlepas dari tangan, barusaja kututup pintu itu secara hati-hati dan perlahan, angin malam dan gerombolan debu-debu menghempas gamis putihku, surban dengan renik benang hitam yang tersampir di pundakku, juga kopyah-bulat pelapis rambut panjangku. Memang, pondok pesantrenku tergolong luas dengan beberapa bangunan beton dari depan hingga ke belakang</span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">—</span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">jika menurut urutan: pos penjagaan, kantin, asrama, tempat wudhu, gedung sekolah, kamar mandi, dan dapur; semua terbuat dari beton. Sedangkan sisanya, adalah tanah lapang dan jalan yang masih belum mendapat perlakuan dari teknik sipil. Secara geografis terletak di antara bukit kapur, dan tergolong daerah pesisir; tanah-tanah di pondok pesantrenku tak pernah terlihat basah. Setiap angin berhembus, maka debu berterbangan di udara. Kecuali tempat jemuran yang selalu basah, mungkin lebih tepatnya becek.</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Aku masih berdiri, menutup wajahku dengan surban, menunggu debu-debu itu reda.</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Selesai.</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Lalu aku berjalan meninggalkan Ndalem dengan cara membungkuk dan menjatuhkan tangan-kananku ke tanah, seakan sang guru sedang berada di hadapan. Ini adalah etika yang diajarkan pesantren kepada kami semua. Jika setiap ada guru, istri guru, anak guru—lewat di hadapan, kami semua harus berdiri mematung, memberi beliau jalan—sebagai bentuk rasa hormat. Begitu juga dengan rumahnya, kami juga harus tetap hormat. Dan itu pun, tidak boleh berjalan terlalu dekat dengan bangunan, harus dengan jarak.</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Beberapa langkah setelah melewati Ndalem dengan membungkuk, aku mulai jalan tegak, menuju asrama.</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Asrama di sini, ada dua: satu untuk asrama MAK, kepanjangan dari Madrasah Aliyah Keagamaan. Ada tiga tingkat, khusus untuk santri-santri berbakat. Yang kedua, MAU, Madrasah Aliyah Umum. Yaitu untuk santri yang berkeinginan bersekolah—seperti layaknya sekolah di luar pesantren. Bedanya, pelajaran agamanya lebih banyak. Asrama MAU ada lima tingkat. Tingkat satu, untuk asatid, pengajar. Lantai dua, kelas tiga. Lantai tiga, untuk kelas dua. Lantai empat, untuk kelas satu. Dan lantai paling atas, difungsikan sebagai </span><i style="line-height: 19.3199996948242px;">mushallah</i><span style="line-height: 19.3199996948242px;">. Aku santri MAU, dan asramaku berada di lantai tiga.</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“</span><i style="line-height: 19.3199996948242px;">Assalamualaikum...</i><span style="line-height: 19.3199996948242px;">” aku masuk ke kamar yang berukuran empat kali empat meter itu. Semua ukuran di setiap lantai, sama. Ada kamar berjajar lima belas jumlahnya untuk setiap lantai. Setiap kamar dipenuhi dengan lemari kayu dengan tinggi satu setengah meter, dan lebar satu meter. Lemari-lemari itu berdempet rapi yang terletak di sebelah kanan dan kiri. Tengah kosong, untuk santri beristirahat. Di ujung tembok paling belakang, untuk sampiran baju. Dan di belakang pintu, terletak rak sepatu yang juga terbuat dari kayu.</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“</span><i style="line-height: 19.3199996948242px;">Walaikum salam...</i><span style="line-height: 19.3199996948242px;">” jawab Bahrul.</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Kok sepi? Yang lain kemana, Rul?”</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Mungkin di atas.”</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Kamu mau ke mana?” tampak Bahrul hanya mengenakan kain sarung dan tanpa baju. Di samping tempat ia berdiri, ada ember dan tumpukan baju.</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Mau cuci baju. Malam ini, air sedang banyak-banyaknya.”</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“O, iya, Rul. Aku boleh pinjam gamis?”</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Bahrul hanya diam, tidak menjawab. Atau lebih tepatnya sedang berpikir keras.</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Dugaanku, ia sedang mengenang perlakuanku kepadanya. Seperti beberapa tahun lalu, ketika masih sama-sama santri baru. Di antara kami semua, teman sekamar, dialah satu-satunya yang tergolong santri berada: uang saku lebih banyak, baju-baju lebih bagus, dan dalam satu bulan ia bisa dijenguk oleh orang tuanya sebanyak dua sampai tiga kali. Kami? Satu bulan hanya sekali, kadang sampai dua bulan. Dia santri yang tak pernah mengalami bagaimana rasanya kekurangan.</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Walaupun demikian, tidak membuat ia menjadi seorang yang murah hati dan dermawan. Dia pelit. Maka dari situlah, Bahrul, yang namanya bentuk jamak dari kata </span><i style="line-height: 19.3199996948242px;">Bahr</i><span style="line-height: 19.3199996948242px;"> yang berarti laut, diubah oleh kami-kami dengan sebutan </span><i style="line-height: 19.3199996948242px;">bakhiil</i><span style="line-height: 19.3199996948242px;"> yang artinya pelit.</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Sebutan itu kami sematkan padanya, bukan tanpa alasan. Pernah suatukali Bahrul disambang (baca: dijenguk) oleh orang tuanya, seperti biasa, ia mendapat makanan macam-macam. Aneka rupa juga warna. Tapi tak seiris pun kami dibagi. Dan itu kejadian tidak hanya sekali. Begitu orang tuanya pulang, ia langsung meletakkan makanan-makanan itu dalam lemari. Dan tidak jarang, karena saking banyaknya, makanan itu kerap tidak termakan</span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">—</span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">hingga membusuk atau berjamur. Jika sudah demikian, dengan entengnya Bahrul membuangnya ke tempat sampah. Dan kami menyaksikan itu dengan jengkel dan haru. Iya sih, itu memang hak dia. Tapi kalau ujung-ujungnya dibuang, kenapa tidak dikasih ke temannya saja? Memang tidak ada aturan memberi jatah sambang ke teman, tapi—kan sayang kalau akhirnya dibuang? Sedangkan, kami-kami yang kekurangan ini, selalu membagi-bagi jatah makanan ke teman-teman yang lain. Termasuk Bahrul. Tapi tak pernah berbalas.</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Puncak kekesalanku dan tentu santri yang lain, akhirnya terbentuk kesepakatan untuk mengerjainya. Dua kali. Pertama, aku pernah menggoyang-goyangkan lemari Bahrul yang sedang terkunci: menjungkir-balikkan, atas ke bawah, ke samping, sampai kuputar-putar. Alhasil, makanan yang ada di dalam—bercampur jadi satu dengan sabun mandi, sabun cuci, dan baju. Dia marah, tapi tidak tahu kepada siapa.</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Kedua, aku pernah membobol kunci gemboknya dan mengambil uang Bahrul. Uang itu tak kunikamti sendiri, aku mengajak semua teman sekamar untuk makan-makan, termasuk Bahrul. “Tenang, aku yang bayar. Khusus untuk Bahrul, boleh tambah. Yang lain—jangan.” Kataku. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Aku mengatakan itu ketika kami sudah berada di warung. Bahrul girang, dan tentu saja nambah, <i>tandhuk</i>.</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Selesai, aku bayar makanannya. Kembalian uang dari resepsi makan-makan gelap itu, aku serahkan kepada Bahrul: “Lho, kok dikasih ke saya, Din?” tanyanya, agak sedikit bingung di antara perutnya yang kenyang.</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Itu uangmu, Rul. Tadi aku ambil di lemarimu. Terimakasih ya, Rul?!” Wajahnya merah. Aku memijit-mijit pundaknya, lalu disusul dengan ucapan terimakasih dari yang lain. Bahrul bersendawa.</span></div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Meskipun pernah dikerjai teman-temannya, Bahrul tak
kunjung berubah. Seperti kata pepatah: watuk masih bisa diobati, tapi watak
cuma sembuh dengan suntik mati. Maka selama dua tahun ini, dari kelas satu
hingga kelas dua, dia menjadi korban<span class="apple-converted-space"> </span></span><i style="line-height: 19.3199996948242px;">ghosob</i><span class="apple-converted-space" style="line-height: 19.3199996948242px;"> (ghosoba
– yahshobu), yaitu istilah untuk meminjam barang tapi tanpa seizin pemiliknya.
Itu sebab kelakuannya sendiri. Dari sampo, sabun cair, sendal, dan lain-lain.</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="background-color: transparent; line-height: 19.3199996948242px;">***</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Bahrul masih diam, mematung.</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Rul, boleh tidak aku pinjam gamismu?”</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Memangnya mau buat apa?”</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Besok sore, aku disuruh ngajar ke Pesantren Putri sama Ustadz Khoiruddin: menggantikan Ustadz Qosim yang sedang izin sakit. Ini kesempatanku untuk </span><i style="line-height: 19.3199996948242px;">mejeng</i><span style="line-height: 19.3199996948242px;"> di sana. Gamisku sudah kuning begini, tak elok buat kesempatan pertama yang begitu menggoda. Heh? Heh? Heh?” aku menaik-turunkan alisku. Semoga ia tahu, aku sedang mengancam.</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Begini, Din. Ini gamis, sejarahnya panjang. Intinya, aku dibelikan oleh bapakku ketika beliau pergi ke tanah suci. Aku akan meminjamkan kepadamu, dengan satu syarat?”</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Apa itu, Rul?”</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Kamu boleh pinjam hanya sehari. Setelah itu, kamu harus mencucinya ke binatu (baca: laundry). Gimana?”</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Mufakat!”</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Kami bersalaman, lalu Bahrul pergi dengan menenteng ember bajunya.</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“E, Rul. Kamu tidak bawa kastok (hanger)?”</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Ghosob saja di tempat jemuran.” Ia pergi, lalu hilang ketika menuruni anak tangga.</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Ya, ghosob adalah tradisi khusus </span><i style="line-height: 19.3199996948242px;">a la</i><span style="line-height: 19.3199996948242px;"> pesantren yang terkontruksi melalui proses sosial-kolektif para santri dari nilai-nilai kekeluargaan yang terbentuk secara alamiah karena beberapa persamaan: belajar besama, mengalami hal yang sama, tidur di tempat yang sama, mandi dengan keadaan air yang sama, makan dengan menu yang sama, dan lain-lain. Perasaan sama-rasa ini—kemudian mencapai klimas keintesifannya dengan terbentuknya rasa saling memiliki di kalangan para santri—yang didasari oleh </span><i style="line-height: 19.3199996948242px;">implus social genetics</i><span style="line-height: 19.3199996948242px;"> yang mengakar sebab perasaan rama rasa tadi. Nilai keintiman inilah yang membuat tradisi ghosob rantai berantai. Alasannya macam-macam: karena pernah menjadi korban ghosob dan ingin melakukan hal yang sama, ada juga yang beralasan sebab kenal dengan si pemilik-barang</span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">—</span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">jadi tak perlu izin, atau mengira itu adalah barang miliknya yang kemudian ia main pakai saja; pokoknya banyak sekali alasannya. Dari perilaku senior, diwariskan ke junior, lau diwariskan lagi ke generasi di bawahnya, dan terus dan terus. Maka jadilah tradisi ghosob yang berantai.</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Walaupun demikian, ghosob adalah hal yang wajar dan lumrah. Memang agak menjengkelkan, tapi bagi santri, ghosob adalah fenomena wajar-alamiah yang tidak pernah kami interupsi secara terbuka. Ya, paling cuma ndermimil di batin saja.</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Hmmm...</span></div>
<div style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
Hari
semakin larut, aku mencoba melupakan Bahrul dan gamisnya, materi pelajaran dan
para santri-santri putri, mataku sudah mengantuk dan ingin sekali tidur.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="background-color: transparent; line-height: 19.3199996948242px;">***</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Salat asar telah usai. Dari mushallah, aku turun menuju kamar: mempersiapkan kitab-kitab, dan tentu saja gamis putih milik Bahrul—yang dibeli bapaknya di tanah suci. Kain secemerlang itu, ditambah matahari yang kemuning, membuat ia menyorotkan warna keemasan. Wajahku yang tak seberapai ini pasti akan tampak lebih bersinar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Sebagai santri normal, tentu saja penampilan sangatlah penting. Kemampuan, tak usah dibahas. Buktinya aku diamanahi menjadi guru pengganti. Intinya, hari ini adalah momentum terbar pesona. Ditambah satu persoalan lagi, kesempatan ini kujadikan-alasan untuk ketemu Ning Nur, putri Kyai. Kebetulan hari ini ia juga mengajar di sebelah kelasku. Aku bisa menatap wajahnya lebih lama, jika nasib lagi mujur, bisa berbincang dengannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Hingga sore menjadi petang, tugasku selesai. Semua rencana lancar, santri putri kubuat tercengang. Mereka senang aku mengajar di kelasnya, mereka antusias dengan melemparkan banyak pertanyaan. Dan terutama, misi rahasiaku juga lancar: bertemu Ning Nur, memegang tangannya, dan membuat janji—bertemu keesokan harinya, di tempat yang sama.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Keluar dari kelas, aku menuju asrama. Pesanten putri, ada di seberang jalan. Di luar kawasan pesantren putra.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Gimana? Berhasil?” selidik Bahrul.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Ya, begitulah Rul. Namanya saja mengajar, buat amal di akhirat nanti.” Dia tidak boleh tahu, bagaimana suasana hatiku saat ini. Seperti seluruh hamparan tanah pesantren ini, ditaburi bunga-bunga.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="font-family: "helvetica" , sans-serif; font-size: 10.5pt; line-height: 13.1pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="font-family: "helvetica" , sans-serif; font-size: 10.5pt; line-height: 13.1pt;">“Jangan lupa, Din, bersihkan gamis itu ke binatu. Jangan dicuci sendiri.
Tidak bersih.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="font-family: "helvetica" , sans-serif; font-size: 10.5pt; line-height: 13.1pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="font-family: "helvetica" , sans-serif; font-size: 10.5pt; line-height: 13.1pt;">“Hmmm...” jawabku malas. Memakai jasa binatu itu perlu uang, Rul, dan
sekarang adalah tengah bulan. Uangku menipis, tak mungkin menuruti
permintaanmu. Aku akan cuci sendiri gamis itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-size: 14px;">
<span style="background-color: transparent; line-height: 19.3199996948242px;">***</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Hari sudah malam, selepas mengajar, aku langsung beraktifitas seperti biasa: membaca kitab, mengaji, salat jamaah, dan sebagainya. Mataku terasa lelah, selepas subuh tadi, aku belum tidur lagi. Mau mandi, menghilangkan keringat di badan, tapi air sudah mati. Air habis, digunakan santri yang jumlahnya ratusan itu. Memang tidak habis sih, sisa sedikit, tapi sudah berwarna putih. Mungkin tercampur dengan sisa sabun para santri yang ratusan itu. Jika aku nekat mandi, air itu akan menyebabkan masalah kulit, dan tentu saja gatal gatal. Tapi untung saja tadi pagi, air sedang banyak-banyaknya. Mencuci gamis milik Bahrul perlu perlakuan khusus, ia harus dibilas dengan air yang banyak. Dengan langkah gontai, badan lengket, dan sedikit malas, aku menuju asrama.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">“</span><i style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Assalamualaikum...</i><span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">”</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Bahrul tidak menjawab. Mukanya sedih, menabrak-nabarak lemarinya dengan tubuh bagian belakang. Ia tampak kesal.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">“Ada apa, Rul?”</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Dia tetap diam, terpancar aura kekesalannya, dan menabrak-nabarak lemari dengan bagian belakang tubuhnya. Kali ini tampak lebih keras.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Perasaanku jadi tak enak.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">O, mungkin ini perkara gamis. Aku baru ingat, belum mengambilnya di jemuran. Mungkin dia sudah tahu aku tidak mencucinya di binatu. </span><i style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Mak sranthal</i><span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"> aku lari, menuruni anak tangga. Lari lagi melewati kamar mandi, menuju tempat jemuran yang terletak di bagian paling belakang bangunan asrama.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Sampai, aku menuju tempat gamis itu kuletakkan. Tidak ada. Agak setengah panik, aku periksa satu per-satu seluruh pakaian yang bertengger di tali. Tidak ada juga. Aku makin panik. Mungkin ini yang menyebabkan Bahrul marah kepadaku. Maka aku cari lagi gamis yang berasal dari tanah suci itu. Tapi, walau semua bagian sudah kuperikasa, tetap tidak ada.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Celaka!!!</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Aku setengah putus asa, kusandarkan tubuhku di tiang jemuran—sambil mata yang terus menggerayangi keadaan sekitar. A, celaka duabelas. Aku akan kena marah Bahrul. Kalau begini jadinya, lebih baik kubawa gamis itu ke binatu. Berapa uang untuk bisa mengganti gamis dari tanah suci itu? Gamis milikku yang berwarna kekuningan ini, tidak akan mampu mengganti walau berjumlah sepuluh lembar</span><span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">—</span><span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">untuk ditukar dengan milik Bahrul. Selain mahal, mungkin gamis itu juga penuh dengan kenangan. Aku masih ingat kata-katanya: “Din, ini gamis sejarahnya panjang. Intinya, aku dibelikan oleh bapakku ketika beliau pergi ke tanah suci.”</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Aduh, celaka!</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Aku sudah putus asa, betul-betul putus asa. Dengan bantuan lampu, kini mataku mencari sesuatu di bawah, di tanah. Saat itulah aku mendapati sebuah kain putih yang bercampur dengan lumpur. Aku buru-buru mendekatinya.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Persis!</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Itu adalah sebuah gamis. Lalu aku memeriksanya dengan seksama, di setiap bagian kain. Ketemu. Di leher bagian dalam, tertulis sebuah nama: Bahrul, dalam bahasa Arab.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">A, celaka!!! Celaka!!!</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Kenapa gamis ini bisa terjatuh? Padahal aku menjemurnya dengan </span><i style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">hanger</i><span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">? Di mana </span><i style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">hanger</i><span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">-nya? Pasti ada yang ghosob. Ya, pasti ada yang ghosob! Tapi, apa mau Bahrul menerima alasanku, dengan mengkambing hitamkan si tukang ghosob yang tak tahu siapa itu? A, pasti Bahrul tidak akan menerima alasanku. Sebab akulah yang meminjamnya. Dan akulah yang harus bertanggung jawab atas nasib gamis itu.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Dengan </span><i style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">gemrutus</i><span style="font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"> keringat dingin, aku bawa gamis itu ke kamar mandi. Aku mencucinya lagi. Sial, air sedang tidak ada. Jumlah air hanya sedikit. Lalu aku menuju kantin, membeli sabun cuci: dua diterjen, dan pemutih. Lunas transaksiku di kantin, aku menuju ke kamar mandi lagi. mencuci gamis itu dengan air seadanya.</span></div>
</div>
<div style="background-color: white; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Lebih-kurang satu jam aku mencuci dan merendamnya, gamis itu tetap tidak putih sempurna. Aku peras gamis itu dengan perasaan kecewa, lalu membawanya ke tiang jemuran. Aku masih kesal, lalu kuambil semua baju yang bertengger di tali jemuran itu. Aku ambil </span><i style="line-height: 19.3199996948242px;">hanger</i><span style="line-height: 19.3199996948242px;">-nya, lalu aku patahkan semua. Baju-baju itu aku buang ke tanah, lalu aku injak hingga kotor semua. Semuanya!</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Memang, membuang semua baju-baju tak bersalah itu—ke tanah, tidak akan dapat mengganti kerugianku. Bahrul tidak hanya marah, dia pasti akan memintaiku sejumlah uang. Itupun kalau dia mau. Tapi kalau meminta lebih? Darimana aku dapat menggantinya?</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Dengan perasaan berat, dan marah, aku menuju kamar. Aku sudah siap dimarahi Bahrul. Nasibku sekarang ada di tangannya.</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Aku masuk ke kamar, tampak Bahrul masih terlihat geram: kali ini menggoyang-goyang lemari semakin keras, masih dengan tubuh bagian belakangnya.</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Rul...”</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Dia tetap tidak menjawab.</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Rul, kamu kenapa?”</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span>
<br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "helvetica" , sans-serif; font-size: 10.5pt; line-height: 115%;">“Ini, Din, pantatku gatal.”</span><span style="font-family: "helvetica" , "sans-serif"; font-size: 10.5pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-78431988681188352062016-05-18T20:59:00.003-07:002016-05-18T21:00:05.932-07:00WAKTU ITU (Ara, Terataiku... Bag. V)<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWSNqP5Qdd_NxK5Q4WOr-xwfmqkxAj5x6XppqJkq-zUpNAC17MRkllX4CNWKHpyMtDih8Lk_o_jTYp2QnkDQa8nP9hI9Pcb8GC3MijJyYQOoRjOYtrnkcjpjvSBvWyG83l-6dARU9Xo1A/s1600/12088195_1490114771290125_4728922555890460015_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWSNqP5Qdd_NxK5Q4WOr-xwfmqkxAj5x6XppqJkq-zUpNAC17MRkllX4CNWKHpyMtDih8Lk_o_jTYp2QnkDQa8nP9hI9Pcb8GC3MijJyYQOoRjOYtrnkcjpjvSBvWyG83l-6dARU9Xo1A/s320/12088195_1490114771290125_4728922555890460015_n.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Aku memesan tiket pesawat pada jadwal jam keberangkatan paling akhir, dari Tenggarong menuju Balikpapan membutuhkan waktu hampir setengah hari. Sedangkan aku harus mampir Samarinda terlebih dahulu, mengikuti serangkaian jam makan siang dengan beberapa Anggota Dewan, Asosiasi Kontraktor dan utusan dari Kepala Dinas. Hari ini aku harus kembali ke Jakarta.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Semua barang su<span class="text_exposed_show" style="display: inline;">dah masuk ke dalam tas. Aku membawa dua: satu untuk laptop, dua untuk baju-baju. Dan semua sudah siap untuk diangkut. Aku telah menunggu taksi di lobi hotel. Taksi plat hitam, mobil pribadi yang digunakan untuk usaha angkutan. Tak lama aku menikmati suasana tenang pagi hari</span>—dengan lantunan musik yang begitu lambat, telponku berbunyi: “<i>Piyan yang mesan taksikah?</i> <i>Ulun sudah di depan.</i>” </span></div>
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Baik, tunggu sebentar.”</div>
</span><span class="text_exposed_show" style="background-color: white; display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><br /></span></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Aku berjalan dengan tas di punggung, dan lainnya aku tarik dengan langkah yang begitu malas menuju pintu kaca yang bisa terbuka dan tertutup sendiri.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
<i>Blek.</i></div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Kemudian, mobil melaju dengan kecepatan penuh melewati Jembatan Mahakam—yang tampak di sebelah kiriku: sebuah patung makhluk mitologis yang sedang <i>ndemprok</i> di atas bangunan beton berbentuk persegi panjang. Makhluk itu di kenal dengan nama 'Lembuswana'. Aku melihat matanya—seperti memandang ke arahku dengan penuh rasa curiga: “apa yang hendak kau perbuat kepadaku di Samarinda?” Kemudian makhluk itu hilang di antara atap-atap jerami.</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
***</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Suasana klise siang itu bertabur kata: <i>ding-sanak</i>, <i>dinda</i>, dan <i>kanda, </i>sebuah kata untuk menunjukkan sikap persaudaraan. Tapi ia berubah menjadi tegas dan orang lain, ketika pembicaraan memasuki pembahasan angka dalam bentuk persen.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Oke,” saya menyela, “begini saja. Kita lanjutkan pembahasan ini di Jakarta”. Aku menutup pembicaraan, kemudian pamit undur-diri sebab khawatir ketinggalan pesawat.</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
***</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Bandara Sepinggan penuh sesak. Hatiku masih saja resah memikirkan Ara, dan pesan singkatnya: “Kamu tidak mencintaiku. Kamu mencintai pekerjaanmu. Kita akhiri saja hubungan kita. Aku sudah bersama orang lain, Jambul, tetanggaku. Kamu pernah bertemu dengannya, kan?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ara, hanya aku rasa sangat mencintaimu saat ini.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ya, aku tahu itu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Tidak, kamu tidak tahu betapanya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Oh, mawarku, sudahlah...”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika deru mesin pesawat menyala, dan pramugari-pramugari berseragam merah itu memeragakan bagaimana cara memasang sabuk pengaman, kantuk telah membawaku tidur, membawa pada istirahat yang lelap.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Sampai pada akhrinya...</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Guncangan terasa mengaduk-aduk kepalaku. Lampu menyala, dan lamat-lamat pengeras suara menerangkan bahwa kami telah mendarat di bandara Soekarno-Hatta. Mesin belum sempurna berhenti, para penumpang berdiri, berebut menuju pintu keluar. Aku diam, tetap duduk di kursi paling depan. Hingga tak terasa ruang-pesawat telah hening, dan aku masih sepi memandang foto-foto dalam ponselku. Lalu suara lembut menyadarkanku:</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Pak, sudah sampai.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Oh, maaf. Sudah sampai, ya?</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Iya, Pak.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Kamu mau mengantarkan saya pulang? Saya takut pulang sendiri malam hari begini.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Dia kaget, namun tetap tenang di wajahnya yang memerah: “Bapak mungkin sedang marah?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Marah? Tidak, biasa saja.” Aku mengambil kartu namuku dari dompet—yang aku selipkan di saku celana sebelah kiri, lalu menyerahkannya: “Ini, barangkali kamu ingin tahu—saya sedang marah atau tidak.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Pramugari cantik itu celingak-celinguk, lalu mengambil kertas yang aku sodorkan ke arahnya.</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
***</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Awalnya, aku berencana naik bus-Damri untuk menuju Baranangsiang. Tapi jam segini, bus-bus sudah pulang ke kandangnya masing-masing. Aku memesan taksi berwarna biru, menuju Bogor.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Selamat malam, pak. Mau kemana?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Baranangsiang.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Baik, Pak.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Badanku berlalu, menjauh dari lengangnya bandara. Diiringi laju angka-angka digital yang menyala merah, yang terus bergerak setiap aku melewati pohon-pohon, tiang-tiang listrik yang menyiratkan cahaya kuning di sepanjang jalan.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Sepinya ruang aspal dari Jakarta menuju Bogor, tak begitu lama telah sampai taksi mengantarku di tempat tujuan. Taksi meninggalkanku tak beberapa lama. Aku berjalan, menuju pakiran mobil yang telah kutitipkan satu minggu lebih lamanya. Sambil menyalakan rokok yang tinggal beberapa batang saja, aku memanaskan mobil sambil menyalakan lagu: <i>Father and son, </i>dinyanyikan oleh Yusuf Islam (Cat Steven) dan Ronan Keating.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gitar melantun, aku menikmati dengan memejam dan menggoyang-goyang kepala. Dan tentu ingin menyanyikannya.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<i><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
It’s not time to make a change</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Just relax, take it easy</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
You’re still young that’s your fault</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
There’s so much you have to know</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Find a girl, settle down</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
If you want, you can marry</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Look at me, I am old but I’m happy</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
...</div>
</span></i><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Aku majukan porsneleng gigi satu, menekan tombol pada handrem—lalu menginjak gas perlahan hingga sampai jalan besar. Ban mobilku menginjak aspal, aku menancap gas kencang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bogor sudah malam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suasana seperti ini, aku tak ingin langsung pulang. Lagu ini, mengingatkanku pada suatu tempat: Pondok Nirwana, sebuah restoran. Ada karaoke room, billiard, pub, dan di belakang halamannya terdapat hotel-hotel melati. Terletak di Jalan Baru, sampingnya—bertetangga dengan Yogya Supermarket.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Hingga di tempat parkir, aku di sapa oleh laki-laki yang wajahnya sudah tak asing olehku.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Bos, lama ga kelihatan?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Iya, baru pulang.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Cewek, bos?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Tidak, minum saja.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Setelah aku tutup pintu mobil dan menguncinya, laki-laki itu memanduku ke tempat yang aku maksudkan. Kunci mobil aku letakkan di atas meja, lalu kuangkat tangankuku dan kunyalakan korek api: “Mas, Jack Daniels.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Satu gelas cairan itu telah mendarat di tenggorokan, beberapa tetesnya, merasuk di batinku. Yang kedua. Yang ketiga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Mau di temani?” suara seorang perempuan yang tak begitu jelas wajahnya, sepertinya berusia setengah baya. Mataku sudah begitu kabur melihat benda-benda di sekitar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Tidak usah, terimakasih.” Aku menolaknya dengan kalimat sekenanya. “Mas, tolong kasih Mbak ini Tequila”. Dan aku tak memperhatikan perempuan itu lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada gelas yang kelima.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Rasanya sudah sangat pusing, mual. Aku membayar sejumlah uang kepada bartender. Lalu memintanya memanggil laki-laki yang ada di parkiran tadi untuk memesankanku taksi. Tak begitu lama, laki-laki yang kumaksud setengah membopongku ke dalam taksi. Lalu, aku sudah tak tahu apa yang terjadi. Hanya ketika mobil terguncang-guncang karena struktur jalan yang buruk, aku setengah terbangun dan merasa mual dan pusing.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Taksi berhenti, dan sang sopir membantuku membukakan pintu pagar. Lalu ia pamit, kemudian pergi.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Dalam keadaan setengah sadar, antara pagar dan beranda, harusnya hanya berjarak tiga meter saja. Tapi, rasanya sangat jauh aku menuju ke sana. Sambil melangkah, aku mencoba mengingat-ingat letak kunci pintu utama—kusimpan. Tidak ketemu. Setengah putus asa, aku raih handel pintu ke atas dan ke bawah. Tentu saja terkunci. Putus asa, kuintip ke dalam rumah melalui kaca jendela. Dihalangi gordyn berumbai renda-renda, sekilas aku melihat laki-laki tidur di kursi ruang tamuku. Merasa ada orang asing masuk ke dalam rumah, aku gedor kaca jendela:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“He, siapa itu? Buka pintunya, buka!”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tiba-tiba pintu terbuka, dengan sempoyongan aku menuju letak orang asing yang sedang rebahan di dalam rumahku. Dan anehnya, tidak ada siapa-siapa.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Mungkin aku sedang berhalusinasi, efek minuman. Karena mata terasa berat, aku merebahkan tubuh di kursi—tepat di mana—aku melihat laki-laki tadi. Rasanya baru <i>sak ler</i> aku memejamkan mata, kemudian aku terkejut melihat sesosok laki-laki yang sedang mengintip-intip ke dalam rumahku dari kaca jendela. Siluet bentuk kepalanya, seperti aku mengenalnya. Dan hatiku berdegub keras, ketika laki-laki asing yang ada di sebalik kaca jendela itu menggedor-gedor kaca jendela—ingin memaksa masuk: “He, siapa itu? Buka pintunya, buka!” Katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam keadaan seperti ini, tentu saja aku tak akan berdaya melawannya. Tiba-tiba, entah kenapa pintu itu terbuka. Lalu laki-laki itu masuk, semakin dekat dan aku seperti mengenalnya. Ketika tangan yang ia arahkan ke wajahku semakin dekat, pemilik tangan itu memiliki wajah sepertiku. Semua sama, sampai ke baju-bajunya. Dalam suasana ketakutan, aku tak dapat berbuat apa-apa. Dan ketika tangannya berhasil menyentuh pipiku, semuanya menjadi gelap.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Bang, bangun, bang. Bangun...” Suara perempuan menampar-nampar pipiku, halus.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Setengah sadar, aku membuka mata yang masih tampak begitu samar. Aku melihatnya, tak begitu jelas, rasa-rasanya seperti perempuan yang aku temui di bar tadi. Lalu ia membopongku dari beranda, menuju kamar tidur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia merebahkanku di kasur. Melucuti satu persatu bajuku. Terdengar napasnya berdesakan berebut keluar, lewat hidungnya, dan sedang menindihku. Aku mencoba dengan keras menolak, dan memperhatikan wajahnya, tapi gagal. Yang kuingat hanya tubuhnya yang putih, mulus dan padat. Rambutnya yang hitam, tergerai acak-acakan. Ia mengerang-erang. Bergerak-gerak di atas tubuhku dengan tak beraturan. Hingga ia berteriak, bersamaan dengan sesuatu yang megah yang kurasakan.</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
***</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Waktu itu hari minggu. Aku sedang memandikan mobilku di depan garasi. Tiba-tiba, seorang perempuan menelponku, sebuat saja dia pacarku—yang kukenal hanya beberapa minggu yang lalu. Ia seorang pramugari.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Dengan sesenggukan ia mengabarkan, bahwa bapak tercinta telah meninggal dunia. Ia memintaku untuk datang ke rumahnya. Setelah menyiram seluruh tubuh mobil, merontokkan buih-buih sabun, aku mandi dan menancap gas ke rumah pacarku.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Hanya berjarak tiga puluh menit dari tempat tinggalku, aku telah sampai di rumah yang sedang di rundung duka itu. Seluruh manusia tampak menunduk dan diam dengan baju yang hampir seluruhnya sama: hitam. Di antara kerumunan, aku mencari-cari wajah yang aku kenal. Ketemu. Dia sedang membaca doa, di dekat jasad yang telah terbujur kaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mendekatinya, menyentuh pundaknya, lalu kuusap kepala berkerudung hitam itu: “Yang sabar, ya?!”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia menoleh, memelukku dan histeris. “Sudah, sabar... biar bapakmu tenang di sana. Do’akan beliau. Kalau tangismu kau rasa cukup, do’akan beliau.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia bangkit dari dadaku, lalu mengusap matanya. Melihat ke arah mataku: “Tolong tenangkan ibu, beliau sepertinya sangat terpukul. Daritadi tidak berhenti menangis.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ibu di mana?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Di belakang, di pendopo.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Untuk meringankan beban, tanpa berpikir panjang, aku langsung menuju ke belakang. Menemuinya, lalu mencium tangannya.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Bu, saya ikut berbelasungkawa.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Terimakasih ya, nak.” Sambil terus menangis.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Aku meraih tangannya, kuletakkan di lututku yang duduk berdekatan dengan ibu kekasihku. “Ibu, sudah ya? Kasihan bapak. Biarkan beliau istirahat, tenang. Kasihan juga putri ibu, Natasya, kebingunagn melihat ibu seperti ini.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Ibu telah berdosa kepada bapak, nak.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Aku hanya diam, menatap lantai dan meja.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Anak janji, ya—tidak akan cerita kepada siapapun? Karena ini beban-berat buat ibu!”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Kalau ibu percaya kepada saya, saya akan memegang itu, bu.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Dosa itu adalah... Ketika suatu hari, suamiku bertugas di luar pulau, dan sudah beberapa bulan tidak pulang. Aku manusia normal, yang bingung mau kemana dan berbuat apa. Lalu aku pergi ke suatu bar yang ada di Jalan Baru. Pondok Nirwana. Di situ aku berniat mabuk, menghilangkan stres. Tapi, seorang muda mentraktirku dengan minuman. Pemuda itu tak begitu memperhatikanku, lalu pergi dalam keadaan mabuk. Tapi ia telah meninggalkan kunci mobilnya di meja. Aku mengejarnya, dengan mobilnya. Sesampainya di sana, kudapati pemuda itu tertidur di teras rumahnya sendiri. Kuangkat dia, masuk ke kamar tidurnya. Entah apa yang merasukiku waktu itu. Aku sangat mabuk, dan melucuti seluruh pakaiannya. Aku gemetar dan rasa hangat yang menggelisahkan menyergapku. Sebagai sebuah dendam yang ingin dibalaskan. Aku bingung, berdiri di muka pintu, dan ingin meninggalkannya. Tapi, aku malah ragu-ragu ingin membuka pintu kamarnya untuk keluar. Darahku memukul-mukul dan menggoda bagian bawah badanku. Pemuda itu menggeliat. Karena debaran jantungkah, atau napasku, pemuda itu sangat gelisah. Ia mencoba melawan, dan membuatku ragu setiap kali membukakan pintuku. Tiba-tiba seakan kekuatan datang dalam tubuhku. Laki-laki itu aku tatap, bau parfum yang gairah, dan aku menjatuhkan tubuhku pada lelaki itu.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Ha? Berarti waktu itu?” Reflek mulutku mengeluarkan kata-kata itu, untunglah hanya pelan, dan mungkin cuma aku yang mendengarnya.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Tolong ya, nak. Jangan cerita siapa-siapa?” Kepalanya menunduk, melihat lantai.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Iya, bu. Saya tidak akan cerita pada siapapun. Mudah-mudahan ibu sudah agak tenang. Mari ke depan, temui tamu-tamu yang datang.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Beliau beranjak, aku tuntun hingga di depan jasad suaminya.</div>
</span></span>Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-75990065338374650012016-05-17T11:17:00.000-07:002016-05-17T11:17:01.712-07:00LEWAT PINTU BELAKANG (Ara, Terataiku... Bag. IV)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5HmNU3p2co29oxYIvcQsEijj8GTMExxJF7P9M1RzvHFhBPVbFJ_rhWPeWlBLWuTBhAnpni18S3DOTbTyILfrVjWy7ShUte1fQHYbwAYDMJF0Q0iffZ59-ps0OSQ8uawcGNyuLjW78g_g/s1600/12141510_1488564714778464_6361803943068354054_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5HmNU3p2co29oxYIvcQsEijj8GTMExxJF7P9M1RzvHFhBPVbFJ_rhWPeWlBLWuTBhAnpni18S3DOTbTyILfrVjWy7ShUte1fQHYbwAYDMJF0Q0iffZ59-ps0OSQ8uawcGNyuLjW78g_g/s320/12141510_1488564714778464_6361803943068354054_n.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Konon, tiga puluh adalah usia rawan bagi kebanyakan laki-laki. Mungkin tidak semua, tapi tidak sedikit yang mendapat kesempatan mengalaminya. Seakan gravitasi menarik kuat-kuat, kepada setiap lelaki yang bertebaran, berterbangan di atas mimpi-mimpinya.</span></span></div>
<span aria-live="polite" class="fbPhotosPhotoCaption" data-ft="{"tn":"K"}" id="fbPhotoSnowliftCaption" style="background-color: white; display: inline; outline: none; width: auto;" tabindex="0"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #1d2129; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><br /></span></div>
<span class="hasCaption"><div style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Dug!</span><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> </span></div>
<div class="text_exposed_root text_exposed" id="id_573b51bb897c42052155253" style="display: inline;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #1d2129; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><div style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: justify;">
Namaku Jambul, yang kini telah menjadi sampah. Tapi, pusparagam nasib membuatku memiliki citarasa-tua yang begitu arif. Dan engkau boleh memetiknya sesukamu, sepuasmu.</div>
<span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><br /></span></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Aku, laki-laki semrawut yang hanya ingin bersembunyi di sebalik lemari, bersama dengan barang-barang usang, karatan, juga debu-debu dan kerikil batu. Diam-diam, agar tak seorangpun menyapa, dan tak seorangpun mengenalnya. Hingga hari-hari akan menjadi kemalasan yang mempunyai alasan.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
<i>Nuruti lampahing suku, renteging budi, anut satataning panembah</i>. Ah, itu kan cuma teori. Begitu berat melakoninya. Menjalani kehidupan ini, kadang-kadang terasa seperti sedang menyusuri jalan-makadam di sepanjang perjalanan. Kaki seliat apa, yang kuat terus-terusan merasakan perihnya tanpa alas kaki? Atau, entahlah. Bukan itu saja satu-satunya hal yang membuatku kesepian. Sejenis perasaan tak terjelaskan, semacam kehilangan atau perjalanan jauh yang tak akan sampai.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Hmmm...</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Sampai pada akhirnya kamu datang, sebuah jalan aspal dengan tikungan yang sangat lembut untuk menghantarkanku pada suatu pemberhentian yang teduh dan rindang. Sungguh kebahagiaan yang terlambat datangnya.</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
***</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Beberapa bulan ini aku sudah tak berhubungan dengan pacarku, sekadar sms pun—tidak. Belum putus, apa inti persoalannya tidak begitu jelas. Aku belum sepenuhnya mengerti kenapa perempuan yang sudah ku pacari selama dua tahun setengah ini, bisa bersikap demikian kepadaku. Setahuku, kita baik-baik saja, tidak ada peristiwa pertengkarang apapun yang pada akhirnya membuat dia tak ingin aku hubungi.</div>
</span></span></span><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Perubahan sikapnya selama ini, membuatku ingin mencari tahu—di sela kesempitan kegiatanku.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Selepas menunaikan rutinitas, aku menyempatkan diri—mampir ke sebuah warung depan kantornya. Memesan segelas kopi, sambil diaduk, mataku mulai menyelidik. Memperhatikan satu per-satu orang yang keluar-masuk pintu utama kantor berlantai enam itu.</div>
</span></span></span><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Tak lama berselang, aku menemukan apa yang kucari. Perempuan padat-semampai, rambut hitam tergerai, masuk sebuah mobil—persis di sebelah sopir laki-laki yang agak setengah baya. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Sore itu tiba-tiba hangat, sebuah kenyataan pahit—sehitam kopi. Lalu aku menancap gas, mengendarai motorku buru-buru agar sampai rumah dengan segera.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Ya, sore ini rasanya lengket sekali. Penat.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Kira-kira sudah lima menit-an aku duduk di ambang pintu—menikmati barang sebatang-dua batang kretek, sambil mengeringkan badan dari keringat-keringat. Ketika terasa cukup, aku menarik handuk yang tergantung di atas jemuran-kecil berbahan logam yang berada di samping kamar mandiku. Aku putar kran air, dan menyiramkannya dengan tergesa ke seluruh badan.</div>
</span></span></span><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Semenjak perubahan sikap pacarku, aku jadi punya kebiasaan baru yang telah kujalankan cukup lama. Berdiam diri ketika senja di atap rumah, hingga langit berubah warna. Hal ini yang membantuku dari kebosanan, setidaknya membantuku secara psikologis dari berbagai macam penyesalan. Agar mendapat nuansa spiritual, aku menyebutnya sebagai ritual.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Khawatir tertinggal oleh senja, aku tak ingin berlama-lama berada di kamar mandi. Aku tutup kran, lalu keluar dari tempat basah itu.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Setelah mengeringkan sekujur badan dari air-air, merapikan rambut, dan tentu saja ganti baju—agar terasa sedikit lebih segar. Lalu, menyiapkan tangga bambu untuk naik ke atap rumah.</div>
</span></span></span><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Di atas sini, bersama jajaran genteng tanah liat berbaris-baris rapi, angin terasa melambat.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Awalnya, sepanjang hamparan langit berlatar jingga, lalu memandangi hari yang sesegera menjadi petang. Suasana menjadi temaram, seakan telah siap menghantarkan harapan-harapan. Warna hitam malam, warna hitam langit, warna hitam pepohonan. Tampak dari sini: lampu-lampu rumah berkedip sebesar kunang-kunang.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Lalu, entahlah... sesuatu yang dingin merambatiku, seperti percikan air yang menempel di setiap jengkal kulit ari. Kemudian disusul kicau burung dengan nada yang menakjubkan riangnya. Rupanya, langit telah berganti sumber cahaya. Aku masih saja diam dalam bujur, sementara pagi terus saja berlalu. Kabut menjauh, pergi pada matahari. Alangkah malunya tertidur dipengetahuan nasib yang sama. Suara kokok ayam makin menerangkan mataku, membangunkanku di sebuah hari yang selalu takut kujumpai.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Bukankah ini hari minggu?” tanyaku dalam diri. “Berarti tak ada hal yang perlu aku buru-burukan.”</div>
</span></span></span><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Aku munuruni anak tangga perlahan. Jubin terasa lembab di bawah kulit kakiku, walau sedikit malas, aku mengangkat tangga bambu itu—menyandarkannya di tembok secara vertikal, kembali ke letaknya semula.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Agak sedikit gerah di bawah sini, atau sebab rambutku yang sudah makin memanjang. Aku mengusap-usap bagian atas bibirku yang terasa ditumbuhi rambut yang tak keruan, juga jenggot yang tak seberapa tebalnya.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Lalu, lamat-lamat terdengar suara perempuan dari arah luar: “<i>kulanuwun... kulanuwun... kulanuwun...</i>”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Segera aku bergegas menuju pintu depan, membukanya dan mengarahkan pandanganku ke arah pagar yang letaknya sejajar—segaris lurus, denga mataku: rupanya jajaran besi putih rumahku itu, sudah tampak terbuka. Mungkin aku lupa menguncinya, kemarin.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Mas...” suara perempuan menyapa.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Aku menjadi sibuk mencari asal suara itu di antara kehijauan yang rimbun dan perdu di halaman, hingga akhirnya aku melihat seorang perempuan berbaju putih berdiri, menyembul di tengah-tengah bunga. Sungguh warna yang amat kontras. Apalagi dalam cahaya matahari, warna putih tampak kemilauan. “Perempuanan bercahaya, siapa lagi kalau bukan bidadari?” batinku.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Entah berapa lama aku terpatung, lalu dengan gugup bertanya pada perempuan di hadapanku untuk membuyarkan ke-kikuk-an: “Maaf, anda siapa ya?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Saya Ara, tetangga <i>Njenengan</i>. Rumah saya, di pojok sebelah sana”.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“O, saya kira bidadari.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Maaf?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Sorry... sorry... saya baru saja bangun tidur, jadi agak tidak bener. O, ya. Ada keperluan apa datang kemari?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Ini ada nasi kotak buat <i>Njenengan</i>”.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Lho, ada acara apa ini—kok bagi-bagi nasi kotak segala?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Semalam adalah tujuh hari bapak saya, undangan sudah di umumkan melalui pengeras suara mushollah. Tapi saya lihat, semalam <i>Njenengan</i> tidak datang”.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Maaf, semalam saya ketiduran. Mungkin karena lelah, maaf ya?!”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Tidak apa-apa, mas. Ya sudah, saya pamit dulu.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Kami bertatapan, sebentar. Dan pada sepasang mata anggrek bulan dengan taburan alis nanggal sepisan; senyum itu masih tertinggal di sudut mataku. Seolah abadi sebeku lukisan. Ketika pikiran itu terlintas, bersamaan Ara berlalu melewatiku, melewati hamparan hijau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tak begitu lama, seorang lelaki yang semerbak kesturi menjemputnya, meraih tangan kirinya dan menatapnya dengan berhiaskan senyuman. Tampak dari tempatku berdiri, mereka bahagia sekali. Sedangkan aku, hanya terdiam: karena hanya kepada perempuan seperti Ara, aku berhak untuk gemetar. Aku masih saja belum percaya, kupukul pipi kanan-kiriku untuk memastikan: hanya bidadarilah yang dengan mudah datang dan menghilang dalam rumput.</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
***</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Aku melajukan motor tuaku, hanya benda ini yang tertinggal setelah perusahaanku bangkrut. Aku buru-buru menuju ke sebuah warung seberang kantor berlantai enam, setelah sampai, aku matikan mesin lalu duduk sambil berucap kepada empunya: “mas, biasa!”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Sambil memperhatikan gerak-gerik manusia di sebuah pintu, suara pemilik warung menghamburkan konsentrasiku: “Pacarnya ya, mas?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Aku tak menjawab.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Dia selalu pulang bareng managernya, setiap hari, setiap sore.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Suara asing yang tak pernah kuharapkan kedatangannya ini, telah berhasil memprovokasiku. Sesaat setelah perempuan yang kumaksud memasuki sebuah mobil dengan sopir setengah bayanya, membuatku tergerak untuk membuntutinya.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Mobil yang sedang menjadi targetku—menghentikan lajunya di sebuah rumah makan. Setelah parkir, kedua orang yang kukenal turun dari situ. Bergandengan tangan menuju sebuah meja dengan kursi untuk dua orang.</div>
</span></span></span><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Dari parkiran, aku menelepon pacarku: “kamu dimana?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Kantorlah!”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Belum pulang?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Ya belumlah. Ngapain sih nanya-nanya? Ga percaya?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tut... tut... tut... tut... ia menutup telponnya.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Dengan langkah yang hati-hati, aku menuju tempat duduk dua orang yang sudah ku buntuti sejak tadi. Berdua sedang suap-suapan, hingga tak sadar bahwa aku sudah berada dekat dengan tempat duduknya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Tang</i>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebuah garpu jatuh menimpa piring berbahan kaca. Mereka berdua tampak panik dengan keberadaanku.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Aku tersenyum: “Perempuan memang seperti monyet, dia tidak akan melepaskan ranting yang sudah ia genggam, sebelum berhasil menggenggam ranting lain yang ada di depannya.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Si perempuan diam, menunduk.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi laki-laki itu, Kus, salah seorang partnerku, mencoba untuk menjelaskan sesuatu: “Mbul, tenang. Kamu jangan salah paham. Maksudku...” sebelum tuantas ia dengan kata-kata, aku memberinya kode: meletakkan telunjuk jariku, tepat di depan bibir. Aku menyuruhnya diam.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Ssssuuuttt... Ssssuuuttt... Sssuuutttt... Kedatanganku kemari tidak ada kaitannya dengan maksudmu, aku datang ke sini sepenuhnya berdasarkan maksudku.” Sambil menarik kursi, lalu duduk di antara dua pasagan itu.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Kamu, Kus,” aku melanjutkan. “Aku minta tolong kamu, agar menerima pacarku untuk bekerja di perusahaanmu, bukan malah kamu pacari. Kamu kaya, terhormat, dan keluargamu bahagia. Apa yang ingin kau cari lagi? Sex? Biji pelirmu tidak mengalami perjalanan spiritual? Masih macam anak muda saja, sex bagimu masih dan hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan biologis murni. Harusnya untuk orang seusiamu, sex sudah beranjak kepada kebutuhan lanjutan: kebutuhan psikologis. Lima sampai sepuluh tahun kemudian, harusnya sex menjadi kebutuhan spiritual. Ingat, Kus, hanya perempuan nakal yang dapat menyenangkan laki-laki terus-terusan. Perempuan baik-baik, takkan bisa sehebat itu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Laki-laki itu hanya menunduk.</div>
</span></span></span><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Kamu,” aku mengarahkan pandanganku ke wajah si perempuan, mantan pacarku. “Kini kamu sudah menjadi masa laluku, dan itu akan tetap menjadi milikku. Dan aku, terserah saja, itu sudah menjadi milikmu. Tak usah kita ungkit-ungkit lagi.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku berdiri dari kursi, lalu pergi meninggalkan mereka berdua.</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
***</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
<i>Tok... tok... tok...</i></div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Sebentar!” Suara perempuan, bersamaan dengan suara kunci-pintu yang dibuka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Klek... klek...</i></div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Pacarmu ada di rumahnya?” Kataku, sambil masuk, lalu menutup pintu dengan perlahan dan segera.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Dia sedang di Jakarta, dalam waktu yang cukup lama! Sudah, tak usah dirisaukan.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Sedang bikin apa?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Susu, telur, madu, jahe, ditambah dengan tambahan sedikit merica.” Senyumnya sukacita.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Lho, buat apa?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Berlomba, adu napas?!”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Kamu pikir aku sudah tua, heh?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Ara tak menjawab, hanya senyum manja yang menantang.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Percayalah. Tak ada laki-laki yang cukup tua bahkan untuk gadis sekalipun.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Sudahlah, kau menurut saja. Aku sudah susah-payah menyiapkan ramuan ini untukmu.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Dalam setarikan napas, racikan buatan Ara kuteguk sekaligus.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Kamu laki-laki licik,” katanya, “memanfaatkan mantan pacarmu untuk kau umpankan kepada Kus, rekan bisnismu dulu. Setali tiga uang: hutangmu kepada Kus terpaksa ia lunaskan, kau putus dengan pacarmu untuk mendapatkanku. Bagaimana jika suatu hari mereka tahu?”</div>
</span></span></span><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Entahlah, itu nanti saja. Yang jelas, malam ini, dan malam-malam lain, aku ingin bersamamu.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Ha-ha-ha...”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Bolehkah aku mengendap-endap seperti malam ini?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Terserah saja, tapi jangan lupa kabari aku dulu. SMS kosong saja. Nanti aku persiapkan, agar kau bisa dengan mudah menemuiku lewat pintu belakang.”</div>
</span></span></span></div>
</span></span><div style="text-align: justify;">
<span aria-live="polite" class="fbPhotosPhotoCaption" data-ft="{"tn":"K"}" style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; outline: none; width: auto;" tabindex="0"><span class="hasCaption"><div class="text_exposed_root text_exposed" style="display: inline;">
<span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><br /></span></div>
</span></span></div>
Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-182829782103402088.post-84361173404080332242016-05-17T01:56:00.000-07:002016-05-17T04:25:48.152-07:00SUDAH TIDAK ADA (Ara, Terataiku... Bag. III)<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtHLcENu-tCUa3UgAEk_SVC-iZbQmereobYUCVIU2MyzDdiLuTW4l5lYa_592tDS-8HN6pKIAvx8kJ7Dj5yeSNcGtNzGq9svZZA_azThVYXAij2H80W0KfzBjlvaLtU-6ICCoSZOrUjoQ/s1600/11986934_1481741855460750_7687623853317563723_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtHLcENu-tCUa3UgAEk_SVC-iZbQmereobYUCVIU2MyzDdiLuTW4l5lYa_592tDS-8HN6pKIAvx8kJ7Dj5yeSNcGtNzGq9svZZA_azThVYXAij2H80W0KfzBjlvaLtU-6ICCoSZOrUjoQ/s320/11986934_1481741855460750_7687623853317563723_n.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Pada sebuah malam yang rindang, enam tahun yang lalu. Aku sedang berada di sebuah ketinggian lantai dua puluh satu, menghadap jendela lembab—tembus dengan suasana dinihari Jakarta. Rasanya, aku ingin berendam dengan air hangat dan sekaleng bir di tangan kanan.</span><br />
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Aku mencoba mengingat-ingat lagi, ketika senyummu terurai-mengharumi udara: peringai yang lembut namun berubah perkasa</span><span class="text_exposed_show" style="color: #1d2129; display: inline; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"> ketika hujan-legam memaksa nasibmu mencicipi separuh maja.</span><br />
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Ya, ketika itu...</span><br />
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Ketika suatu malam dan langit bertaburan tirta kaskaya di sepanjang angkasa, saat hendak menutup jendela ruang kerja, di sebalik jendela rumah, aku melihat sekelebat jasadmu yang kuyub—mendekat. Tampak tergesa, dan raut yang sedang terbebani banyak peristiwa yang tak keruan. Titik-titik air membasahi kulit wajahmu, kala itu.</span></div>
<span class="text_exposed_show" style="background-color: white; display: inline;"><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">
</span></span>
<div style="text-align: justify;">
<span class="text_exposed_show" style="background-color: white; display: inline;"><br /></span></div>
<span class="text_exposed_show" style="background-color: white; display: inline;">
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Ara, ada apa?” tanyaku, “kok hujan-hujan malam-malam begini?” Wajah kami berhadapan. Sembari melebarkan daun jendela, aku memintanya menuju beranda. Lalu, aku berlari menuju pintu utama.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Setelah membukakan pintu, kupegang pundaknya, agak menariknya lembut: “Ayo, masuk!”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Ah, di sini saja, mas”. Dia menjawab, dan menarik tubuhnya mundur, dengan agak memaksa melebarkan senyumnya. Dan hujan kian deras di luar sana.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Segera aku meraih bahunya, lagi. Mengajak untuk tidak sungkan menginjakkan kakinya di teras. Tapi, Ara tetap menolak dengan menggerakkan tubuhnya ke belakang. Dengan senyum kecil, ia melihat ke arah atas kepalanya yang dihujani air bertubi-tubi.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Mas, bisa datang kerumah saya? Sekarang?" Katanya, sambil menggigil, menyilangkan kedua tangan menutupi dadanya.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
<i>Mak tratap</i>. Ini tidak biasanya. Jarum jam dinding—telah menunjuk pukul setengah satu.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Ada apa, Ara? Apa ada yang bisa saya bantu, tanpa harus ke rumahmu? Ini sudah malam.” Aku memang baru saja tiba di rumah, baru beberapa jam yang lalu, kondisi tubuhku agak sedikit lelah.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Tapi saya butuhnya <i>Njenengan</i> datang ke rumah. Benar, ini mendesak. Saya minta bantuan—mengurus jenazah bapak.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Hening.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Aku terkejut, dan tak tahu harus bicara apa. Sekian detik, kami hanya saling tatap dan tanpa suara. Kalimat terakhir gadis itu sungguh di luar semua dugaan. Dalam ketakterdugaan itu, aku bergegas tanpa harus banyak bicara. Mengunci pintu rumah dengan cepat, lantas menggandeng gadis itu menuju rumahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dingin.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Layaknya air langit yang jatuh bertubi-tubi malam itu, begitulah gambaran dalam kepalaku. Seorang bapak meninggal, dan anaknya dengan sikap yang adem, keliling menghubungi tetangga untuk meminta bantuan. Sungguh luar biasa. Dari ketenangan yang ditunjukkan Ara, ketika menghampiriku di rumah tadi, sudah menggambarkan betapa tegarnya ia menghadapi drama kematian bapaknya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kabar mengenai bapaknya yang sakit, memang bukan berita baru .Sudah beberapa bulan ini, bapaknya terserang kelumpuhan tubuh. Hanya mampu bersuara, itu pun dengan intonasi yang tidak begitu jelas. Hidup bapaknya bertumpu pada pelayanan keseharian istrinya, dan tentu saja Ara: mulai dari buang air, makan, hingga ganti pakaian. Hampir seluruhnya pasrah. Sudah berbagai jenis pengobatan dijalani, tapi tidak menghasilkan kesembuhan yang diharapkan. Bapaknya mesti rela terbaring di ranjang kayu, beralas tikar anyaman bambu.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Tapi siapa <i>nyana</i>, malam itu adalah waktu terakhirnya di dunia. Dan aku adalah orang ketiga yang memegang jenazah lelaki sepuh itu, mungkin setelah ibunya dan Ara.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Selembar kain coklat bermotif burung menutupi tubuh lelaki berperawakan tambun itu. Empat batang lilin menyala mengelilingi tubuh kaku itu. Ara yang menyiapkannya sebelum mendatangi rumahku tadi. Aku tak kuasa membayangkan secara rinci, tentang adegan itu. Begitu kokohnya pertahanan akan kesedihan, pada seorang anak yang merawat bapaknya hingga menjemput ajal. Ketegaran yang langka, dari seorang gadis muda yang hidupnya biasa-biasa saja.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Tetangga lain mulai berdatangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam perjalanan menuju rumah duka, aku sengaja mampir—mengetuk pintu beberapa rumah. Mengabarkan adanya warga yang meninggal, dan mengajak untuk turut membantu di sana. Beruntung, respon yang di dapat—cepat. Hingga tak lama setelah aku dan Ara tiba, mereka menyusul satu per-satu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ya.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Kematian adalah peristiwa misterius, orang Jawa menyebutnya <i>layu: </i>tubuh kaku, hanya terlentang, tak lebih dari tulang yang dibalut daging. Dayanya lepas, hingga segala perangkat lunak yang bermukim di dalamnya tidak aktif lagi. Seperti perangkat elektronik yang tidak teraliri listrik. Diam, tanpa hasrat. Kemana perginya pemicu kehidupan itu? Orang menyebutnya nyawa, jiwa atau ruh. Apapun itu, aku membungkusnya dalam kotak pengertian yang sama. Entitas sumber hidup. Tak ada yang pernah tahu. Pemahaman agama memberikan keterangan yang berujung pada kepercayaan final. Kembali kepada Tuhan, bermukim di tempat-tempat yang hanya bisa dikenal lewat perspektif iman. Dalam ranah mitologi, pola penceritaan tentang teka-teki kematian, memiliki bentuk yang mirip: ruh berpisah dari badan, untuk menunggu keputusan rute perjalanan selanjutnya. Apakah dia akan menepi ke alam atas, sebutlah itu <i>swargaloka</i>, atau dunia bawah, namakan saja <i>naraka</i>. Tapi itu hanyalah pengistilahan untuk memudahkan menerka teka-teki. Pada kenyataannya, tidak ada yang mampu memastikan, di mana sebenarnya ruh itu berada. Kategorisasi alam atas dan bawah adalah cara manusia membangun deskripsi tentang sisi-sisi kehidupan yang tidak bisa tertangkap secara visual kasar. Yang pasti, kematian itu terjadi—dan sang daya hidup yang tercerabut dari tubuh—melanglang pada lapis kehidupan yang lain. Dia ada, dan tidak punah.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Kembali pada bangku kayu reyot, aku tertegun. Masih menggantung rasa penasaran yang berat—tentang reaksi Ara yang tenang, ketika mendapati bapaknya meninggal. Ilustrasi yang bergerak dalam benakku seakan kaku dan tidak mampu menganggap adegan itu wajar. Bagaimana tidak? Seorang kepala keluarga yang telah merawatnya hingga usia dewasa, dijemput maut di depan mata. Lalu dengan perasaan yang teraduk-aduk, dirinya membersihkan mayat bapaknya, menutupi dengan kain, barangkali juga sempat menciumnya—sebelum akhirnya berjalan menuju rumahku tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sungguh, ini bukan peristiwa yang gampang dilakoni. Mungkin saja, Ara memang setegar karang. Kuat melewati adegan yang pilu. Kesengsaraan dan penderitaan hidup telah menempanya untuk siap kehilangan apapun yang dimiliki. Perjalanan panjang selama menjalani hidup yang pahit, melatih giat, pemaknaan tentang apa itu kepergian juga konsep mengenai pulang. Sebagai orang Jawa yang masih menjalankan ritual-ritual kejawen—warisan leluhurnya, aku yakin, Ara mempunyai berlapis-lapis kesadaran yang kentara tentang arti kematian. Bahwa yang remuk dan lapuk hanyalah tubuh. Tapi isinya, aktivatornya, tetap hidup, dan bergegas nyawiji dengan penciptaNya. Maka tak heran, jika akhirnya gadis belia itu tidak hanyut dalam duka-duka yang haru-biru. Dia tidak kehilangan sang bapak. Sebab baginya, ketulusan cintanya telah menempel, menyatu pada ruh yang tercabut itu. Kasih sayangnya menyublim pada bentuk-bentuk yang lebih merdeka, tidak terikat badan material. Ara agaknya sudah bersiap dengan kemungkinan kematian yang merenggut orangtua laki-lakinya. Sejak kelumpuhan itu mendera, dia membekali diri dengan tameng-tameng ketangguhan. Mengakrabi wacana kematian, dan tidak membencinya.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Pikiranku terus merayu untuk menduga-duga di sebalik sikap-tenang Ara. Menebak setebal apa ketabahan yang ia miliki. Menerka, sehebat apa pelajaran yang direguknya dari setiap jengkal langkah kehidupan. Sayangnya, mataku terlalu berat. Bahkan terhadap kantuk pun—aku bertekuk lutut, apalagi dengan serangan kesedihan akan kematian. Mungkin yang kuingat-ingat hanyalah kenikmatan-kenikamatan, hingga enggan berpisah dengannya. Padahal, mati adalah pedang-tajam yang merajam segala kenikmatan itu. Tidak seperti Ara, ia sangat hafal dan memahami penderitaan, juga segala hal yang dianggap tidak enak. Saking akrabnya, dia tidak mudah sedih lagi—jika kesengsaraan datang. Sudah menjadi sahabat, pun dengan kematian. Barangkali begitu. Kalaupun terkaanku meleset, tentang Ara, paling tidak aku sudah menyaksikan ketegarannya dengan alasan apapun yang belum terjelaskan. Satu yang patut dicatat: Ara adalah manusia kokoh nan langka. Seperti namanya, Ara, berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya ‘cemara’. Gadis itu lebat kesabarannya, tinggi kepasrahannya, kuat terhadap suka-duka.</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
***</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
Bir di tangan kananku sudah habis. Entah kenapa, malam ini aku ingin menghubungi Ara. Sehatkah ia? Ibunya?: “Halo.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Ya, mas.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Bagaimana kabar kamu, Ara?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Baik, mas.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Ibu, sehat?”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><div style="text-align: justify;">
“Ibu... sudah tidak ada, mas.”</div>
</span></span>Layar Tancaphttp://www.blogger.com/profile/15812639276034418273noreply@blogger.com0